Keesokan harinya, Jon menuju Warung Juminten setelah pulang dari kantornya. Terlebih dahulu dia pulang ke rumah untuk mandi dan berganti pakaian. Berhubungan dia tinggal di rumah sendirian dan hanya ditemani pembantu, dia bisa dengan bebas melakukan apa pun tanpa canggung karena ada orang tua. Jon hanya tinggal sendiri karena kedua orang tuanya tinggal di Bandung mengurus perusahaan yang ada di sana dan hanya sesekali mengunjunginya di akhir pekan dan itu pun tidak selalu setiap minggu. Setelah rapi, Jon menuju Warung Juminten sekitar jam 9 malam. Menempuh perjalanan setengah jam, dia memarkirkan mobilnya di parkiran yang biasa dia tempati karena sudah menjadi pelanggan tetap di tempat tersebut. Setibanya di sana dia dihampiri oleh penjaga parkir yang sudah mengenalinya dan menyapa dengan ramah.
"Baru datang, Bos!" tanya pria bewok dengan tato di leher berbentuk golok.
"Iya, nih! Ada Juminten gak di dalam?" kata Jon sambil melirik area parkir yang nampak ramai.
"Adalah, Bos. Tante Lala sudah nongkrong dari sejam lalu karena ada projek baru katanya!" seru tukang parkir itu sambil berbisik pelan dan mendekat seolah tak ingin ada yang dengan celotehannya.
"Anjir! Kayaknya seru, nih, projek baru si Juminten!" cicit Jon sambel memainkan alis tebalnya.
"Hahaha … curi dengar, sih, kayaknya ada barang baru, Bos. Apem original katanya dan masih fresh dari panci!" timpalnya lagi dan membuat senyum Jon kian mengembang.
"Widiiih! Kudu garcep dong gue sebelum ada yang minat sama itu apem!"
"Cepat masuklah, Boss, biar gak keduluan kamvret lain!" seru pria bewok itu menyarankan.
Mata Jon langsung menatap pintu masuk di mana ada dua pria bertubuh besar tengah berjaga. Tanpa pikir, tangan kiri Jon langsung meraih dompet di saku celana dan mengeluarkan empat lembar uang 100 ribu untuk pria itu dan disambut dengan senyum cerah.
"Gue masuk dulu. Gue demen info dari lo!" Penjaga parkir itu tersenyum menatap kepergian Jon dan mengibaskan uang itu ke wajahnya seperti kipas.
"Boss Jon memang paling baiklah dari semua tamu yang datang ke sini!"
Penjaga parkir itu pun kembali melanjutkan kegiatannya setelah mengantongi uang itu dan membuatnya senang. Sedangkan Jon mengayunkan kaki penuh yakin memasuki rumah besar itu dengan halaman luas dan disulap menjadi tempat hiburan. Ya, tempat itu mulanya adalah sebuah rumah dan dialih fungsikan menjadi tempat mengais rejeki tak halal dan terselubung. Tak berapa lama, Jon sudah berada di ruangan dan disambut oleh Juminten alias Tante Lala yang tengah duduk berbincang dengan seorang pria yang langsung menoleh ke arahnya. Jon mengulas senyum dan kehadirannya membuat pria itu bangun dari duduk. Tinggallah Jon bersama Tante Lala dan seorang tangan kanannya yang tak lain adalah putranya, Urick.
"Tumben sudah datang sore begini, Jon?" sapa Urick santai.
"Lagi butuh pencerahan, makanya langsung datang ke sini hilangkan penat, Rick!" jawab Jon yang langsung duduk di hadapan mereka.
"Pencerahan atau kepuasan anak bodoh!" seru Tante Lala menyeringai dan meraih minumannya di meja. Jon tersenyum diikuti oleh Erick pula karena setuju dengan sindiran ibunya yang selalu bicara gamblang seperti biasa.
"Sa ae si Tante kalau bicara. Nusuk euy!" Tante Lala tersenyum setelah meneguk minumannya. Jon menatap santai sekeliling di mana ruangan tersebut tak banyak orang berlalu lalang.
"Kau cari barang baru lagi, Jon? Apa sudah bosan dengan gadis terakhir yang kaubeli?" tanya Tante Lala tanpa basa basi.
"Boro-boro bosan, Tan, yang ada nagih. Kusimpan di kamar supaya tak lepas!" jawab Jon diiringi kekehan. Urick terbahak diikuti senyum Tante Lala yang tahu jika Jon sangat suka dengan gadis perawan yang dia beli beberapa hari lalu.
"Lalu kaucari apa di sini jika puas dengan gadis itu, huh?" ucap Tante Lala lagi memastikan.
"Jadi gini, Tan. Aku lagi cari cewek buat sahabatku. Aku mau kasih hadiah buat dia cewek perawan biar dia unjuk gigi. Pasalnya sahabatku itu masih perjaka karena belum pernah tancep cewek. Yaaa … paling keren main pake sabun sampai belubang. Sekiranya ada cewek perawan, tolong berikan padaku!" terang Jon jelas mengatakan niatnya yang seperti sahabat baik dan benar tindakannya.
Tante Lala dan Urick mengangguk. Keduanya tentu paham dengan maksud Jon yang begitu jelas dan tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan untuk melakukan bisnis dengan Jon yang royal akan uang.
"Lo jangan khawatir, Jon. Jika ada barang baru datang, gue pasti akan memberikannya untuk lo!" sahut Urick cepat.
"Apa kau ada kriteria khusus baik paras atau tubuhnya. Bukankah lebih detail akan mempermudah kami untuk mencarikannya untuk temanmu itu!" timpal Tante Lala yang duduk bersilang kaki sambil menikmati rokok di tangan kanannya.
Jon seketika terdiam. Dia mulai menduga-duga sekiranya wanita macam apa yang akan disukai oleh Ethan. Mengetaui jika Ethan tak pernah membicarakan wanita selama ini, Jon beralih pada Evan dan mengingat tuangannya sebagai referensi sekiranya kriteria Ethan tak jauh beda dengan Evan karena mereka anak kembar.
"Yang jelas lebih muda dariku, cantik, dan langsing. Dia harus masih perawan ting-ting pokoknya!" seru Jon yakin dan membuat ibu dan anak itu mengangguk bersamaan.
"Gampanglah kriteria macam itu. Sepertinya kita akan dapat barang baru juga, Ma. Si Egoy lagi urus itu, iyakan?" seru Urick menoleh pada Tante Lala yang mengangguk.
"Urick benar, Jon. Sebentar lagi kami akan dapat barang baru dan kabarnya dia gadis perawan dari desa. Sepertinya gadis itu cocok untuk sahabatmu!" tutur Tante Lala menambahkan dan sontak membuat senyum Jon terukir.
"Widih! Mantaplah kalau gadis dari kampung, Tan. Pasti masih asli segelnya tak seperti gadis kota yang sudah tersentuh banyak tangan laki-laki meski isi semvaknya belum!" cicit Jon yang sering bermain dengan gadis kota untuk hiburan di saat penatnya.
"Hahaha … bisa saja kalau ngoceh. Bukankah lo lahap semua jenis wanita selama ini, Jon?" ledek Urick sambil tertawa.
"Lo benar, Rick, tapi gara-gara cewek kemarin yang lo kasih, gue mau taubat main cewek, ah, dan cukup main kuda-kudaan sama dia. Cewek perawan lebih gigit, haha …."
Ketiganya terbahak diselingi Jon yang meneguk sebotol minuman beralkohol dan terus berbincang. Sejam kemudian, Jon akhirnya pamit karena harus kembali ke apartemen di mana dia meninggalkan gadis yang dia sudah miliki dari warung Juminten beberapa hari lalu dan dir upenggut keperawanannya. Tak sampai satu jam, Jon tiba di apartemen itu dan mendapati gadisnya sedang duduk di ruang tengah sambil menonton TV.
"Kau sedang makan apa?" tanya Jon yang menghampiri dengan tangan kiri membawa kantung plastik.
"Mie rebus pakai telur!" sahut gadis itu yang terlihat lapar. Jon duduk di sampingnya dan meletakkan plastik itu ke meja. Dia melihat mangkuk yang masih terisi setengah dan menarik nafas dalam.
"Maafkan aku tak mengisi kulkas dengan bahan makanan. Aku sudah belikan makanan untukmu. Ayo dimakan dan biar aku yang makan mie itu!"