Hello There | Spicy Mystery Romance

arsalas_there
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 1.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Scrap 1

⚠️ Penafian: Halaman berikut mengandung konten dewasa eksplisit khusus 21+, termasuk bahasa vulgar, adegan kekerasan intens, dan deviasi seksual.

⚠️ Anda harus berusia 21 tahun atau lebih untuk melanjutkan konten ini. Dengan melanjutkan, Anda mengonfirmasi bahwa Anda berusia minimal 21 tahun dan setuju untuk melihat konten ini.

⚠️ Jika Anda berusia di bawah 21 tahun atau jika Anda merasa konten tersebut menyinggung, silahkan untuk segera meninggalkan halaman utas ini. Harap bersikap bijaksana.

•••┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•••

#JILIDSATU dari Tetralogi "Hello"

"Kau adalah luka yang kukalungkan di leherku sendiri."

Chapter One

#BEEP

| Jum'at, 29 September

🥀 KAMU (tanpa alasan jelas) kembali mengacungkan jari tengahmu secara hikmat ke kereta yang baru saja melintas di depanmu. Itu sudah kereta yang ke sekian. Entah kereta mana lagi yang sedang kamu tunggu. Sudah hampir satu jam setengah kamu berkutat sebagai orang (hantu) linglung di peron stasiun. Upaya membuang-buang waktu secara praktis atau entah hanya sekedar menunggu wahyu suci—Perintah Menumbalkan Diri ke Tengah Rel Kereta—dari ilahi. Sambil sesekali melempar kacang chickpea panggang ke mulut, berkali-kali kamu mencoba meyakinkan dirimu (bahwa kamu seorang escapisme) bahwa kamu akan baik-baik saja.

Kemeja gingham dan sweater gelap yang membungkus murung tubuh terlatihmu selalu nampak harmonis dengan wajah kusutmu saat ini. Sedang bulan nampak lebih bergairah malam ini, ketelanjangannya mencoba menggoda mata tembagamu. Hembusan angin malam berdesis seperti ular-ular sopan, menggigit-gigit lirih sekujurmu, tak letih membisikan rayuan-rayuan "Cumbui saja aku!" Namun otakmu sedang acak-acakan dan (tanpa sadar) kamu baru saja mencoba mengajak bercakap-cakap tiang dungu di sebelahmu.

Hari-hari selalu penuh plot twist. "Selamat! Kamu baru saja dipecat sebagai manajer." Setelah melayangkan beberapa tinju kerasmu ke wajah bos berengsek yang mencoba membuka resleting celanamu. "Apa aku matahari yang tak pernah menghangatkanmu?" Tanya bosmu, setelah kamu puas meludahinya. Namun tanda kurung yang kamu tambahkan begitu palsu. "Bahkan kamu tidak bisa sejujur titik." Di balik sikap kerasmu, bahkan kamu menginginkan lebih dari pada itu. Bahwa bosmu tidak seberengsek itu. Namun itu bukan sebuah klimaks. "Apakah titik benar-benar akan mengakhiri segalanya?" Setelah lima belas menit kamu pulang meninggalkan kantormu, bosmu masih mencoba berkali-kali menghubungi nomormu. Mungkin bosmu menyesali telah memecatmu, memakan kembali muntahannya, mengharapkapkanmu kembali bekerja sebagai manajernya. Namun kamu masih tetap saja batu. "Peduli setan!" Umpatmu kemudian. Hingga, setengah jam berlalu, dia akhirnya berhenti mengganggumu. "Karena menyerah?" Tidak, hingga saat kamu baru saja menjejakkan kaki di peron stasiun transit kereta tujuanmu, salah satu teman sekantormu menghubungimu dan mengabarkan bahwa bosmu baru saja mati bunuh diri menembakkan peluru ke dalam mulutnya sendiri. Seketika itu langit seolah runtuh menimpamu.

Nafas serasa debu, lidah serasa bertulang. Seperti seribu tamparan keras. Tangisan, penyesalan, dan tanda tanya mulai membanjirimu sesengut hujan. Duka dan pilu mulai membungkus wajahmu sesengut hitam. Mata serasa ditusuk. Terlalu menusuk. Tak ada yang menyangka atas apa yang benar-benar telah terjadi. Alunan kelabu menyayat-nyayat sepasang telingamu. Kedua kakimu tertahan, tidak bisa digerakan seolah bumi ingin menarikmu ke dalamnya.

15 panggilan tak terjawab dari satu nomor kontak yang sama. 15 panggilan mendesak yang ternyata sangat menentukan hidup-matinya seseorang. "Sekarang, apa yang akan kamu lakukan?" Andai kamu tahu sejak awal skenario apa yang akan terjadi selanjutnya, mungkin kamu akan langsung menjawab sejak panggilan pertama. Atau seharusnya kamu tak perlu meninju wajahnya saat dia mencoba membuka resleting celanamu. Kenapa tidak kamu biarkan saja mengalir saat itu. Membiarkan dia membuka satu persatu kancing kemejamu, merengkuhmu, menjarahmu, mengguncangmu, terbakar dan tenggelam bersamamu. Namun ya, tidak ada "Putar Ulang" di kehidupan nyata. Bahkan kupu-kupu sekalipun tak akan pernah kembali pada kepompongnya. Daun akan menua. Lembaran akan usang. "Masihkah kamu berpikir bahwa ini bukan salahmu?"

Kamu kembali mengotak-atik ponselmu, kemudian tak sengaja menemukan satu potret momen terakhirmu bersama bosmu, hanya kamu dengan bosmu. Lima hari yang lalu. Latar yang sama dengan tempat di mana kamu berdiri sekarang. Senyum yang tersimpul dari keduanya mekar begitu alami. Bahkan kalian sempat berdebat menentukan judul apa yang cocok untuk foto itu saat itu.

"Tentu saja, 'Pair of Kings' judul yang paling pas untuk foto ini," komentar meriah dari bosmu.

"Tidak, 'King & Kong' judul yang lebih tepat. Karena kamu terlihat seperti raja, sedang aku terlihat seperti primata," komentar meriah darimu.

Namun ya, kamu melihat begitu jelas perbedaannya. "Benar kan, aku memang sangat tampan," seloroh bosmu saat itu. Kamu tersenyum-senyum sendiri mengingat-ngingat momen itu. "Ya, kamu memang sangat tampan," jawabmu diam-diam, "Ya, bahkan aku adalah orang paling goblok karena telah berani membuat wajahmu bonyok." Dan akhirnya kamu diam-diam pecah, menutup wajah dengan sapu tangan, dan menangis deras tanpa suara. Ya, dengan trik itu tak akan ada orang yang menyadarimu. Hingga, betapa kamu ingin memeluk erat bulan malam ini.

Tak lama berselang, nada beep dari ponselmu berbunyi. Satu pesan masuk. Namun kamu masih ingin membenamkan wajahmu rapat-rapat.

•••┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•••

🥀 Nada beep dari ponselmu kembali berbunyi dan berbunyi. Hingga saat kamu membuka notifikasi, sudah ada enam pesan masuk menunggu untuk dibaca. Enam pesan yang datang dari kontak yang sama. "Holly Smoke! Lelucon apa ini?" Matamu hampir lepas, saat mengintip nama kontak dari pesan-pesan itu.

"Mr. Fayrouz" begitulah kamu menamai nomor kontak bosmu (diambil dari nama minuman berkarbonasi kesukaannya). Kamu mencoba mengecek sekali lagi dan sekali lagi, itu memang pemilik nomor yang sama dengan nomor dari 15 panggilan tak terjawab sebelumnya. Namun kamu tahu betul, bosmu tak pernah mau menggunakan pesan jika ingin menghubungimu. Bosmu selalu menelepon langsung (dalihnya: mengetik adalah cara memperempong diri sendiri). Apa mungkin bosmu masih hidup? Tentu saja tidak, kemungkinan besar yang paling masuk akal, pesan-pesan itu diketik oleh kerabatnya atau orang yang memiliki hak penuh untuk mengambil alih ponselnya.

Angin seolah mencekikmu. Tanganmu gemetar saat mencoba membaca satu persatu pesan yang masuk.

Hello there!

Setelah lama akhirnya aku bisa leluasa menyapamu

Aturan pertama: jangan pernah memblokirku, aku tidak akan semenyenangkan ini jika sampai kamu memblokirku

Tebakanmu benar, aku bukan bos kesayanganmu, tapi seharusnya kamu mengenal baik siapa aku

Tak seperti bosmu, aku sangat pemarah dan pecemburu

Aku yakin kamu akan sangat tergila-gila padaku

•••┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•••