Azira Varley, seorang pria berusia 23 tahun yang cerdas namun malas, sering mendapatkan dorongan dari teman-temannya Aura Syarwa dan Hadi Binki.
Suatu malam, Azira menerima pesan misterius yang mengingatkan akan sesuatu pada pukul 11 malam. Meski mengabaikan pesan tersebut, Azira melanjutkan kegiatan malamnya dengan Hadi dan teman-temannya di sebuah kafe. Namun, ketika Hadi mengungkapkan kekhawatirannya terhadap Aura, yang dianggap Azira sebagai teman biasa, Azira mengabaikannya.
Malam itu, perasaan tidak nyaman mulai mengganggu Azira, mengarah pada serangkaian peristiwa yang akan mengubah hidupnya.
*********************************
Azira Varley duduk santai di sudut kafe favoritnya, dikelilingi oleh Hadi Binki dan teman-teman mereka. Suasana riuh penuh tawa dan canda membuat Azira merasa nyaman, meskipun sebenarnya dia sedang merasa malas dan tidak bersemangat.
Meski sering kali menjadi juara kelas, Azira tidak pernah merasa bersemangat tentang hidupnya, dan kebiasaan malasnya selalu menjadi hal yang harus diperhatikan teman-temannya.
"Jadi, apa rencana kalian untuk liburan nanti?" tanya Azira sambil menyeruput kopi hitamnya.
Hadi Binki, yang dikenal dengan panggilan Ayoung, membalas dengan penuh semangat. "Aku pikir kita harus merencanakan sesuatu yang seru.
Mungkin jalan-jalan ke pantai atau mendaki gunung. Kamu setuju, kan, Azira?"
Azira mengangguk malas. "Iya, iya. Terserah kalian saja."
Tak lama kemudian, suasana kafe dipenuhi dengan tawa dan kebahagiaan, dan Azira semakin tenggelam dalam kebersamaan mereka.
Namun, saat waktu menunjukkan pukul 11 malam, Azira memutuskan untuk pulang bersama Hadi dan teman-temannya.
Ketika mereka berjalan keluar dari kafe, Hadi tampak gelisah. "Hei, Azira, aku khawatir tentang pacarmu," ucap Hadi dengan nada serius.
Azira menoleh, bingung. "Hah? Maksudmu Aura?"
"Iya," jawab Hadi. "Aku merasa ada yang tidak beres."
Azira tertawa kecil, mencoba menganggap enteng. "Kenapa harus khawatir? Lagipula, aku sama sekali tidak ada hubungan dengan dia. Dia hanya teman."
"Ya, aku tahu. Tapi hatiku merasa tidak enak," kata Hadi dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.
"Woi, kamu ngapain khawatirin orang yang jelas-jelas tidak ada hubungannya dengan kamu?" Azira berkata dengan nada marah namun disertai sedikit humor.
"Kan kita sahabatan," Hadi membalas dengan tegas.
Azira hanya menggelengkan kepala. "Ya, ya, aku tahu. Ya sudah, aku duluan ya."
Setelah berpisah, Azira merasa ada sesuatu yang aneh mengganggu pikirannya. Dia mencoba mengabaikannya, namun rasa tidak nyaman terus menghantuinya.
Ketika dia sampai di rumah, dia mengingat pesan misterius yang diterimanya tadi siang: "Jam 11 malam waktunya." Pesan itu mulai membuatnya merasa cemas.
Azira berusaha menenangkan dirinya dan pergi tidur. Namun, rasa khawatir yang awalnya tampak tidak penting mulai berkembang menjadi sesuatu yang lebih serius. Apa yang sebenarnya terjadi pada Aura? Kenapa Hadi begitu khawatir? Dan bagaimana pesan misterius itu berkaitan dengan semua ini?
Saat malam berlalu, Azira tidak bisa lagi mengabaikan perasaan anehnya. Ternyata, ada sesuatu yang lebih besar yang sedang menunggu untuk diungkapkan, dan itu mungkin akan mengubah hidupnya selamanya.
Beberapa menit berlalu….
Azira memandang ponselnya dengan cemas. "Apa aku harus menelpon Aura ya?" pikirnya sambil menekan nomor telepon Aura.
Namun, setiap kali dia mencoba, hanya nada sambung yang terdengar—Aura tidak mengangkat ponselnya.
Rasa khawatir yang tidak tertahan membuat Azira memutuskan untuk langsung menuju ke kos-an Aura.
Sesampainya di kos-an, Azira mengetuk pintu dengan keras, memanggil nama Aura berulang kali. "Aura! Kamu di mana? Jawab aku!" Namun, tidak ada jawaban.
Pintu kos-an sedikit terbuka, seakan memberi izin tanpa kata untuk masuk. Dengan hati-hati, Azira mendorong pintu dan membuka secara perlahan, memanggil lagi,
"Aura? Ada orang di sini?"
Ruangan itu tampak sunyi dan gelap. Azira memasuki kamar dengan rasa takut yang kian menggelayuti.
Dia menyelidiki setiap sudut ruangan, mengamati dengan seksama, namun tidak menemukan siapa pun.
Tiba-tiba, terdengar suara kepingan kaca pecah yang jatuh ke lantai dari arah kamar tidur Aura. Azira berjalan menuju kamar tersebut dengan cepat, jantungnya berdegup kencang.
Dia membuka pintu kamar tidur dan mendapati ruangan itu dalam keadaan berantakan.
Semua barang berserakan, dan di atas kasur Aura, terdapat ponsel dengan casing kelinci lucu.
Azira mendekati kasur, mencoba memahami situasi. Ketika kakinya menyentuh lantai, ia merasakan sesuatu yang dingin dan lengket.
Dia menoleh ke bawah, dan wajahnya berubah pucat saat melihat genangan darah yang mencemari lantai.
"Ha, kenapa bisa ada darah di sini?" Suara gemetar Azira hampir tidak terdengar.
Bulu kuduknya berdiri, dan dia menelan ludah dengan susah payah. Hati Azira berdegup semakin kencang, seolah-olah dia sedang berada dalam mimpi buruk yang nyata.
Dia mengangkat kasur untuk mencari sumber darah dan terkejut melihat sesuatu yang mengerikan di bawahnya.
"Aura?!" teriaknya dengan suara penuh ketakutan.
Di bawah kasur, tergeletak mayat Aura yang berlumuran darah, matanya terbuka lebar dalam keadaan yang mengerikan.
Darah menetes dari tubuhnya ke lantai, menciptakan genangan merah yang mengerikan.
Azira panik, terengah-engah sambil berusaha berteriak meminta pertolongan, namun malam itu sangat sepi.
Tidak ada suara kendaraan atau langkah kaki. Suasana lingkungan yang hening menambah ketegangan dalam dirinya.
Rasa takut dan kepanikan semakin mencekam saat dia menyadari betapa sendirinya dia di tengah kegelapan malam.
Dengan tangan gemetar, Azira mencoba mencari telepon di sakunya untuk menelepon bantuan. Namun, segala usahanya terasa sia-sia.
Malam itu terasa seperti mimpi buruk yang tidak berakhir.
Dalam keadaan putus asa, dia mencoba keluar dari kos-an, namun ketakutan dan rasa mual membuatnya tidak bisa bergerak.
Begitu satu kakinya menapak di luar pintu kos-an, tubuhnya merasa lemas dan dia akhirnya pingsan di lantai.
Segala sesuatu di sekelilingnya menjadi kabur.
Ketika Azira sadar, dia mendapati dirinya terbaring di atas kasur di rumahnya sendiri.
Sinar matahari pagi menerobos melalui tirai jendela, mengusir kegelapan malam yang mencekam.
Azira berusaha mengingat kembali kejadian itu, namun pikirannya terasa kacau dan nyaris tidak bisa menangkap kenyataan.
Dia merasakan kepalanya berdenyut-denyut dan tubuhnya kaku.
Semua perasaan aneh dan mengerikan dari malam itu seakan-akan hanyalah mimpi buruk yang sangat nyata.
Azira merasakan kepanikan dan kebingungan yang mendalam, memikirkan apakah semua itu benar-benar terjadi atau hanya halusinasi akibat stres.
Namun, rasa dingin dan darah yang dia lihat terasa sangat nyata.
Dengan perasaan tertekan, dia berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana dia bisa terbangun di rumahnya sendiri setelah kejadian yang begitu menakutkan.