Chereads / The Guardian of Zodiac : THE OPHIUCHUS / Chapter 2 - MATAHARI RUNTUH

Chapter 2 - MATAHARI RUNTUH

Wajah Anggara masih sedikit pucat, kepalanya sakit, degup jantungnya tidak beraturan. Anggara terbangun dengan perasaan yang membuatnya tidak nyaman pagi ini.

Jam analog di meja belajar Anggara menunjukan pukul 6.20, sementara ia tidak melihat Dandra yang semalam ikut tidur di kamarnya, disampingnya.

"tumben cepat bangunnya tuh anak ... " bisik Anggara sambil mencoba berdiri, menahan sakit di kepalanya lalu menuju kamar mandi.

Anggara turun menuju ruang makan sudah berpakaian lengkap, ia masih mengenakan seragam SMP nya, putih biru dengan celana pendek, benar-benar tidak cocok dengan tubuh Anggara yang bongsor.

"pagi ang... " di ujung meja makan sudah duduk mama-nya yang sudah terlihat rapi dan siap untuk berangkat bekerja.

Anggara duduk di kursi sebelah mamanya, dengan wajah yang pucat bercampur syok.

"kamu kenapa ang ?" mamanya memicingkan mata melihat kondisi muka anaknya, Anggara sepertinya pucat, sakit.

Hanya terlihat mereka berdua di meja makan. saat ini Anggara hanya tinggal berdua hanya dengan mama nya saja. Padahal dulu suasana sarapan di meja makan ini selalu di isi dengan keceriaan.

Sebelum tragedi dua tahun lalu terjadi.

Papa dan Kakaknya tewas dalam sebuah kecelakaan mobil.

Anggara adalah anak bungsu dari dua bersaudara, kakaknya yang meninggal dalam kecelakaan bersama papanya dua tahun lalu bernama Anggini, meraka hanya berbeda usia 3 tahun.

Anggini sangat suka menggoda adik nya dengan celetukan-celetukan yang membuat suasana di meja makan ini penuh dengan canda dan tawa.

Tapi, Kecelakaan itu, mengubah semuanya, kecelakaan maut yang dialami papa dan Anggini dalam satu mobil saat itu, benar-benar membuat syok mamanya Anggara dan kebetulan saat itu, seluruh teman-teman Anggini sedang berkumpul di rumah untuk mempersiapkan suprise party ulang tahun ke 17 Anggini.

Anggara masih ingat betul kejadian saat itu.

Kue ulang tahun yang disimpan di atas meja makan sembari menantikan kedatangan Anggini, seluruh dekorasi rumah dan teman-temannya menangis saat menerima kabar kecelakaan, tepatnya sebuah tabrakan beruntun di tol yang menewaskan beberapa orang termasuk yang terparah adalah papa dan kakaknya Anggara.

Ulang tahun ke 17 Anggini sekaligus menjadi hari berpulangnya anggini bersama papanya.

Mama berdiri setelah mengibaskan dan mengelap remah roti yang ada di tangannya, lalu menyentuh bagian dahi Anggara yang kali ini benar panas, masih terasa panas, mungkin karena ulah matahari runtuh di mimpi Anggara tadi.

" kamu demam ang ..." ucap mamanya sedikit khawatir. " udah buruan di makan dulu sarapannya, mama ambilin ibuprofen" ujarnya sambil berlari kearah dapur dan segera membuka kotak obat yang menempel di dinding dekat lemari es.

Anggara mengunyah pelan - pelan roti di tangannya, wajahnya masih tertunduk lemas, yang ada dikepalanya saat ini, hanya kilasan adegan demi adegan dalam mimpinya semalam.

" kamu istirahat aja ya, ga usah berangkat dulu, masih ospek juga kan?" mamanya seakan mendengar doa Anggara semalam.

Ia malas ikut ospek.

"abis itu tidur, nanti sebelum berangkat kerja, mama buatin makanan buat kamu makan siang...".

Anggara tersenyum kecil sambil mengangguk pelan.

Setelah meneguk habis segelas susu dan kemudian meminum ibuprofen sebagai pereda demam, Anggara memutuskan untuk kembali kedalam kamarnya, sementara mama-nya sibuk memasak sesuatu untuk makan siang Anggara, sembari berkejaran dengan waktu, karena Mamanya masih harus berangkat bekerja.

Walaupun seorang single parent tapi mama-nya Anggara ini, hebat. Ia mampu meneruskan bisnis yang diwariskan oleh papanya Anggara sampai dengan saat ini, sekaligus menjadi ibu rumah tangga yang mengurus Anggara seorang diri.

Anggara sangat bersyukur memiliki ibu yang sehebat mamanya ini.

Kali ini, Anggara sudah kembali merebahkan badannya di atas kasur. Masih dengan seragam putih biru celana pendek yang menempel dibadannya.

sebuah notifikasi pesan chat masuk ke handphone-nya, ia segera mengeluarkan handphone-nya dari saku baju nya.

'berangkat bareng gak?'

Terlihat nama pengirim di pesan chat itu adalah - Dandra.

Anggara kembali menaruh handphonenya, ia tidak berusaha membalas pesan Dandra, ia tahu, Dandra toh akan tetap berangkat ke sekolah walaupun dirinya tidak membalas pesan Dandra.

Tanpa mengganti seragamnya, ia membiarkan dirinya dipeluk kasur yang membuatnya kembali mengantuk. Ada rasa trauma di kepalanya, ia takut mimpi semalam terputar lagi di tidurnya.

Suara yang terdengar berat dimimpinya semalam yang membuatnya merinding, terus terdengar di telinga Anggara

'SEBENTAR LAGI!'

"Sebentar lagi apa?" bisik Anggara dalam hati.

****************

Anggara terbangun tanpa mimpi kali ini, seragam SMP culun masih melekat di tubuhnya yang bongsor. Tenggorokannya kering seperti habis berlari, tapi kakinya tidak lelah sama sekali. Sebuah botol minum berukuran 1 liter bersamaan dengan obat penurun panas, sudah terlihat bertengger di atas meja sudut di samping kasur Anggara.

Tangannya meraba sekeliling, mencari handphone nya, seingatnya tadi ia simpan di samping bantal.

3 panggilan tak terjawab dari Dandra dan 14 notifikasi chat bertumpuk di layar hape nya.

'sakit beneran lo?' 'begadang terooos!'

2 chat dari Dandra dibacanya dengan tanpa ekspresi.

'ang, nanti siang obatnya diminum lagi ya, makan dulu, mama udah siapin makanannya di dapur' kali ini chat dari mama.

sisanya beberapa keributan di grup teman-teman SMP yang berdebat membahas masalah Ospek di sekolah masing-masing.

'kamu lagi sakit ang?'

Jarinya berhenti scroll riwayat chat di sebuah chating dengan nama kontak LIO.

Lionda Andromeda.

Lio adalah teman, atau bisa dibilang love interest nya Anggara atau cinta monyetnya semasa SMP. Padahal mereka jarang banget komunikasi, bahkan saat mereka masih satu sekolah pun, cuma obrolan mengenai tugas atau kegiatan sekolah yang kebetulan mengharuskan mereka bersama yang bisa menjembatani pertemuan atau sekedar obrolan mereka.

Tapi dari mana Lio bisa tahu kalau Anggara sakit? Lio dan Anggara sekarang sudah beda sekolah, ya walaupun di hati Anggara masih merasakan sesuatu yang hangat kalau mengingat Lio, apalagi ini Lio yang sudah tidak berkabar selama beberapa minggu tiba tiba chat dan menanyakan 'kamu sakit ang?'

'iya Li, aku lagi kurang enak badan'

'kamu tau dari mana aku sakit?'

Anggara tersenyum kecil sambil terus memandangi layar hape nya, ia menanti balasan dari Lio, tapi selama beberapa menit menunggu hasilnya - nihil. Mungkin masih sibuk di sekolahnya.

Anggara kembali menjatuhkan hape nya, ia terdiam sembari kembali menatap langit-langit kamarnya yang menyimpan banyak sekali cerita.

Tempelan berbentuk rasi bintang di langit-langit/plafond kamarnya, yang bersinar kalau lampu kamarnya mati adalah saksi bahwa masa kecilnya dengan almarhum papa-nya begitu indah. Papanya yang memasang kelap-kelip yang dibuat seperti miniatur langit, dan membentuk rasi bintang yang tersusun rapi dan sesuai dengan urutan yang tepat dan benar.

Papa nya ini memang bukan seorang ahli bintang atau astronom, atau apalah, tapi entah kenapa papa-nya sangat terobsesi dengan hal-hal yg berhubungan dengan Rasi Bintang-zodiak-mytologi yunani-nordik dan dewa dewa yunani zaman dahulu.

Beberapa poster yang menempel di dinding kamar Anggara dan pernak-pernik yang berhubungan dengan Zodiaknya juga sebagian besar adalah hadiah dari papa-nya.

Sagitarius, Anggara lahir pada tanggal 29 November 16 tahun silam.

Senyum kecil di pinggir bibir Anggara menandakan ia sedang mengingat memori tentang papa nya yang saat ini terputar di kepalanya, sampai kemudian ia dikagetkan dengan notifkasi chating dari handphone nya.

Lio

'aku mampir kerumah kamu sepulang sekolah boleh ya ang?'

Senyumnya melebar, walaupun balasan Lio tidak menjawab pertanyaan Anggara, 'dari mana lio tahu kalo dia sakit?'

Jarinya mengetik dengan cepat

'boleh li'

lalu kembali menjatuhkan handphone nya sambil tersenyum seperti mendapatkan hadiah yang sangat ia inginkan.

****************

Anggara sudah berada di depan pintu ruang tamu nya. Ia mencoba membuka satu persatu grendel pintu dari kunci yang tergantung di lubang kecil.

Demamnya sudah mereda, bahkan rasa sakit di kepalanya sudah hilang berkat obat yang di berikan mamanya dan berkat orang yang tiba-tiba datang menjenguknya, yang saat ini sudah berada di depan pintu rumahnya.

Lio sudah datang.

"masuk li" ucap Anggara sambil membukakan lebar-lebar pintu rumahnya.

Lio tersenyum dengan anggunnya bak seorang putri cantik di mata Anggara, padahal Lio hanya mengenakan seragam SMA putih abu-abu nya, tapi di mata Anggara, semuanya terlihat begitu spesial.

Lio duduk di sofa ruang tamu berwarna coklat tua, yang membentuk huruf L dengan sofa sofa kecil disekelilingnya dan dilengkapi meja kaca seukuran hampir 2 meter panjangnya.

"kamu udah pake seragam SMA?"

Dari sekian banyak pertanyaan di kepala Anggara, akhirnya kalimat itu yang terlontar dari mulutnya.

Lio tersenyum seraya menaruh bungkusan, mungkin makanan, di meja kaca di depannya.

"iya di sekolahku ospeknya cuma sehari." jawab lio.

Suasana berubah canggung dan hening seketika. Anggara tidak sadar, sedari tadi dia menatap Lio tanpa berkedip, sementara Lio salah tingkah, ia memutar bola matanya mencari tahu apa yang salah dari dirinya

"Anggara ... " Lio memecah keheningan sekaligus mengagetkan Anggara seketika. "kamu...." kalimatnya terhenti ketika melihat Anggara yang salah tingkah kali ini.

Sementara Anggara berfikir sambil berusaha mengalihkan matanya dari bibir Lio.

Seperti ada yang kurang, tapi apa?

Astaga! Anggara belum menyediakan minum untuk Lio.

"kamu, mau minum apa Li?" Anggara cengengesan sambil sedikit menutupi rasa malu nya lalu berjalan meninggalkan Lio dan masuk ke arah dapur yang terpisah sekat tembok dari ruang tamu yang menyatu dengan ruang keluarga.

Padahal baru beberapa minggu saja mereka tidak bertemu, tapi Anggara merasa, perubahan yang begitu signifikan dari diri Lio. Lebih cantik dewasa, anggun. ah, karena memang Anggara sangat mengagumi Lio dari SMP mungkin.

Anggara membawakan segelas jus jambu cantik yang dihias diatas sebuah nampan yang pastinya ia berusaha menghias semua itu agar terlihat lebih cantik.

Pertemuan yang benar-benar di luar digudaan Anggara, tapi percaya tidak percaya, sejak Anggara mengagumi Lio, dan sejak Anggara tahu bahwa jus jambu adalah minuman favorit lio, ia jadi sering meminta mama nya untuk menyediakan Jus Jambu siap minum di kulkasnya. Padahal saat SMP saat mereka bersama saja, Lio jarang banget main ke rumah Anggara.

"diminum Li" Ucap Anggara sambil menaruh Jus Jambu favorit Lio dimeja.

Lio tersenyum, pelan sekali ia mengatakan terimakasih

"Anggara, maaf aku cuma bawa ini buat nengok kamu." ucap Lio seraya menyodorkan bungkusan plastik yang dari tadi tersimpan di atas meja.

"makasih li... " ucap Anggara sambil tersenyum tapi tidak lantas membuka bungkusannya.

"Anggara kamu...baik baik aja kan?" Lio mencoba sedikit mencairkan suasana setelah ia sedikit meneguk jus jambu cantik dengan pernak pernik yang dibuat oleh Anggara.

"oh... aku udah baikan kok, mama kasih aku obat tadi" jawab Anggara seraya membuka bungkusan yang berisi croffle.

"eh aku buka ya li..."

Lio mengangguk sambil tersenyum.

sekotak croffle berisi 4 pcs dengan saus madu diatasnya ditaburi coklat batangan yang dipotong-potong kecil, terlihat sangat manis, semanis Lio.

Keduanya saling bertemu mata sebentar, Anggara terlihat begitu bahagia sementara Lio masih dengan anggunnya tersenyum kecil.

"ANG ! PINTU NYA KOK KEBUKA?!" sampai tiba tiba mereka di kagetkan oleh teriakan seorang Dandra yang berlari tergopoh-gopoh, masih dengan seragam sekolahnya yang ia gunakan dengan wajah setengah panik.

****************

Suasana di ruang tamu Anggara sudah tidak lagi canggung, teriakan Dandra sudah menghangatkan sekaligus membuat kesal Anggara.

wajahnya ditekuk, matanya sinis menatap Dandra yang masih nyengir kuda di pintu masuk, Dandra ragu apakah ia harus masuk atau balik ke rumahnya.

"ngapain sih teriak!" ucap anggara sedikit sinis.

kali ini mata Dandra melirik ke arah tamu cantik yang duduk di hadapan Anggara, Dandra sudah kenal, karena Lio adalah adik kelas nya waktu SMP, mereka semua pernah satu sekolah di SMP yang sama, ya walaupun Dandra lulus lebih dulu, tapi siapa sih yang gak kenal Dandra, si troublemaker biang ribut, kadang yang jadi provokator, terkenal banget deh.

"eh ada Lio.... " ucap Dandra sambil nyengir.

Lio tersenyum sambil berbisik kecil "kak dandra..."

"wuih... udah putih abu abu ... " kali ini Dandra sedikit demi sedikit berjalan mendekati mereka lalu mencari posisi duduk ikut bergabung sebagai tamu tak diundang, nyamuk antara Anggara dan Lio. "WUIHHH ada croffle..." ucap Dandra lagi sambil mengambil satu croffle yang masih terlihat cantik di dalam kotak, tanpa persetujuan Anggara atau Lio, ia segera memasukan croffle berukuran genggaman tangannya sekaligus ke dalam mulutnya.

Muka Anggara makin ditekuk. Sempat ada gerakan tangan yang mencoba melarang dari Anggara dan Lio secara bersamaan, tapi sama sekali tidak digubris oleh Dandra yang kelaparan pulang sekolah.

"Laper ang... tadi motor gw mogok " ucap Dandra dengan mulut penuh croffle.

Anggara menghela nafas mencoba menetralkan kembali ekspresi wajahnya.

"maaf ya li... maklum Dandra ini kelaparan, ga ada siapa-siapa dirumahnya dia sebatang kara" ucap Anggara menyindir Dandra yang seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi kesulitan karena mulutnya penuh.

"heh! orang tua gw masih ada, cuma emang ga tinggal bareng gw aja!" protes Dandra yg sudah menelan sebagian croffle nya. "sibuk mereka orang sibuk" lanjutnya sambil berusaha menelan sisa croffle dimulutnya.

Lio seperti ingin tersenyum tapi entah kenapa ada ekspresi ketakutan diwajahnya.

"sama aja, sebatang kara namanya... " balas ejek Anggara.

"ya... tapi.... kan lu juga seneng kalo gw sendiri... " balas Dandra yang hampir saja meminum jus jambu Lio, untung Anggara segera mengeluarkan jurus kepretan maut ke tangan Dandra. "ang... besok make mobil aja dah ke sekolah..." ucap dandra kali ini sambil berdiri lalu berjalan ke arah dapur, seperti rumah sendiri.

Lio menyaksikan dua sahabat yang absurd ini, Anggara berkali kali tersenyum seperti sungkan atau malu ke arah Lio.

"maaf ya li, dandra emang gitu..." ucap Anggara dan hanya di balas senyum kecil oleh Lio.

"kamu kenapa li?" Anggara menyadari ekspresi wajah Lio yang berubah kali ini, matanya terus-terusan menatap ke arah dapur atau mungkin ke arah dandra berjalan masuk.

"oh... eh ang.... aku, " kalimatnya terbata bata.

kemudian terpotong oleh Dandra yang kembali ke ruang tamu dengan segelas air putih ditangannya. "capek gw mogok udah 4x seminggu ini" lanjut Dandra yang masih membahas motor hadiah ulang tahun papanya Dandra saat Dandra menginjak kelas sepuluh SMA dulu.

Dandra kembali bergabung dengan Anggara dan Lio, ia duduk disamping Anggara di ujung sofa.

"emang boleh bawa mobil kesekolah?" tanya Anggara yang kali ini sudah kehabisan obrolan. sementara Lio makin terlihat gelisah.

"Boleh lah kan gw dah punya SIM, lagian kasian mobil papah nganggur aja di garasi..."lanjut Dandra.

"Ang... aku... pamit pulang ya..." tiba tiba Lio yg terlihat gelisah membuka suara sambil tertunduk.

"loh... " ucap Dandra, "uhuk..." diselingi batuk kecil "kan baru ketemu ... uhuk... lagi sama anggara..." lanjut Dandra sambil memegangi dadanya seperti ada yg mengganjal.

Anggara terdiam tidak bereaksi.

Lio berdiri sambil menunduk seperti terburu- buru. "ang... "

Dandra menyenggol Anggara yang masih terdiam, lalu mereka berdiri bersamaan.

Kejadian selanjutnya, Dandra yang ikut berdiri disamping Anggara tiba tiba saja...

bruk.....

terjatuh tanpa aba-aba.

Dandra Ambruk, seperti patung, kaku, tepat terjatuh di badan Anggara yang segera berjingkat menahan tubuh Dandra yang sudah kaku seperti es.

Anggara panik, otaknya memproses mencoba berfikir, apa yang sebenarnya terjadi dengan Dandra. Matanya memicing ke arah Lio kali ini, tatapan curiga sekaligus tidak percaya, apa benar croffle yang dimakan Dandra beracun? croffle yang dibawa Lio? atau memang Dandra terserang suatu penyakit, serangan jantung mungkin?

Tapi anggara seperti diyakinkan bahwa penyebabnya adalah Croffle yang di bawa Lio. tingkah Lio yang membuat Anggara berkesimpulan seperti itu.

ya, Wajah panik Lio lah yang membuat Anggara yakin. Wajahnya seakan makin memerah, sesaat kemudian Lio mempercepat langkahnya mencoba keluar dan lari beberapa langkah menuju pintu keluar, Anggara dibuat kebingungan antara ingin mengejar Lio atau mencoba menolong sahabatnya yang sudah kaku, dingin sedingin es.

sebelum Lio berhasil keluar, Anggara dengan keras membentaknya LIO! dan langkahnya terhenti, tepat di depan pintu keluar, padahal selangkah lagi mungkin Lio bisa kabur, entah apa yang membuatnya ingin kabur.

Matanya terlihat seolah kaget, Lio menghentikan langkahnya bukan karena bentakan dari Anggara, tapi seseorang di depan pintu rumah Anggara yang memaksa ia berhenti dan kembali mundur pelan-pelan.

Lio hampir jatuh saat ia mundur perlahan-lahan, Anggara menyaksikan dengan mengerutkan keningnya.

Ada seseorang yang berjalan masuk seperti menghadang Lio yang ingin keluar, dan kali ini, Logika Anggara benar-benar di buat Bodoh.

"DANDRA!"

Anggara sepuluh kali lebih panik dari sebelumnya, ia melihat dengan kepala dan matanya sendiri, Dandra yang ia kenal, Dandra yang lain, Dandra dengan jaket merah kehitaman berjalan pelan-pelan menghadang Lio yang ingin kabur dan kembali masuk kedalam.

Ada dua Dandra di ruang tamunya!

****************