Selamat membaca guys, semoga kalian suka. Maaf ya kalau ada typo-typonya ^-^
Note kalimat miring+tanda petik satu itu pakek bahasa isyarat ya dan kalo kalimat miring+bold suara batin ^-^
.
.
Setelah sampai di restaurant, ia tadi sempat membantu adhisti untuk menemukan salah satu pelayan untuk menujukan tempat yang sudah di pesan oleh temannya. Lalu ia langsung masuk ke ruang kerjanya, kebetualan saat itu dipta sudah ada di ruangannya.
'Gimana? Sama aja kayak yang di café tadi?' Tanyanya pada dipta yang sudah memeriksa laporan keuangan. Dipta menganggukan kepalanya pelan, lalu memijat bagian tengah hidungnya yang dekat mata.
'Ya, sama saja. Ini lebih parah dari pada yang di café tadi.' Dipta merasa jika kepalanya akan meledak detik ini juga saat memikirkan kerugian uang café dan restaurant.
'Kita langsung serahin ke polisi aja kali ya dip. Bukti yang aku dapetin dari cctv sm rekaman suara itu, kayaknya sudah cukup.' Sama halnya dengan dipta, mahesa juga sama lelahnya dengan masalah keuangan ini. Dia sempat berfikir apa dia terlalu percaya pada orang itu, sampai orang itu bisa menilap uang segitu banyaknya.
'Bisa laporin sekarang juga. Tapi sa, keuangan café mungkin masih bisa kendaliin, tapi untuk restaurant ini susah. Selisinya jauh banget.' Dipta saja bingung bagaimana caranya menutupi kerugian sebesar ini.
'Untuk masalah ini aku bakalan diskusiin sama ayah aja, aku sendiri juga bingung buat nutupin kerugiannya.' Mahesa menghela nafas berat, mau tidak mau dia harus meminta bantuan sang ayah untuk masalah ini.
'Oke deh kalau begitu.'
…
"Agni, kamu dipanggil sama bos." Ucap salah satu pelayan yang di tugaskan oleh dipta untuk memanggil temannya yang bernama agni.
"Eh sekarang?" Tanya agni pada temannya itu.
"Ya, sekarang lah" Ucap temannya sewot. Padahal udah jelas banget dia bilang di panggil, bukan bilang besok di suruh nemuin bos.
"Biasa aja dong he he he, yaudah akum au ke ruangan bos. Kamu tolong gantiin aku nganter pesanan ini ke meja nomer 19 ya." Setelah mendapat jawaban dari temannya, ia pun bergegas keruangan sang bos.
…
'Kalian nyiapin acara ini dari kapan? Perasaan tadi kita masih ketemu deh?' Adhisti menatap kedua sahabatanya dengan tatapan penasaran. Kavin dan mara saling memandang, lalu mereka dengan kompak tertawa canggung.
"Sebenernya ini rencana dadakan tau dhis. Tadi khawatir banget sebenernya kalau bakalan gagal." Ucap kavin dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dan mara menganggukan kepalanya setuju.
"Iya ini sebenernya dadakan banget kok rencananya, bahkan tadi aku sama dia lebih banyak ributnya." Mara tersenyum tipis memandang adhisti yang menggelekan kepalanya maklum mendengar ini.
'Tapi kalian berhasil kok, aku kira tadi kalian mau bahas sesuatu yang penting dan gak ada pemikiran kalau kalian bakalan ngasih aku kejutan.' Adhisti melihat sekeliling ruangan yang telah dihias dengan cantik, walaupun itu adalah rencana dadakan. Ia sangat bersyukur mendapatkan kedua sahabat yang baik dan mau menerima kekurangannya. Mereka bahkan akan menjadi garda terdepan untuk melindunginya dari orang-orang jahat.
Mereka melanjutkan mengobrol sebentar, sebelum akhirnya memutuskan pulang. Saat akan sampai di pintu keluar, adhisti sempat menoleh melihat sekitar. Ia tengah mencari mahesa yang tadi dating bersamanya. Tetapi saat melihat sekitar ia tidak dapat menemukannya dan kecewa dengan itu.
Mara yang sadar jika adhisti tiba-tiba berhenti, berbalik dan bertanya pada adhisti, "Siapa yang kamu cari dhis?" Tanya mara, membuat adhisti kembali sadar.
'Bukan siapa-siapa kok.' Tersenyum tipis, lalu melanjutkan perjalannya untuk keluar dari restaurant tersebut. Tanpa adhisti sadari, orang yang tengah ia cari menatapnya dari lantai 2.
…
Mahesa saat ini tengah berada di rooftop restaurantnya, ia tengah melamun memikirkan banyak masalah yang datang secara bersamaan. Ia juga tengah bimbang tentang perkataan sang ayah siang tadi. Ia binggung akan setuju atau tidak. Dia punya keinginan untuk bisa mendengar, tetapi ia juga takut mendengar perkataan-perkataan jahat itu lagi.
Apa yang dialami oleh mahesa saat masih kecil, membuatnya memiliki trauma dan anxiety disorder yang lumayan parah. Beberapa kali mahesa ditemukan oleh arya pingsan di kamarnya, karena hal ini. Dan hal ini pula yang membuat arya menjadi ayah yang sangat protektif pada anaknya terkadang.
'Huft kenapa tuhan memberikan cobaan-cobaan yang datang silih berganti seperti ini.' Batin mahesa, jujur saja ia ingin menyerah rasanya. Ia lelah dengan semua keadaan ini, tapi ia juga tidak bisa meninggalkan sang ayah sendirian.
'Ibu andai aku tidak terlahir dari rahimmu, mungkin masalah ini tidak akan menimpaku. Aku benci ibu, aku benci ibu lebih memilih manusia itu dibandingkan keluarga ibu sendiri. Aku berharap, aku tidak akan pernah bertemu ibu lagi seumur hidup ini.' Mahesa menangis, dadanya teramat sesak saat otaknya memutar lagi kilasan-kilasan rasa sakit itu.
…
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu yang membuat fokus dipta jadi teralikan. "Masuk" Ucapnya pada orang yang mengetuk pintu.
Cklek
"Oh om arya?" Ucap dipta saat melihat jika yang mengetuk pintu tadi adalah ayah dari mahesa.
"Mahesa gak di sini dip?" Tanya arya saat melihat sekeliling tidak mendapati sosok anaknya.
"Mahesa tadi keluar duluan om, mungkin ada di rooftop tempat biasa om." Jawab dipta, sambil mengingat-ingat tempat yang biasanya akan dikunjungi oleh temannya itu, jika dalam suasana hati yang buruk.
"Oh yaudah om mau nyari mahesa dulu. Sama ini ada indra naaratama yang akan membantu untuk mengurus masalah keuangan restaurant ini." Ucap arya sambil mengenalkan seorang pemuda yang berdiri di belakangnya. Dipta melihat pemuda itu sedikit terkejut, karena ia tadi tidak melihatnya sama sekali. Mungkin karena tertutupi badan ayah mahesa, jadi ia tidak menyadari ada orang lain.
"Baik om. Perlu aku tunjukin tempatnya gak om?" Tanya dipta pada arya. Bukannya apa-apa, ayah mahesa ini jarang sekali menginjakan kaki di restaurant ini. Jadi ia takut jika ayah mahesa ini nyasar.
"Oh tidak usah, kamu sibuk dipta. Om tau kok tempatnya." Setelah mengatakan ini arya menganggukan kepalanya pada dipta dan pergi dari ruangan tersebut.
…
"Eh putri cantik bunda udah pulang?" Tanya bunda saat melihat putri cantiknya baru saja masuk ke rumah. Adhisti tersenyum dan menganggukan kepalanya, lalu berjalan ke arah sang bunda yang duduk di ruang tamu.
"Gimana mainnya sayang? Kamu capek gak?" Ini adalah rutinitas bunda, saat anakanya habis keluar bermain. Ia akan menanyakan bagaimana acara mainnya dan lain sebagainya.
'Seru bunda, mara sama kavin tadi ngasih adhisti kejutan. Mangkanya dia ngajak adhisti buat main keluar lagi.' Cerita adhisti pada sang bunda dengan semangat. Bunda yang melihat anaknya Bahagia, ia juga ikut bahagia.
"Bahagia banget kelihatannya putri bunda. Kamu bersih-bersih sana gih, habis itu istirahat aja." Ucap bunda sembari mengelus kepala anaknya itu.
'Oke bunda, adhisti ke kamar dulu kalau begitu. Selamat malam bunda.' Adhisti mencium pipi bunda, lalu pergi menuju kamarnya untuk bersih-bersih.
.
.
Hallo gaes i'm back, gmna nih kalian suka gak sama ceritanya? oh ya jangan lupa bintang dan follow aku ya, see you gaes ^-^