"IBU!" Aku berteriak, suaraku penuh ketakutan saat aku berlari ke arah tempat ibuku berbaring di ranjang, masih batuk, blus putihnya kini ternoda darah.
Aku menyaksikan dengan ngeri saat batuk ibu berubah menjadi konvulsi yang hebat. Panik mengalir melaluiku saat aku menyadari betapa seriusnya situasi ini. Semuanya mulai serius dan aku tidak tahu harus berbuat apa.
Aku menatap pintu dengan nada putus asa dalam suaraku. "TOLONG! ADA YANG BISA TOLONG, TOLONG!" Aku memanggil dengan panik, suaraku bergetar saat aku mendesak para pelayan untuk segera datang dan memanggil tabib.
Madea segera datang melalui pintu, perlahan mendorongku menjauh dari ibu yang tidak berhenti mengalami konvulsi. Air mata mengalir di wajahku saat aku duduk di sudut ruangan, merasa sangat tidak berdaya. Aku hampir tidak bisa mengenali wanita yang merintih kesakitan di hadapanku sebagai ibuku. Pikiran kehilangan dia, saat kami baru mulai menghabiskan waktu berharga bersama, tidak dapat aku terima.