Chereads / Cinta Seorang Lycan / Chapter 5 - JIWA (2)

Chapter 5 - JIWA (2)

```

Setiap kali saya melihat sepasang kekasih yang sedang bergandengan tangan, atau hanya duduk bersama, saya memalingkan pandangan. Bukan karena saya benci melihat mereka yang sedang dimabuk asmara. Tapi karena hal itu mengingatkan saya pada sebuah pertanyaan yang tidak ada yang bisa menjawab... "Di mana pasanganku?"

-Anonim-

**************

Bunyi klakson mobil yang marah terdengar dari sekeliling mobil-mobil yang terpaksa berhenti untuk menghindari tabrakan beruntun yang mungkin terjadi.

"Torak!" Raphael memarahinya dengan tajam. Pemandangan di depan mereka bergulir seolah-olah hanya bisa dilihat di film. Pemandangan itu membuat penglihatan mereka memburam sesaat.

"Panggil aku dengan benar!" Torak mendengus dengan nada Alpha-nya.

Saat mendengar suara berwibawa dari alpha mereka, Raphael dan Calleb tidak bisa membantu diri mereka sendiri selain menundukkan kepala dalam sikap patuh. Mereka berhati-hati agar tidak menyinggung, tapi terkejut dengan amukannya yang tiba-tiba.

Nada Alpha bukanlah lelucon, apalagi dari yang berwibawa. Serigala dari pangkat yang lebih rendah tidak akan dapat menahannya. Akibat menolak nada Alpha sama dengan siksaan fisik bagi mereka. Dan tidak ada satu pun di antara Raphael dan Calleb yang menginginkan hal itu terjadi pada mereka.

"Ya Alpha..." Keduanya berkata secara serentak dengan sempurna.

Torak bersandar ke belakang di kursinya dan membiarkan Raphael mengambil alih kemudi lagi. Matanya masih hitam, sehitam malam yang pekat.

Jalan yang Torak pilih adalah jalan lurus panjang, sehingga sepanjang perjalanan Raphael terhindar dari upaya alpha-nya untuk merebut kemudi lagi.

"Torak Tertinggi—kami memiliki pertemuan lain dengan Alpha Romulus dalam dua puluh menit lagi dan rute ini—" Calleb mencoba mengingatkannya dengan nada ragu-ragu dan gugup. "—adalah arah yang berlawanan."

Namun Torak tidak memperdulikan suaranya karena matanya tetap fokus pada jalan di depan.

Raphael sangat tahu bahwa tidak ada yang bisa berkata lain ketika serigala Torak mengambil alih kendali.

Serigala mereka ganas, buas dan bagian paling berbahaya dari diri mereka, sehingga mereka perlu mengendalikan binatang mereka sepanjang waktu. Mereka hanya membiarkan serigala mereka muncul ke permukaan saat mereka membutuhkannya untuk perlindungan atau agresi.

Terakhir kali serigala Torak mengambil alih kendali adalah ketika ada kawan yang menumpahkan darah.

"Apa yang harus saya lakukan?" Calleb melontarkan pertanyaannya kepada Raphael. Karena Alpha menolak menjawabnya, maka bertanya kepada Beta adalah pilihannya berikutnya.

Sekali lagi Raphael melihat Torak dari kaca spion belakang. Wajahnya yang dingin dan acuh memberikan peringatan bahwa dia tidak akan peduli dengan apa pun pada saat ini.

Pada akhirnya Raphael menggelengkan kepalanya dan berkata dengan suara normal, supaya Torak bisa mendengarnya. "Batalkan." Dia menunggu sesaat untuk melihat apakah Torak memberikan indikasi untuk mengatakan sebaliknya. Namun, ketika dia tetap tidak bergerak, Raphael menghela nafas dan memberikan tanda kepada Calleb untuk melanjutkan.

Anak bising itu mengeluarkan ponselnya dari saku dan menekan sebuah nomor, pada deringan ketiga seseorang mengangkat telepon dan Calleb berbicara dengan suara yang sopan yang tidak cocok dengan dirinya yang biasa.

Setelah menutup telepon, Calleb mencuri pandang ke Torak melalui kaca spion dan memindahkan pandangannya ke Raphael. "Jadi?"

Raphael hanya memberikan pandangan sebelum kembali memusatkan perhatiannya pada jalan di depan mereka.

Suasana di dalam mobil menjadi sangat tegang dengan kemunculan serigala Torak ke permukaan, Calleb belum pernah melihat Torak yang mengamuk seperti sekarang ini, namun kisah-kisah yang dia dengar tentang hal itu sudah cukup untuk membuat bulu kuduknya merinding, hingga rambutnya berdiri dengan mengerikan.

Jalan yang panjang membawa mereka keluar dari kota menuju kota pinggiran terdekat. Mereka berada di jalan sempit ketika Calleb tidak bisa lagi menahan dirinya untuk tetap diam.

"Torak Tertinggi," Calleb memalingkan kepalanya dan memanggilnya dengan cemas sambil menggaruk hidungnya. "Kita sebenarnya mau ke mana...?" Suara ragu-ragunya bercampur dengan kecanggungan dan ketakutan yang jelas.

Dia menunggu jawaban dengan harapan, tetapi ketika tidak ada jawaban dari Torak, dia menghela nafas dan memalingkan pandangannya kembali ke jalan yang hampir kosong dan gelap itu.

Hujan gerimis turun saat mereka melintasi jalan yang lebih ramai.

"Torak Tertinggi, bisakah Anda memberi tahu kami tujuan Anda membawa kami ke sini? Agar setidaknya, saya bisa mempersiapkan diri jika kita hampir mendekati kemungkinan skenario di mana kita perlu berkelahi..." Calleb bergumam sambil menopang dagunya dengan telapak tangan sambil melihat toko-toko yang masih buka walau sudah mendekati tengah malam.

Di sisi lain Raphael menatapnya tajam, hal terakhir yang dia inginkan adalah memprovokasi Torak. Hanya Tuhan yang tahu apa yang akan dia lakukan ketika dia benar-benar kehilangan kendali.

Mereka mengira Torak tidak akan menjawab pertanyaan rewel Calleb, tapi, kejutan bagi mereka, ekspresi kaku Torak sedikit melunak saat dia berkata.

"Untuk bertemu dengan pasanganku."

```