"Gaome, cepat bangun. Nanti kita terlambat di upacara penyambutan" ucap Amar dengan nada panik.
"Hah? Sekarang jam berapa? Tumben banget aku kesiangan" jawabku dengan panik.
Kami berdua langsung bergegas membersihkan diri dan mengenakan seragam. Untung saja di malam sebelumnya sudah ku siapkan seragam. Tumben sekali aku bisa kesiangan seperti ini, padahal aku juga sudah tidur lebih awal.
"Ayo, kita lari aja. Takutnya nanti terlambat" ucap Amar.
"Iya. Haduh, bisa-bisanya di hari pertama kita terlambat" sahutku.
"Hahaha, aku malah senang sih. Yah kalaupun kita dihukum, santai aja kali" ujar Amar.
Aku maunya di hari pertama itu mempunyai kesan yang baik. Kalau di hari pertama saja sudah terlambat seperti ini, aku gatau harus berpikir seperti gimana. Tapi yah setidaknya ada Amar yang menemaniku.
"Stop. Kalian tidak boleh memasuki barisan. Kalian harus berbaris disini" ucap penjaga dengan nada tegas.
"Yah, kita telat. Maaf yah Amar" ucapku sambil menghela nafas dengan cepat.
"Ala, santai aja. Lagipula bisa-bisanya kita berdua bangun kesiangan" sahut Amar.
"Aku juga ga ngerti. Biasanya aku bangun pagi" ujarku.
"Mungkin karena capek dalam perjalanan. Ini pertama kalinya kamu melakukan perjalanan jauh kan?" tanya Amar.
"Iya juga sih. Tapi tetap saja" jawabku.
"Udah, gapapa. Aku sih ga ambil pusing" timpa Amar.
Kami berdua berbaris di barisan murid yang terlambat dan tetap mengikuti upacara penyambutan untuk murid baru. Aku menyimak pidato dari kepala akademi Invicta. Yah seperti pidato pada umumnya tentang penyambutan murid baru. Tak lama kemudian, upacara penyambutan pun selesai.
"Baiklah, karena kalian masih baru di akademi ini, bapak lepaskan kalian. Tapi di lain waktu, bapak akan menghukum kalian jika terlambat dalam upacara. Sekarang, bubar" ucap bapak penjaga.
Kami berdua langsung memasuki aula. Semua murid baru akan dibagikan kelas secara langsung dengan cara menyebut nama murid lalu menyuruhnya untuk berbaris di garis yang telah ditentukan. Ini adalah momen yang menegangkan. Apakah aku dapat sekelas dengan Amar? Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku tidak sekelas dengan Amar. Namaku pun terpanggil. Aku masuk di kelas 1 A. Jika dipikir-pikir, sepertinya kelas 1-A merupakan kelas unggulan. Ugh, kenapa aku bisa memasuki kelas ini? Dan ternyata Amar masuk di kelas B. Ya sudahlah, setidaknya di kantin dan kamar kita masih bisa bertemu.
Setelah pembagian kelas, seluruh murid memasuki kelasnya masing-masing. Karena aku tidak terlalu paham dengan aturan kelas, jadi aku duduk di bangku yang sekiranya kosong. Tak lama kemudian ada seorang guru memasuki kelas.
"Baiklah, semuanya duduk. Saya adalah Lars Egbert, wali kelas kalian. Ketika saya panggil, kalian langsung memperkenalkan diri kalian" ucap seorang guru.
Satu persatu Mr. Lars menyebut nama murid yang ada di kelas 1-A. Aku berusaha mengingat semua nama mereka. Dan akhirnya giliran ku pun tiba.
"Namaku adalah Gaome Aratta. Aku berasal dari sebuah desa terpencil. Aku berharap bisa berhubungan baik dengan kalian" ucapku dengan lantang.
Entah kenapa, suasananya berubah menjadi suram. Mungkin ini yang dikatakan oleh Amar sebelumnya. Ugh, memikirkan hal itu, aku jadi ingin bertemu dengan Amar. Entahlah apakah aku akan kuat di kelas ini. Lalu tiba-tiba, ada seseorang yang mengangkat tangan.
"Maaf, Mr. Lars. Apa dia tidak salah masuk kelas?" ucap seorang murid laki-laki dengan rambut berwarna biru dongker dan mata berwarna biru langit.
"Benar, bukankah kelas ini hanya menerima murid dengan kekuatan khusus?" imbuh seorang murid perempuan dengan rambut berwarna merah dan mata berwarna hitam.
"Huh, hal ini pasti selalu terjadi. Saya tidak punya wewenang untuk memasukkan murid di kelas ini. Semuanya sudah menjadi keputusan kepala Akademi Invicta. Apakah kalian meragukan keputusan kepala Akademi Invicta?" jawab Mr. Lars dengan nada sinis.
Semua murid terdiam. Tidak ada seorang pun yang berani membalas apa yang telah diucapkan oleh Mr. Lars. Yah kalau aku memang tidak bisa berteman dengan mereka, ya sudahlah. Aku cukup harus bertahan saja sampai istirahat ataupun pulang. Lagipula, aku juga malas berurusan dengan orang-orang yang meremehkanku.
Setelah sesi perkenalan selesai, Mr. Lars menunjuk salah satu murid untuk menjadi ketua kelas 1-A. Lalu, Mr. Lars meninggalkan kelas. Entah mengapa aku merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.