Hari-hari berikutnya terasa seperti mimpi buruk bagi Kael. Ia berjalan tanpa tujuan, tubuhnya semakin lemah karena kelaparan dan kelelahan. Ia mencoba mencari buah-buahan atau hewan kecil untuk dimakan, tetapi hutan itu tampak enggan memberikannya apa pun. Bahkan kemampuan melihat statusnya tidak banyak membantu dalam situasi ini. Status kelinci hutan yang ia lihat sebelumnya memang menyebutkan "Dapat Dimakan", tetapi bagaimana cara menangkapnya? Kael tidak memiliki senjata atau alat apa pun. Rasa lapar yang menggerogoti perutnya membuat kepalanya semakin berdenyut.Pada malam ketiga, saat ia hampir menyerah, ia melihat cahaya samar di kejauhan. Dengan sisa-sisa tenaganya, ia menyeret dirinya menuju cahaya itu, berharap menemukan pertolongan. Saat ia semakin dekat, ia melihat sebuah pondok kecil yang terbuat dari kayu dan batu, dengan cahaya hangat yang memancar dari jendela. Asap tipis mengepul dari cerobong asap, membawa aroma masakan yang menggugah selera.Dengan ragu-ragu, Kael mendekati pondok itu dan mengetuk pintu. Tidak ada jawaban. Ia mencoba lagi, kali ini dengan sedikit lebih keras. Pintu terbuka perlahan, menampakkan seorang gadis muda dengan rambut pirang panjang yang diikat ekor kuda dan mata biru yang cerah. Ia mengenakan jubah sederhana berwarna hijau lumut, dan di tangannya terdapat sebuah buku tebal dengan sampul kulit yang tampak usang."Siapa kamu?" tanya gadis itu, suaranya lembut namun tegas."Namaku... Kael," jawab Kael dengan suara serak. "Aku tersesat di hutan. Bisakah kau membantuku?"Gadis itu menatap Kael dengan tatapan menilai, memperhatikan pakaiannya yang compang-camping, wajahnya yang pucat karena kelelahan, dan tubuhnya yang kurus kering. Lalu, ia melangkah ke samping, mempersilakan Kael masuk."Namaku Elara," katanya sambil menutup pintu. "Mari, duduklah di dekat perapian. Kamu pasti kedinginan dan lapar."Kael duduk di kursi kayu yang ditunjukkan Elara, merasakan kehangatan api yang menenangkan otot-ototnya yang kaku. Elara memberinya semangkuk sup hangat yang harum dengan rempah-rempah dan sepotong roti gandum yang baru dipanggang. Kael melahap makanan itu dengan rakus, merasa seolah-olah ia belum makan selama berhari-hari.Setelah makan, Kael merasa lebih baik dan mulai bercerita pada Elara tentang bagaimana ia terbangun di hutan tanpa ingatan. Ia tidak menyebutkan tentang kemampuan anehnya melihat status, setidaknya belum."Aku tidak tahu bagaimana aku bisa sampai di sini," kata Kael, suaranya sedikit bergetar. "Aku tidak ingat apa-apa tentang masa laluku."Elara mendengarkan dengan penuh perhatian, matanya dipenuhi rasa iba. Ia menuangkan secangkir teh herbal hangat untuk Kael dan duduk di kursi di seberangnya."Jangan khawatir, Kael," katanya dengan senyum menenangkan. "Kamu aman di sini. Aku akan membantumu semampuku."Elara adalah seorang penyihir, dan ia menjelaskan kepada Kael tentang dunia Eterra, tempat mereka berada. Ia menceritakan tentang sihir yang mengalir di setiap sudut dunia ini, tentang monster-monster menakutkan yang bersembunyi di balik bayangan, dan tentang berbagai ras yang menghuni dunia ini, mulai dari manusia, elf yang anggun, kurcaci yang ulet, hingga orc yang kuat. Kael mendengarkan dengan penuh minat, merasa seolah-olah ia memasuki dunia baru yang penuh dengan keajaiban dan bahaya.Saat Elara berbicara tentang berbagai makhluk di hutan, Kael tak sengaja menatap seekor kucing gemuk berwarna oranye yang sedang tidur di dekat perapian. Tiba-tiba, serangkaian kata-kata muncul di atas kepala kucing itu:
Kucing Hutan Oren Level 2 HP: 15/15 Status: Kenyang, Santai
Kael terkejut dan tanpa sadar berseru, "Tunggu, apa itu?"Elara menatapnya dengan bingung. "Apa maksudmu?"Kael menunjuk ke arah kucing. "Di atas kepalanya... ada kata-kata."Elara mengikuti arah telunjuk Kael, tapi ia tidak melihat apa-apa. "Aku tidak melihat apa-apa, Kael," katanya.Kael menyadari bahwa ia mungkin telah mengungkapkan sesuatu yang seharusnya ia rahasiakan. Namun, ia merasa bahwa ia bisa mempercayai Elara. Dengan ragu-ragu, ia menceritakan tentang kemampuannya melihat status, menjelaskan bagaimana ia bisa melihat informasi tentang makhluk hidup seperti level, kesehatan, dan bahkan status emosional mereka.Elara mendengarkan dengan takjub, matanya membelalak karena terkejut. "Kemampuan melihat status? Itu sangat menarik," katanya. "Aku belum pernah mendengarnya sebelumnya. Ini seperti... seperti sihir yang belum pernah kulihat."Kael merasa lega karena Elara tidak menganggapnya gila. Ia merasa bahwa ia telah menemukan seseorang yang bisa ia percaya di dunia yang asing ini. Sebuah harapan baru mulai tumbuh di hatinya. Mungkin, dengan bantuan Elara, ia bisa menemukan jawaban atas semua pertanyaannya dan mungkin, suatu hari nanti, ia bisa kembali ke rumah.