Kitan adalah seorang karyawan di sebuah mini market kecil di pinggiran kota. Hari itu, suasana toko sedang ramai karena banyak pelanggan yang berbelanja. Di tengah keramaian itu, sebuah insiden lucu tak terduga terjadi.
Devia, seorang gadis muda baru saja lulus sekolah, memasuki mini market itu dengan langkah-langkah yang agak canggung. Dia bersemangat untuk melamar pekerjaan pertamanya. Namun, belum lagi ia menyapa petugas kasir, langkahnya tersandung pada tumpukan barang dan hampir jatuh ke depan Kitan, yang sedang mengatur rak-rak di sebelah sana.
Kedua mereka saling bertatapan, wajah mereka memerah karena kejadian yang lucu ini. "Maafkan aku," ucap Devia sambil tersenyum malu-malu.
Kitan membalas senyum itu dengan hangat. "Tidak apa-apa. Anda baik-baik saja?" tanyanya sambil membantu Devia mengumpulkan barang-barang yang tumpah.
Dari kejadian itu, mereka mulai saling mengenal. Kitan terkesan dengan semangat dan kerendahan hati Devia, sementara Devia tertarik dengan kepandaian dan kecerdasan Kitan. Keduanya tidak menyadari bahwa ini adalah awal dari petualangan yang penuh warna dalam kehidupan masing-masing.
Beberapa hari setelah wawancara, Devia menerima telepon dari manajer mini market yang memberitahukan bahwa dia diterima bekerja. Kegembiraan langsung menyelimuti hatinya, dan dia tidak sabar untuk memulai hari pertamanya. Pada hari pertama kerja, Devia merasa sedikit gugup, tetapi tekadnya untuk melakukan yang terbaik membuatnya merasa lebih kuat.
Ketika Devia tiba di mini market, dia disambut oleh Kitan yang menunjukkan padanya tempat-tempat penting di toko. Mereka berjalan bersama sambil Kitan menjelaskan tugas-tugas yang harus dilakukan.
"Jadi, di sini kamu akan bertanggung jawab mengatur barang di rak, melayani pelanggan, dan membantu di kasir kalau perlu. Jangan ragu bertanya kalau ada yang kamu bingungkan," jelas Kitan.
"Terima kasih, Kitan. Aku akan berusaha sebaik mungkin," jawab Devia dengan canggung.
Hari pertama kerja Devia berjalan cukup lancar. Kitan sering kali berada di dekatnya, membantu jika ada hal yang membingungkan. Setiap kali Kitan membantu, Devia merasa lebih nyaman dan sedikit demi sedikit mulai melupakan kegelisahannya tentang Rudy.
Namun, di tengah kesibukannya, sebuah kejadian lucu terjadi. Saat Devia sedang mengatur barang di rak, dia tidak sengaja menjatuhkan sekotak susu yang terbuka. Susu tumpah ke lantai, membuat Devia terkejut dan panik.
"Oh tidak, maaf! Aku tidak sengaja," teriak Devia kaget.
Kitan yang berada tidak jauh langsung datang membantu membersihkan tumpahan. Dia tertawa kecil melihat kepanikan Devia.
"Tenang saja, itu hal biasa terjadi. Kamu nggak perlu panik," ucap Kitan sambil tersenyum.
"Terima kasih, Kitan. Aku jadi canggung," kata Devia sambil tersenyum malu.
Kejadian tersebut membuat suasana menjadi lebih santai, dan mereka berdua tertawa bersama. Kejadian kecil ini membuat Devia merasa lebih dekat dengan Kitan dan lebih nyaman di tempat kerja.
Pada saat yang sama, Rudy yang sudah pulang dari luar negeri memutuskan untuk memberikan kejutan kepada Devia. Namun, dia tidak memberitahukan kepulangannya kepada Devia. Rudy sengaja tidak menjawab telepon Devia untuk membuat kejutan lebih besar.
Suatu hari, saat Devia sedang melayani pelanggan di mini market, dia melihat seorang pria dengan gaya rambut yang diwarnai masuk ke toko. Pria itu tampak berbeda dari biasanya. Devia terkejut saat menyadari bahwa pria itu adalah Rudy.
"Rudy?! Kamu sudah pulang?" teriak Devia terkejut.
Rudy tersenyum lebar dan melangkah mendekat.
"Iya, aku ingin memberikan kejutan. Gimana, berhasil kan?" tanya Rudy dengan senyum.
Devia merasa senang sekaligus bingung. Pertemuan ini terjadi tiba-tiba, dan dia masih ingat kebohongan-kebohongan kecil Rudy sebelumnya. Namun, kebahagiaan melihat Rudy membuatnya sejenak melupakan rasa kecewanya.
"Kamu memang berhasil membuat kejutan. Aku senang kamu sudah pulang," ucap Devia dengan senyum.
Mereka berbicara sebentar, tetapi Devia masih harus melanjutkan pekerjaannya. Saat Rudy pergi, dia memberikan pelukan singkat kepada Devia, membuatnya merasa campur aduk antara senang dan bingung.
Ketika Devia pulang dari kerja hari itu, dia mendapati Rudy sudah berada di rumahnya. Pertemuan yang tiba-tiba ini membuat perasaannya semakin tidak menentu. Namun, kehadiran Rudy memberikan sedikit kelegaan di tengah kekacauan pikirannya.
"Aku sudah pulang dan sekarang kita bisa sering bertemu lagi. Maaf kalau aku bikin kamu khawatir," ucap Rudy dengan tulus.
"Aku senang kamu pulang, tapi kita harus bicara tentang kejujuran, Rudy," kata Devia dengan serius.
Mereka menghabiskan malam itu dengan berbicara panjang lebar tentang hubungan mereka, dan Devia berharap ada perubahan positif ke depannya. Meskipun masih ada keraguan dalam hatinya, Devia merasa siap untuk memberi Rudy kesempatan lagi.
Setelah beberapa hari, Rudy memutuskan untuk berkunjung ke rumah Devia. Dia ingin menunjukkan keseriusannya dalam hubungan mereka. Devia merasa gugup dan bersemangat sekaligus, terutama karena Rudy belum pernah bertemu dengan orang tuanya sejak kembali dari luar negeri.
Ketika Rudy tiba di rumah Devia, dia disambut oleh ayah Devia yang membuka pintu. Ayah Devia terkejut melihat penampilan Rudy yang berbeda dengan rambut diwarnai. Ekspresinya berubah menjadi kaget dan tidak suka.
**Ayah Devia (kaget):**
"Kamu siapa dan kenapa rambutmu seperti itu?"
**Rudy (tersenyum canggung):**
"Pak, saya Rudy, pacar Devia. Maaf kalau penampilan saya mengejutkan."
Ayah Devia memandangi Rudy dari atas sampai bawah dengan tatapan skeptis. Meskipun Rudy berusaha tetap tenang, situasi ini terasa sangat canggung bagi semua orang. Devia yang melihat situasi ini dari jauh merasa tegang.
**Ayah Devia:**
"Masuklah, tapi saya tidak suka penampilan seperti ini. Kamu harus bisa menunjukkan kesopanan."
Rudy mengangguk dan masuk ke dalam rumah, duduk di ruang tamu dengan perasaan campur aduk. Devia mencoba menenangkan Rudy dengan senyum dan tatapan yang penuh dukungan. Tak lama kemudian, Rudy memberanikan diri untuk berbicara dengan ayah Devia tentang niat baiknya.
**Rudy:**
"Pak, saya datang ke sini untuk berbicara serius. Saya ingin melamar Devia."
Kata-kata Rudy membuat suasana menjadi tegang. Ayah Devia menatap Rudy dengan tajam, lalu menggelengkan kepala dengan kecewa.
**Ayah Devia:**
"Kamu ingin melamar anak saya dengan penampilan seperti ini? Tidak, saya tidak bisa menerimanya. Kamu harus menunjukkan bahwa kamu bisa bertanggung jawab dan menghormati kami."
Perkataan ayah Devia membuat Rudy merasa sangat sedih dan putus asa. Dia menundukkan kepala, tidak tahu harus berkata apa lagi. Devia, yang melihat Rudy diperlakukan seperti itu, merasa sangat sedih dan tertekan. Dia berlari ke kamarnya dan mengunci pintu, menangis terisak-isak.
**Devia (menangis):**
"Kenapa semuanya jadi seperti ini?"
Rudy merasa bersalah melihat Devia sedih. Setelah beberapa saat di rumah Devia, Rudy memutuskan untuk pergi dan memberikan ruang bagi Devia untuk tenang. Dia pamit dengan sopan kepada ayah Devia meski hatinya hancur.
**Rudy:**
"Maaf, Pak. Saya akan pergi dulu."
Setelah Rudy pergi, ayah dan ibu Devia berbicara tentang kejadian yang baru saja terjadi. Ayah Devia masih marah dan tidak setuju dengan hubungan mereka, sementara ibu Devia hanya bisa pasrah.
**Ibu Devia:**
"Mungkin kita harus memberikan mereka kesempatan untuk membuktikan diri."
**Ayah Devia (dengan nada marah):**
"Tidak! Saya tidak bisa menerima seseorang seperti Rudy untuk anak kita."
Devia yang mendengar percakapan itu dari balik dinding kamarnya merasa semakin sedih. Dia tahu bahwa hubungan mereka tidak akan mudah, dan kini dia harus menghadapi kenyataan bahwa ayahnya tidak menyukai Rudy.