Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Truth From Heaven

taichouAMVs
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.2k
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Tragedi

Di sebuah negeri yang dikelilingi bukit tinggi dan terjal, berdiri bangunan megah berwarna putih dengan beberapa menara menjulang tinngi, tempat keluarga kerajaan tinggal. Ya.., itu adalah sebuah istana.

Terlihat dari salah satu menara seseorang berpostur tinggi besar, dengan senyuman diwajahnya yang menggambarkan kepuasan, memperhatikan masyarakat yang sedang beraktivitas, dia adalah seorang Raja yang bernama Baong.

Raja Baong merasa sangat senang karena berhasil menciptakan kemakmuran dan kedamaian untuk negrinya. Ketika raja sedang menikmati kepuasannya tersebut, tiba-tiba datang seseorang dari balik pintu.

Tok.. Tok...! Seseorang mengetuk pintu.

"Apa Paduka ada didalam" Ucap orang tersebut.

"Siapa" Tanya raja dengan suaranya yang besar, sambil terus memperhatikan aktivitas rakyatnya.

"Maaf paduka, ini saya Legeg" Ucap Mentri dengan suara pelan sambil menundukkan kepala.

"Ada apa Legeg" Saut Raja.

"Saya baru saja mendapat informasi tentang penghianat yang selama ini kita cari" Menteri Legeg menjelaskan dengan kepala masih menunduk.

"Lalu apa kau sudah mengirim seseorang untuk membereskannya?" Tanya Raja.

"Sudah Paduka, saya baru saja menyuruh Panglima Judes untuk melenyapkan mereka" Ujar sang Menteri.

"Baiklah segera beritahu saya kalau sudah ada kabar dari Judes" Ucap Paduka.

"Baik Paduka" Menteri pun segera bergegas pergi.

Adegan berpindah ke sebuah tempat dibelakang bukit jauh ditengah hutan terdapat sebuah desa kecil. Tidak jauh dari desa nampak seorang anak yang sedang berlatih bersama seorang kakek.

"Aawww...!" Anak itu terjatuh.

"Pegang tongkatnya dengan kuat" Ujar kakek itu.

"Tapi bukannya tongkat ini terlalu berat untuk ku" Saut anak itu yang berusaha bangun.

"Gak usah protes, cepat angkat tongkatnya" Ujar kakek itu.

Tak lama kemudian datang pasukan kerajaan yang dipimpin oleh seorang Panglima menghampiri mereka.

"Tangkap mereka" Teriak Panglima pada pasukannya.

"Ada apa ini... Kakek siapa mereka?" Tanya anak tersebut dengan panik.

"Tenanglah....!" Kakek mencoba menenangkan anak tersebut.

"Ohhh... Ternyata kau masih hidup pak tua" Ucap Panglima yang mengenali kakek tersebut.

"Bagaimana bisa kalian menemukan tempat ini" Ujar kakek.

"Ini...." Panglima melempar mayat kehadapan si kakek.

Brugghh! Mayat yang dilempar.

"Apa yang kau lakukan padanya" Kakek yang marah melihat mayat tersebut.

"Tenang...! Harusnya kau berterimakasih padaku karena telah membunuh orang yang membocorkan tempat persembunyianmu" Ujar Panglima.

"Apa hanya karena itu Kau membunuh orang. Kau benar-benar sudah berubah Judes" Ucap kakek.

"Siapa yang membuatku berubah... Dua belas tahun kau menghilang tanpa menjelaskan apapun padaku, dan tiba-tiba beredar kabar tentang penghianatan yang dilakukan oleh beberapa prajurit" Ucap Panglima

"Maaf Judes, tapi aku tidak bisa membiarkan anak itu mati" Ujar kakek

"Baiklah serang mereka" Ucap Panglima sambil menunjuk dengan kapak besar.

"Berhenti...! Tidak akan kubiarkan kalian menyentuh cucuku" Ujar kakek dengan satu tangan keatas.

Panglima yang menyadari hal itu segera memerintahkan pasukannya untuk menghabisi kakek tersebut.

"Kenapa kalian diam?, cepat serang kakek tua itu" Ujar panglima dengan nada yang tegas.

Para pasukanpun segera menyerang kakek tersebut menggunakan pedang.

Semua pasukan yang berjumlah sembilan belas orang itu menyerang kakek secara bersamaan, tapi kakek itu terus bergerak dan berhasil menghindari serangan mereka.

Walau kekek bisa menghindari serangan demi serangan, tapi kakek mulai terpojok dan para prajurit mengayunkan pedangnya secara bersamaan kearah kakek.

Sreengg... ! Pedang yang saling beradu.

Semua prajurit terkejut karena kakek bisa menahan serangan mereka dengan tombak ditangannya.

"Apa itu?, darimana tombak itu muncul?" Tanya seorang pasukan yang terheran-heran.

"Saat tangannya mengepal dan terangkat keatas, itu cara dia memanggil pusakanya" Saut panglima yang memotong ucapan prajurit.

"Sekarang apa yang harus kita lakukan?" Tanya seorang prajurit.

"Apa maksud pertanyaanmu? Sudah jelaskan kalian harus membunuhnya" Panglima yang sudah kesal.

Cucu si kakek yang berada tidak jauh dari tempat tersebut tidak kuasa melihat kakeknya bertarung seorang diri menghadapi pasukan yang banyak itu.

"Kakek, aku akan membantu" Ucap anak tersebut yang teriak dan tangan gemetar memegang tongkat besi.

"Pergilah, biar kakek yang menahan mereka" Ujar kakek sambil bertarung.

"Tapi...."

"Pergilah"

Anak itu hanya bisa patuh pada kakeknya karena dia belum cukup kuat untuk melakukan pertarungan.

Setelah pertarungan yang berlangsung cukup lama, satu persatu prajurit dikalahkan dengan menggunakan tombaknya.

"Dasar orang-orang bodoh" Panglima yang sudah kesal semakin tidak tahan melihat pasukannya dikalahkan.

Saat kakek sedang bertarung dengan salahsatu prajurit tiba-tiba Panglima melompat dari belakang.

"Haahhhh" Panglima yang berada diatas si kakek sambil mengayunkan kapak dua mata yang cukup besar.

Tapi kakek berhasil menghindarinya, namun tidak dengan prajurit yang harus terbelah bersama tanah akibat serangan panglima.

"Huuhhh....hampir saja...,apa seorang panglima pantas melakukan serangan dari belakang" Ujar kakek dengan santainya.

"Beraninya kau penghianat" Panglima terus menyerang dengan membabibuta dan tidak menghiraukan ucapan si kakek.

"Ayolah... Arahkan kapakmu dengan benar jangan merusak hutan dengan seranganmu yang gak jelas" Ucap kakek yang terus memancing amarah Panglima.

"Rasakan ini tua bangka" Panglima pun semakin kesal dan marah mendengarkan ocehan kakek tersebut.

"Baiklah... Tunjukkan padaku sejauh mana kau berkembang" Ujar kakek sambil menahan serangan demi serangan.

Pertarungan terus berlanjut dan kakek itu bisa mengimbangi panglima. Burung- burung disekitar area pertarungan terus berterbangan menjauhi hutan tersebut.

"Dari tadi burung-burung itu terus menjauhi area hutan, apa yang sebenarnya terjadi" Ucap pria paruh baya yang sedang mencari kayu tidak jauh dari area pertempuran.

Kembali ketempat pertarungan, anak itu hanya bisa diam menyaksikan kakeknya yang bertarung dengan panglima untuk melindungi dia.

"Apa yang terjadi kenapa gaya bertarung mereka sama, aku bahkan tidak tahu kalau kakek sekuat ini" Ucap anak tersebut dengan raut wajah cemas.

Ssrengg...Sreengg...! Suara senjata yang saling beradu.

Kakek terlihat mendominasi dan menyerang balik, saat panglima mundur untuk menghindari tusukan tombak, tiba-tiba dia dikejutkan dengan air kecil yang sangat kuat keluar dari ujung tombak kakek, panglima pun melompat untuk menghindar. Terlihat batu dan pohon yang terbelah akibat serangan kakek tersebut.

"Jadi itu kemampuan pusaka yang dipadukan dengan tenaga dalam. Air yang sangat cepat menembus target dan membelah dari dalam. Kalo aku tidak menghindar, mungkin nasibku sama seperti batu dan pohon di belakang" Ucap panglima dengan ekspresi datarnya.

"Analisa yang sangat baik. Sekarang kau cukup pintar, kau sudah berkembang" Ujar kakek yang sudah kelelahan.

"Kau juga semakin tua, harusnya kau menikmati hidup dengan damai di kerajaan. Ucap Panglima

"Apa kau yakin kalau kedamaian itu sebuah kebeneran" Ujar kakek.

"Penghianat sepertimu tidak pantas berbicara tentang kebenaran" Panglima yang bersiap melakukan serangan tiba-tiba tubuhnya dikelilingi angin yang berputar.

"Gawat... Kalau seperti ini desa akan terkena dampaknya" Kakek yang melihat hal tersebut berlari menuju hutan untuk memancing Panglima agar menjauh dari desa.

"Mau lari kemana kau pak tua" Panglima yang melihat kekek berlari dan bersiap mengejarnya.

Ssshhheesss!!!

"Apa...cepat sekali" Kakek terkejut karena panglima sudah bersiap menebasnya dari arah samping.

Ssshhheettt..... Whuusss!!! Tebasan kapak Panglima yang diikuti angin kencang.

Kakek dengan cepat mengarahkan tombaknya ke Panglima dan menedorongnya dengan air yang keluar dari tombak, dan menyebabkan serangan panglima berubah arah.

Brrrhhuuuggg!!! Pohon pohon yang tumbang akibat tebasan Panglima dan tersapu angin.

"Untunglah serangannya tidak mengarah ke desa" Ujar kakek dalam hatinya.

Adegan beralih ke cucunya yang sedang berlari mengejar kakek yang menjauhi desa saat bertarung dengan Panglima.

"Apa yang baru saja terjadi, dengan sekejap hutan yang lebat berubah jadi hamparan tanah. Aku tidak percaya kalo pertarungan antara pengguna pusaka akan seperti ini" Dia berlari mencemaskan kakeknya.

Pertarungan terus berlanjut serangan demi serangan mereka keluarkan dan menyebabkan kerusakan diarea hutan semakin luas.

"Apa kau pikir bisa mengalahkanku dengan merusak seluruh hutan" Ujar kakek pada Panglima.

"Tutup mulutmu tua bangka, akan kubunuh kau dasar bau tanah" Ucap panglima yang kesal dengan ucapan si kakek.

"Apa itu yang seorang murid ucapakan saat bertemu gurunya" Ujar kakek dengan tersenyum.

"Apa.... Panglima murid kakek, ohhh aku tidak percaya ini. Pantas saja gaya bertarung mereka hampir sama" Cucunya terkejut mendengar ucapan si kakek dari kejauhan.

Pertarungan kakek dengan panglima terus berlanjut, Panglima terus menyerang kakek dengan tekhnik yang sama sampai kakek kehabisan tenaga dan harus kehilangan satu tangannya.

"Kakek...." Cucunya menangis melihat si kakek yang sudah kehabisan tenaga dan darah yang terus keluar dari tangannya.

"Aku bersyukur karena kau tidak melibatkanku dalam pembunuhan yang kau lakukan"

"Apa maksud perkataanmu" Kakek terkejut mendengar ucapan Panglima.

"Kau bersama para penghianat yang tinggal didesa cekil itu, telah membunuh Raja dan Permaisuri dua belas tahun silam"

"Tunngu... Bagaimana kau tahu tentang desa itu?"

"Tugasku adalah melindungi kerajaan dari orang-orang sepertimu, jadi kami membersihkan desa tersebut sebelum menemui mu, dan kau orang terakhir yang harus kami lenyapkan, oohh... mungkin anak itu" Panglima menoleh kearah cucu kakek bersembunyi.

"Ini mustahil... Apa tidak percaya ini" Cucunya yang sembunyi dan mendengarkan dari kejauhan.

"Sudah cukup Judes semua yang kau ketahui adalah sebuah kebohongan, kau telah dibohongi oleh Kerajaan" Kakek berusaha meyakinkan Panglima Judes.

Sssrrreeeettt! Suara tebasan

Tiba-tiba kepala si kakek terlembar dan terpisah dari tubuhnya, darah menyembur dari lehernya.

Panglima seakan tidak percaya dengan apa yang terjaditerjadi.

"Kakek...." Teriak cucunya yang berlari menuju kepala kakek yang terlempar.

Bersambung...