Jantung Marissa berdebar saat hembusan nafas hangatnya menyentuh pipinya. Ia merasakan gelombang emosi, bingung bagaimana harus merespon pendekatannya.
Apakah itu benar-benar pendekatan yang halus atau dia hanya membayangkannya? Dia terus menatap mata lelaki itu dan bertanya-tanya bagaimana ia bisa hidup tanpa bola mata itu.
"Jadi, bagaimana pendapatmu tentang saran saya?" Dia bertanya padanya dengan kilatan tahu di matanya.
"Apa?" Dia terkejut dan sepenuhnya lupa apa yang sedang dibicarakan.
"Makan siang? Ingat? Itulah yang sedang kita bicarakan…"
Pikiran Marissa berpacu, berpikir keras. Dia bisa merasakan emosi yang bertentangan dan tahu ini bukan haknya untuk duduk dan makan dengannya.
Dia sudah sangat jelas tentang prioritas dalam hidupnya. Dia tidak ingin mempersulit hidupnya lebih lanjut lagi.