Hari selanjutnya matahari muncul menyambut pagi.
Di hotel kemarin, Neko terbangun duduk dengan tubuh yang telanjang. Ia melihat di sampingnya Felix tertidur dengan menghadap padanya.
Felix tidur seperti biasanya dengan telanjang dada.
Lalu Neko memegang kepalanya sendiri. "(Apa yang terjadi semalam?)" ia merasa kesakitan di kepala nya dan akan keluar dari ranjang, tapi tiba tiba saat akan berdiri, ia tak jadi berdiri karena rasa sakit di bagian perut bawahnya. "(Si... Sialan... Kenapa rasanya sakit sekali,)" ia melihat ke Felix, namun ia terkejut karena melihat sesuatu yang merah di kasur tempat nya tidur. Ia membuka selimut perlahan dan terkejut terdapat darah di sana.
Wajah Neko bercampur aduk tidak karuan. Keperawanan nya sudah menjadi darah yang ada di sana. "(I... Ini tidak mungkin, dia memasukan batang nya lagi!! Apa karena itu bagian bawah ku sakit.... Ini benar benar sialan... Obat itu membuat ku tergila gila tanpa mengingat sesuatu semalam, aku harus membersihkan diriku, padahal ini adalah yang kedua kalinya, tapi kenapa masih saja berdarah?)" ia sudah hampir putus asa dengan kesal lalu berjalan ke kamar mandi.
Seketika ia terkejut sekali lagi karena tubuhnya penuh dengan cupang. "(Apa yang sebenarnya terjadi padaku, siapa orang itu, berani beraninya dia... Ini sudah kelewatan...)" dia hanya terdiam kesal dan menyalakan shower.
"(Tapi rasanya, tubuh ku tampak fresh.... Tidak seperti pertama kali melakukan nya, untuk yang kedua kali ini benar benar tidak menyiksa ku ketika bangun...)"
Sementara itu Felix terbangun dan meraba ranjang di sampingnya, ia terkejut bangun duduk mengira Neko pergi karena tak ada di ranjang.
"(Di mana dia?!)" dia melihat sekitar tapi ia mendengar sesuatu dari kamar mandi, lalu menghela napas sudah tahu bahwa Neko sedang mandi. Tapi pandangan nya teralihkan ketika melihat bercak darah di ranjang membuat nya terdiam.
"(Lagi? Bukankah saat itu sudah.... Kenapa berdarah lagi?)" ia terdiam bingung. Itu memang benar, Neko sudah berdarah untuk pertama kali dilakukan, karena tadi malam adalah hal kedua, pastinya akan membuat heran kenapa Neko berdarah lagi.
Tak lama kemudian, Neko keluar dengan hanya memakai handuk. Dia melihat Felix yang duduk di samping ranjang dengan masih telanjang dada dan hanya memakai celana panjang nya.
"Bagaimana perasaanmu?" tanya Felix.
Tapi Neko hanya terdiam, ia melihat ke arah lain berniat membuang muka dan siapa sangka di saat itu, ia merasa kesakitan lagi. "(Ugh sial,)" ia meremas perut bawahnya membuat Felix terdiam melihat dia yang gemetar.
Lalu Felix menyadari sesuatu. Ia lalu tersenyum dan tertawa kecil. "Ha... Haha lihat lah, apa kau tidak kuat melakukan hal yang bahkan bukan pertama ini huh, seharusnya kau nyaman, kau lupa bahwa ini yang kedua kalinya," tatap nya.
"Akan lebih nyaman jika kau tidak menandai ku," balas Neko. Lalu Felix tersenyum kecil melihat kulit Neko.
"Bukan kah enak, aku sudah sangat lembut memasukkan nya," tambah Felix.
"Berhentilah mengeluarkan kata kata yang seperti itu kau sialan!! Jika bukan karena itu mu* yang terlalu besar, aku mungkin tidak akan kesakitan sampai saat ini... Beruntung nya aku melakukan hal itu secara tidak sadar, aku jadi tidak bisa merasakan rasa sakit nya, jika saat itu aku sadar melakukan nya, aku bisa merasakan sakit lebih dari ini!" teriak Neko dengan kesal.
Tapi hal itu membuat nya kesakitan lagi. "(Ugh.... Sialan.. Aku harus menghemat energi ku,)" ia terlihat pucat.
Felix terdiam lalu ia menarik tangan Neko untuk mendekat. "Sekarang apa... Kau membuatku melakukanya lagi, kebanyakan wanita suka pada milik pria yang besar, kau juga seharusnya meminta lebih akan hal ini," tatap nya dengan tatapan datar dan kosong.
"Kau sialan!! Aku tidak mau melakukan nya lagi!" Neko kembali berteriak seketika ia meneteskan air mata membuat Felix terdiam kaku.
"Aku... Aku tidak meminta melakukan ini... Karena aku masih belum yakin aku bisa bersama mu... Aku tidak tahu cinta itu seperti apa... Karena itulah aku menghindari mu dengan sifat kasar karena aku tak mau dan merasa tak pantas melakukan hal ini pada mu, dari dulu aku takut melihat mu," kata Neko sambil menangis.
Lalu Felix terdiam sebentar, ia melirik ke sekitar. "Malam itu, aku mungkin sudah mengambil keperawanan mu, tapi jika kau ingin aku bertanggung jawab... Aku akan melakukan nya."
"Untuk apa kau tanggung jawab hanya karena soal itu?"
"Tentu saja untuk hidup bersama mu, sebelumnya aku hanya merasa sesuatu yang berlebihan sudah tidak ada lagi muncul menghibur ku dalam kesendirian, aku seorang alfa... Alfa berarti pemimpin tapi di sini, sama sekali tak ada yang aku pimpin... Aku juga tidak punya keluarga manapun, tapi jika membangun itu bersama mu, aku mungkin juga akan membantumu. Percayalah, aku sudah banyak membantumu."
"Kau memang membantu, tapi ini juga termasuk kesalahan mu," Neko membuang wajahnya.
"Yah... Ini salah ku... Bagaimana jika aku bawa ke suatu tempat?" tatap Felix.
"Aku tidak mau... Kau pikir aku tidak akan mengalami ini lagi."
"Jangan khawatir, aku akan membawamu ke tempat yang lebih masuk ke pikiranmu," kata Felix memegang pinggang Neko dengan tangan besarnya.
Tak disangka gesekan itu membuat handuk Neko turun dan lepas.
"Nice..." tatap Felix yang melihat tubuh Neko. Neko hanya memasang wajah biasa dan datarnya. Seketika Felix menariknya ke ranjang.
"Hei.... Aku baru saja mandi!!!"
"Kau bisa mandi lagi denganku nanti."
Tatap Felix menjadi mencium dada Neko.
"Hentikan... utk..." Neko mencoba menahan kepala Felix tapi Felix mulai menggigit dan menandai tubuh Neko.
"Ah... Sakit..."
"Sakit huh... Ini kah kau baru bilang sakit sekarang," tatap Felix.
"I... Itu karena kau... Uhk..."
"Diamlah dan jadi gadis baik untukku," Felix melanjutkan nya dengan mencumbu tubuh Neko.
"Oh aku ingin mengatakan sesuatu padamu, soal orang yang memberimu obat... Bisa kau katakan siapa orang itu padaku?" Felix menatap. Tapi Neko menjadi terdiam mengingat wajah Rangga sialan kemarin.
"(Jika aku mengatakan nya bahwa orang itu yang melakukan nya apa dia akan membunuhnya?)" pikir Neko.
"Katakan padaku? Apa kau tidak ingat apapun?" Felix menatap.
"(Sebaiknya aku tidak mencari gara gara.) Aku.... Tidak ingat apapun," kata Neko, sepertinya ia berbohong padahal dia tahu bahwa yang memberi obat padanya malam tadi adalah Rangga.
"Apa kau yakin akan hal ini? Wajah mu sudah memberitahu ku bahwa kau tahu siapa yang melakukan ini padamu," Felix tidak percaya dengan Neko yang mencoba berbohong.
"(Cih... Kenapa dia begitu pandai dalam hal ini.) Aku sungguh tidak tahu," tak ada cara lain selain mencoba meyakinkan nya.
Felix terdiam dan mengingat sesuatu, ia mengingat kilas balik dimana Neko duduk bersama Rangga saat menunggunya.
"(Orang itu... Sudah jelas sekali,)" ia akhirnya tahu sendiri bahwa Rangga yang melakukan nya. "(Dia tidak mengingat wajah nya karena terbawa obat,)" pikirnya sekali lagi lalu ia tersenyum kecil dan membelai pipi Neko sambil berkata. "Jangan khawatir, aku akan melakukan balas dendam untuk mu, meskipun kau tidak mau memberitahu ku siapa orang yang telah melakukan hal ini padamu," kata Felix dengan aura mengerikan tapi ia tetap memasang wajah santai senyuman itu.
Hal itu saja membuat Neko terdiam membuka mata lebar sambil meremas selimut di ranjang nya.
"(Aura nya sangat mengerikan,)" Neko terdiam agak ragu. Lalu Felix mendekat. "Kenapa? Apa yang kau tunjukan padaku melalui wajah mu itu?" Felix menatap.
". . . Aku, bertanya tanya..." kata Neko membuat Felix terdiam.
"Aku bertanya tanya berapa kali kau melakukan nya dengan ku sampai sampai aku berdarah lagi," Neko menatap dengan wajah yang malu.
Felix kembali terdiam, lalu mengingat ingat. "Karena aku terlalu terbawa suasana dan kau terus merayu ku dengan desahan mu itu, aku mungkin sudah keluar beberapa kali di dalam...." kata Felix seketika Neko terkejut.
"Apa?!! Apa yang kau katakan!! Kau keluar di dalam!!! Kau ejajulasi di.... Di... Di... Di.... Di.. Da... Dalam... Ku...." Neko tampak gemetar sekaligus panik.
Felix hanya membalas dengan senyuman ramah membuat Neko semakin terpucat. "Tunggu!! Tunggu dulu, tapi kenapa saat bangun tadi, tubuh ku benar benar bersih..."
"Itu karena aku membersihkan mu dan kau tertidur sangat pulas," balas Felix.
Seketika Neko tampak terpaku. "(Sialan, ini memalukan.... Sangat memalukan....)" Neko menggeleng dengan putus asa.
Tiba tiba Felix mencium pipi Neko dan berjalan terus ke bibir Neko hingga mereka mencium dalam. "(Kenapa dia melakukan ini... Kenapa rasanya sungguh sangat aneh...)" Neko terdiam.
Lalu setelah ciuman itu lepas, mereka saling menatap. Tapi Neko mengepal tangan nya di antara mendorong tubuh Felix.
"Kenapa?" Felix menatap.
"Aku... Aku... Haus..." Neko menatap.
Felix terdiam sebentar, dia lalu memegang kepala belakang Neko dan mendorong nya agar mendekat ke lehernya membuat Neko terkejut. "Jika kau lapar, tunggu apa lagi, gigit lah bagian yang kau sukai," kata Felix.
Neko terdiam, hingga ia membuka mulutnya dan menggigit leher Felix. Ia terbawa suasana dan melingkarkan tangan nya memeluk leher Felix dengan masih menghisap gigitan nya.
Felix terdiam, dia lalu memegang kaki Neko dan mengangkat pinggang Neko membuat posisi mereka adalah Felix memangku Neko, dia masih menyangga bagian bawah Neko dengan tangan nya karena Felix terlalu tinggi bahkan saat memangku Neko.
"(Ini benar benar sungguh sangat enak...)" Neko menjilat bibirnya sendiri dari darah, lalu melanjutkan meminum darah Felix.
Tapi di saat itu juga ponsel Felix berbunyi membuat nya menoleh di meja dekat ranjang, dia meraihnya dengan tangan nya lalu mengangkat ponselnya.
Terdengar suara dari sana. "Tuan Felix, rak nomor berapa anda menyimpan dokumen milik Direktur Ha Cuen?"
"Di rak nomor 78, pastikan buang semuanya setelah mencabut masa berlaku maupun keuntungan yang datang," kata Felix sambil memundurkan rambut nya yang berantakan.
Lalu ponsel mati dan di saat itu juga dia teringat sesuatu. "Soal orang yang memberimu obat saat pertama kali itu. Tepatnya saat menghadiri acara saat itu, aku sudah menemukan orang nya," kata Felix membuat Neko terdiam dan menarik kepalanya membuat mereka saling menatap.
"Dia adalah pelayan yang ada di sana dan aku sudah menyerahkan nya pada mereka untuk membunuh nya," kata Felix sambil mengusap darah di bibir Neko.
"Kau.... Membunuh nya... Lalu, bagaimana dengan orang yang tadi malam juga memberiku obat? Apa kau juga akan membunuh nya?"
"Kenapa wajah mu begitu takut?"
"... Kau seharusnya tidak melakukan apapun termasuk membunuh... Hingga nyatanya aku bisa hidup sampai sekarang," tatap Neko dengan khawatir.
"Siapa yang bilang aku harus menunggu mu mati untuk membunuh seseorang, mereka yang menyentuh mu, memandang mu, dan berbicara terlalu dalam padamu, aku bahkan bisa membunuh nya," kata Felix dengan tatapan seringai membuat Neko terpaku melihat itu.