"(Sangat sempit... Ini hanya karena kasurku kecil, tapi ini seperti ada yang memakan kasur ku sendiri,)" Neko membuka mata dan ia sudah bisa merasakan sebuah tangan besar memeluknya saat tidur dan tangan besar satunya menjadi bantal untuknya dan di belakangnya ada Felix tidur menghadapnya. Posisi itu sudah bisa di jelaskan.
"(Bagaimana aku bisa berakhir begini?)" Neko mencoba mengingat ingat.
--
"Kau... Bajingan... Bisa bisa nya kau mengatakan hal itu!" Neko menatap kesal tadi.
"Apa, aku perlu mengulangi kata kata ku, aku melakukan ini, agar kau juga terhindar dari orang lain juga, apa kau mengerti, kucing kecil..." Felix menatap.
"Apa maksud mu?"
"Selama ini banyak dari mereka yang tidak berhenti mengejar mu karena mereka tahu, kau belum di tandai seseorang manapun, jadi percaya saja padaku ini..." Felix menatap dengan senyum seringai.
". . . (Jika di pikir pikir, itu memang lah benar, sangat benar.... Apa aku, harus sepenuh nya percaya padanya... Mungkin ini adalah proses...) Baiklah, tapi.... Kau harus menunggu waktu," Neko menatap.
"Baiklah, aku akan menunggu," kata Felix. Neko kembali terdiam masih dengan wajah ragu nya, lalu ia mendekat dan memeluk Felix. Ia merasakan hangat nya pelukan itu lalu perlahan menutup mata tertidur.
--
"(Jadi begitu aku tertidur?)" Neko bangun duduk dengan tubuh yang masih memakai kemeja tapi kancing nya terbuka semua, ia memegang kepalanya sambil melihat Felix masih tertidur.
"(Cih... Ini sudah sangat terlanjur,)" ia terdiam lalu merasakan di lehernya ada sesuatu dan rupanya ia masih memakai kalung hewan itu. Ia menjadi kesal dan melepasnya.
"(Sialan... Untung nya aku tidak direndahkan di banyak mata,)" Neko menjadi kesal sambil melihat wajah Felix yang masih tertidur. Tapi ia terdiam, mencoba melihat lebih lama wajah Felix, tampak tertidur dengan tenang. "(Bisa bisanya tertidur di ranjang orang lain dengan pulas....)" Neko masih kesal, lalu ia berdiri dan masuk ke kamar mandi.
"(Berpikir seperti orang yang tertekan dan terlihat seperti mayat yang hidup, apa aku memang pantas mendapatkan semua ini?)" Neko terdiam menatap dirinya di kaca cermin kamar mandi, lalu ia mengingat seseorang lagi yaitu Matthew. "(Sial... Dia benar benar menggangguku,)" ia kembali memegang kepala nya.
Lalu menoleh ke pintu keluar kamar mandi.
"(Kenapa saat aku mengingatnya, tubuhku seperti remuk dan pikiranku kacau di tambah sakit jika harus terpaksa memikirkan itu semua....)" ia lalu mengingat kalung setengah hati itu.
Sebelumnya, ia menatap dirinya di kaca dengan masih terbuka telanjang. Ia melihat banyak sekali bekas yang dibuat Felix di tubuhnya. "Ha.... Sialan... Dia benar benar membuat banyak bekas...."
Neko kemudian berjalan keluar mengambil sesuatu di rak dan yang ia ambil adalah sebuah kotak kecil, ia membuka kotak itu yang rupanya adalah kalung setengah hati berwarna hijau itu.
"(Aku sudah putuskan ada di sini... Janji mu tidak bisa aku percaya lagi... Kupikir menjadi model mu akan membawaku langsung mendekat padamu, tapi mau bagaimana lagi... Ini semua sia sia, aku juga tidak bisa menyalahkan mu dengan masalah ini karena bukan kesalahan milik mu,)" pikir Neko sambil menghela napas panjang perlahan lalu ia kembali menutup kotak itu dan membuangnya di tempat sampah.
"(Sudah berapa kali kau terus menggangguku, jika saja aku tidak mempedulikan mu saat itu, aku pasti tidak akan meninggalkan museum hanya untuk mencari mu... Aku benar benar sangat bodoh,)" Neko menggigit bibirnya sendiri hingga berdarah.
Lalu terdengar bahwa Felix sudah terbangun. Ia bangun sambil bergumam sendiri. "Apa yang dikatakan mimpi itu...."
Neko menoleh dan melihat Felix sudah bangun duduk di ranjang dengan masih mengumpulkan nyawanya.
"Kau bangun? Jadi, kau punya mimpi juga ternyata," tatap Neko yang rupanya mendengar Felix bergumam tadi.
Tapi Felix terdiam, dia menatap tubuh Neko yang rupanya sudah rapi memakai kemeja hitam dan celana hitam nya dengan rambut masih terurai.
". . . Kau ingin sarapan apa?" tanya Neko yang ada di dekatnya.
"Aku tidak berpikir untuk sarapan apa."
"Aku akan membuatkan sarapan kalau begitu," Neko berbalik, tapi Felix mendadak meraih tangan nya dan menahan Neko agar tidak pergi.
Neko terdiam bingung menatapnya.
"Aku tak tahu kau bisa memasak?" Felix menggunakan nada merendahkan.
". . . Kau pikir aku hanya makan darah mentah untuk hidup ku..."
"Rupanya kau juga makan makanan manusia."
"Aku memang manusia!" Neko menyela dengan kesal.
"Baiklah, tidak perlu repot repot, aku tak pernah makan dengan baik...."
"Tidak pernah makan dengan baik? Kau tidak pernah sarapan, makan malam?"
"Mungkin begitu, cukup sulit untuk menyeimbangkan kesehatan dengan pekerjaan, dan aku tahu kau pasti juga begitu ketika kau menjadi atasan... Seperti orang bilang. "Yang teratas, yang mengatur segala, tapi yang di atas, yang menanggung segala" Kau sekarang bukan atasan, dan apa yang kau rasakan?" Felix menatap.
". . . Aku hanya merasa lebih ringan, aku tak harus bolak balik lagi untuk melakukan rapat, aku tak harus melakukan pertemuan dengan orang mengesalkan dan tak perlu tanggung jawab atas kesalahan yang di buat orang lain."
"Yeah, kau sudah berpikir lebih cepat," kata Felix.
Neko kembali terdiam, dia membuang wajah. "Sejak kapan kau berbicara hal ini padaku..."
". . . (Apa dia bermaksud aku mengatakan basa basi.... Aku hanya melakukan sesuatu untuk mu. Pelan pelan, dan jangan membuat mu takut....)"
Neko melepas tangan Felix dengan masih menggunakan wajah khawatir. "Aku akan membuat minum," ia berjalan ke dapur.
Felix terdiam sebentar. Dia menatap tangan nya sendiri yang ada di pangkuan nya masih duduk di ranjang. Tangan kasar, besar dan juga tampak kuat dalam menghantam itu lebih kasar dari apapun.
Ia lalu menoleh ke sekitar melihat tempat apartemen Neko yang kecil. "(Apartemen yang kecil.... Harus nya aku meminta nya untuk tinggal di tempat ku.... Aku tahu apa yang sebenarnya aku lakukan dan aku tahu bagaimana cara melakukan nya. Aku sedang mencoba meyakinkan seorang gadis keras kepala agar dia benar benar mengakui ku sebagai pahlawan, bukan hewan buas yang memakan nya...)" itu memang yang dia pikirkan tapi tato di bagian punggung nya, sama sekali tidak, itu jelas berkebalikan.
Lalu Neko kembali lagi membawa cangkir. Ia mengulurkan nya pada Felix. "Hanya aku?"
". . . Aku tak suka kopi," balas Neko.
Felix terdiam bingung, dia menatap cangkir yang terlihat kecil di tangan nya, rupanya Neko memang membuat Kopi. "Aku tidak mengharapkan kau membuat kopi, tapi terima kasih," Felix meminum nya.
Tapi hal itu membuat Neko terkejut setelah mendengar kalimat terima kasih dari Felix. Ia benar benar agak terpaku, tapi ia membuang wajah kembali mengingat sesuatu.
Felix menatap nya dengan bingung. "Aku akui kopi ini termasuk dalam rata rata yang enak, tapi mungkin sekarang aku berpikir kau sedang memikirkan sesuatu yang sangat mengganggu," tatap Felix membuat Neko terdiam.
Lalu Neko kembali menoleh ke arah lain dengan mata putus asa nya. "Ini semua tidaklah ada artinya, dari awal aku memang yang salah, menerpurukan diriku sendiri. seharusnya kau membunuhku dari awal."
". . .Jika aku membunuhmu, apa yang akan kau pikirkan jika kau akan hidup sampai besok dengan keadaan seperti ini," tatap Felix.
"Tentu saja itu tidak akan berguna!" Neko menyela dengan berteriak.
"Semuanya sia sia, aku sudah tidak memiliki apapun lagi, aku memang tidak percaya pada orang lain dari dulu, lebih baik aku mati tertelan darahku," Neko menambah. Tapi tiba tiba Felix berdiri dan langsung memojok nya di tembok dengan keadaan masih telanjang dada.
Lalu Felix menundukkan badan untuk mendekatkan wajahnya pada wajah Neko. "Kau menganggap ini semua tidak berguna, kau pikir hanya kau saja yang dapat melakukan semua ini, ketahui saja bahwa kau yang terlemah!!" teriak Felix padanya. Membuat Neko terdiam mendengar itu.
"Kau memikirkan satu orang tapi tak pernah memikirkan siapa yang akan menolong mu lagi. Cukup sampai disini saja perlakuan mu ini dan anggaplah dirimu berguna. Jangan biarkan tubuhmu di telah oleh darahmu sendiri. Jangan biarkan kakimu tak mau jalan bersamamu jangan biarkan tanganmu menutupi wajah putus asa mu. Kau hanya harus mengeluarkan segalanya seperti seorang gadis yang sedang terpuruk, karena itu memanglah yang harus kau lakukan," Felix menambah.
Lalu turun air mata di pipi Neko.
"Dan jangan biarkan kulitmu berubah menjadi daging," tambah Felix di saat mulai nya Neko menangis. Dia menambah perkataan nya dengan nada rendah melihat air mata Neko yang mengalir deras.
Lalu Neko mulai menangis sangat dalam. "Aku tidak berguna ..... !!!" ia menangis keras.
"Apa yang harus ku lakukan sekarang..." Neko menatap dengan air mata yang masih mengalir.
"Tidak ada yang bisa kau lakukan," Felix mengangkat tangannya sendiri dan memegang pinggang Neko dan mendorong Neko untuk memeluknya.
Neko masih menangis sambil meletakan kedua tangannya di pundak Felix.
"(Ini semua tidak berguna!! Jika aku tidak bisa menyalahkan diriku sendiri, apa yang harus aku lakukan untuk hal yang ke depan nya!!)" Neko menjadi menangis dengan memeluk kencang Felix.
"(Aku benar benar kesal..... Sungguh sangat marah!!)" ia tiba tiba juga menggigit leher Felix.
Di saat itu Felix terdiam dan tersenyum kecil. "(Gigit lah sepuas mu, kau menganggap semuanya berjalan begitu saja sehingga hal itu membuat mu cukup sulit untuk menikmati satu hari saja dan itu membuat mu sangat sakit untuk mencoba mengingat kembali karena kau tidak pernah bisa meneliti apa yang kau lakukan dalam satu hari maupun selama bertahun-tahun tahun ini,)" Felix lalu berdiri dengan masih memeluk Neko yang terangkat lalu ia meletakan Neko di ranjang. Terlihat darah ada di bibir Neko dan leher Felix.
"Kau sudah puas sekarang, bagaimana rasa darah dari orang yang sangat kau benci ini huh," tatap Felix. Lalu bibir Neko bergerak seperti mengucap kan sesuatu. Di saat itu juga Felix tersenyum kecil seperti memahami ucapan bibir Neko tadi.