Chereads / Drop Blood: Amai Akai / Chapter 165 - Chapter 165 Tiger Cat and Alfa Wolf

Chapter 165 - Chapter 165 Tiger Cat and Alfa Wolf

Untungnya, ada tangan yang menahan jatuhnya garasi tepat di atas kepala Neko. Neko perlahan membuka mata dan menoleh ke atas, terlihat Felix yang menahan pintu itu dengan tangan kuatnya.

"Kau kurang beruntung," ia menatap sambil merokok.

Neko mengubah ekspresinya menjadi kesal lalu berdiri.

"Kau harus berhati-hati di rumah tua ini, dia benar-benar meletakkan barangnya dengan sembarangan," kata Felix. Lalu Acheline datang mendekat.

"Bos... Kau sudah kemari, ini dokumen yang Anda cari," dia memberikan satu dokumen. Lalu Felix mengambilnya.

"Jangan sampai terlambat nanti," tatap Felix pada Neko, tapi ia menjadi terdiam ketika melihat paha Neko yang terlihat karena Neko hanya memakai pakaian jaket.

Pandangan itu menatap singkat lalu berbalik badan dan berjalan pergi dengan santai layaknya sudah terbiasa melihat hal itu.

Neko masih terdiam melihatnya pergi, lalu Acheline menghela napas pasrah. "Haiz... Benar-benar sungguh sangat melelahkan memberinya dokumen penting setiap hari," Acheline menghela napas panjang, jadi di sini, dia sama seperti Kim pada Neko. Pekerjaan Kim dan Acheline mungkin bisa dibilang sama.

"He, kenapa terus melihatnya?" Acheline menatap Neko yang tersadar ketika mendengar kalimat itu.

"Apa kau suka padanya?" Acheline kembali menatap membuat Neko mengangkat satu alis. "Memangnya bagaimana perasaan itu muncul?"

"Oh, jadi kau tidak pernah suka pada seseorang, ya, rasanya mungkin agak aneh... Hm... Aku belum pernah merasakannya sih, mungkin kau bisa tanya pada orang yang pernah suka pada seseorang, dan jika dilihat, kau akan cocok padanya. Park Choisung dengan Neko atau bisa aku bilang Felix dengan Amai... Hahaha... Sama-sama nama sebutan, sama-sama nama asli," Acheline menggunakan nada bercanda.

"...Nama samaran? Apakah nama itu nama samaran?" Neko bertanya.

"Ah, soal itu, kau bisa tanya padanya lain kali, aku juga tak pernah mendengar ceritanya, hanya tahu bahwa itu hanyalah nama sebutan untuknya, memangnya tiga marga itu bisa dijadikan satu nama. Hanya dia yang berani melakukannya," balas Acheline, tapi itu tetap membuat Neko bingung.

"(Aku bahkan tidak tahu apa yang dia katakan, aku benar benar harus berpikir keras jika harus mengerti itu, menurutku, itu sangat susah bahkan untuk memikirkan nya secara masuk akal...)"

"Sudahlah, tidak perlu memikirkannya, ayo bersiap pergi ke kantor..." Acheline berjalan pergi duluan.

Neko bahkan masih tak bergerak. "(Tunggu, aku sekarang sudah tahu apa yang dia bicarakan, jika di pikir pikir lagi.... Tiga marga, itu berarti pemikiran ku dulu benar, itu memang tiga marga yang berbeda...)"

Di kantor, Acheline duduk di kursi dengan menatap ke ponselnya. Lalu pintu terbuka oleh Neko yang juga melihat Acheline ada di dalam.

"Oh... Kau sudah ada di sini, Bos memanggilmu di tempat merokok," kata Acheline.

"Kenapa? Apa itu penting?" Neko hanya menatap bosan.

"Yah, mungkin penting, karena dia tadi sangat ingin bertemu denganmu," balas Acheline.

Kalimat itu membuat Neko bingung lalu ia menyetujuinya saja dan berbalik dan berjalan pergi menemui Felix di tempat yang dijanjikan.

Di sana, ia membuka pintu kaca dan melihat di ruangan khusus untuk merokok itu ada Felix yang membelakangi menatap kaca besar melihat ke luar sambil berdiri merokok di sana.

Neko berjalan mendekat di belakangnya agak jauh dengan tatapan datar.

Lalu Felix menghela napas rokoknya, dia menoleh pada Neko dengan tatapan datar lalu membuka perkataannya. "Di mana baju imut tadi, kau tidak memakainya, gadis kecil?" Tatapannya membuat Neko kesal.

"Bicara saja langsung!" ia langsung meluapkan emosinya.

"Aku akan perlahan-lahan memberitahumu dan perlahan-lahan membuatmu ikut padaku," dia menoleh padanya dengan tatapan tajam.

"Tidak perlu kau beritahu, aku sudah tahu apa yang akan kau lakukan padaku nantinya."

"Memangnya apa yang akan ku lakukan padamu selain mendapatkanmu?"

"Semuanya sudah mendapatkan ku, apa yang harus menjadi spesial dariku saat ini, sudah kubilang dari awal bahwa kau harus membunuhku."

"Kau sedang tidak mengerti di sini, huh. Aku tidak membunuhmu karena kau ganti lelaki itu di sini, kau ingat siapa yang aku bicarakan, orangnya tepat mati di depanmu saat itu," kata Felix.

Awalnya, Neko hanya diam, tapi ia berwajah terkejut ketika mengingat Yohan. Sekarang Neko sudah tahu, bahwa Felix sedang menggantikan Neko dari posisi Yohan karena Yohan mati.

"Dia orang yang paling hebat di sini, karena itulah aku pilih untuk mendampingi mu tapi sekarang aku harap kau bisa menjadi sepertinya di sini, pasang senyuman sepertinya dan bersikaplah ramah," kata Felix.

"Cih... Lakukan saja sendiri," Neko menjadi keras kepala. Lalu ia berbalik akan berjalan pergi.

Tapi Felix mengatakan sesuatu yang membuatnya berhenti berjalan. "Kau tidak berencana untuk kabur, bukan?"

Seketika kalimat itu membuat Neko berhenti berjalan, dia berhenti seakan-akan kalimat itu yang membuatnya tak bisa melangkah lagi, memikirkan kata-kata itu dan langsung menoleh.

"Kenapa kau berpikir aku begitu?" Neko menatap.

Lalu Felix bersandar menatapnya dari tempatnya tadi. "Jika aku bisa mengatakan, kau bukan seseorang yang bisa dipercaya sepenuhnya, bisa menjadi harimau tapi kau juga patuh jika diminta menjadi kucing kecil, maupun kitty yang begitu kecil," kata Felix sambil mematikan rokoknya.

"Jaga mulutmu itu," Neko tampak kesal mengepal tangan.

Felix terdiam dengan tatapan datar, ia seperti berpikir kalimat apa yang akan ia katakan lagi hingga ia mengatakan sesuatu. "Kau hanya gadis kecil, yang tidak memiliki apapun, dan tidak akan pernah memiliki apapun yang kau mau."

"...Yeah, semua orang mengatakan hal itu padaku, tapi apa gadis kecil ini bisa membuatmu jatuh dan biarkan aku duduk di atasmu?" Neko menatap dengan senyum kecil, dia mencoba memasang tatapan menggoda, tapi dia mengubah ekspresinya sambil mengatakan. "Apa itu cukup menutupi kalimat merendahkanmu, bajingan?" tatapnya lalu berjalan pergi.

Felix terdiam, dia mengkerutkan alisnya. "Gadis yang buruk, kau harus mendapat pengajaran."

---

Neko berjalan di lorong setelah bertemu Felix sambil masih kesal. "(Sialan sekali, aku benar-benar tak tahu apa yang terjadi, dia benar-benar tipe yang buruk,)" ia kesal tapi siapa sangka, ada yang memanggil dengan sangat dekat. "Gadis kecil..."

Neko menoleh, tapi mendadak, ia terkejut kaku karena perutnya terpukul keras oleh tangan yang kejam dari pria yang diketahui adalah pria kemarin yang ditonjok Neko dan sekarang dia menyakiti Neko dengan curang.

"Akh... Cough!" Neko memegang perutnya dengan gemetar. "(Sial.... Dimana dia tepat memukul... Sangat sakit...)"

"Bwahaha, sangat payah sekali, kau tidak bisa menjaga dirimu," tatapnya.

Neko kesal menatapnya dengan tatapan gemetar.

"Apa, huh, mau melawan?! Kau hanya gadis lemah, mana dibilang hebat, nyatanya kau tak bisa menghindari pukulanku tadi," tatap pria itu meremehkan Neko.

Kebetulan di saat itu juga, ada tepakan kaki berjalan dengan santai namun terlihat berat dengan tubuh besar.

Perlahan akan muncul dalam bayangan di lorong, pria itu menoleh dengan bingung. "Paling hanya orang biasa, dia tidak akan bisa melawanku... Karena aku yang terkuat di sini," tatapnya kembali pada Neko.

Tapi siapa sangka, hidung pria itu, untuk kedua kalinya, menerima pukulan dua kali tapi kali ini, memakai kaki Neko.

"Akh!!" ia langsung terjatuh.

Neko kesal sambil menggunakan napas cepatnya masih memegang perutnya. Karena masih kesal, dia mendekat, menginjak dada pria itu, dia mengepal tangannya dan mengangkatnya ke belakang siap memukul.

Tapi siapa sangka, tangan itu tertahan telapak tangan yang besar membuatnya terdiam dan menoleh, siapa sangka, itu adalah Felix, yang datang tadi rupanya Felix.

Tatapan Felix tajam padanya sambil mengatakan sesuatu. "Kau mencoba menyakiti bawahan ku yang lain atau apa?"

Neko terdiam kaku, dia terkejut melihat tatapan mata yang begitu tajam dengan aura yang sangat besar. Aura itu membentuk tentakel yang begitu tajam, dari helaian itu, mencekik leher Neko membuat Neko tak bisa berkata-kata.

Hingga pria itu bangun. "Bos, gadis baru ini benar-benar sangat buruk, dia menyerang ku tanpa alasan... Apakah dia sedang meluapkan kekesalannya?" Ia mengadu dengan memanfaatkan suasana sementara Neko yang mendengar itu menjadi tak percaya, dia tak bisa mengatakan apapun.

"(Sialan... Padahal kau yang salah duluan...)"

"Aku akan mengurusnya, pergilah," Felix menatap pria itu yang mengangguk dan berlari pergi, tapi di balik itu, dia tersenyum licik dan sudah berpikir Felix akan menghukum Neko.

"(Apa yang akan dia lakukan padaku?! Apa dia akan melakukan sesuatu lagi?!)" Neko terdiam, tapi mendadak, ia terpojok di dinding dengan satu tangan Felix menutup mulutnya, mendoeong hingga kepalanya terpojok di dinding.

"Aku sudah menduga kau memiliki sifat yang buruk, atau bisa aku katakan, kau begitu nakal," tatap Felix dengan tatapan datar.

Neko yang ada di posisinya menjadi gemetar, tapi dia berhasil melontarkan kata-katanya. "Aku tidak melakukannya!! Dia yang mulai duluan... Kenapa kau menyalahkanku!!"

"Aku menyalahkanmu? Siapa yang bilang begitu, kau melakukan semuanya dengan baik," Felix menatap dengan senyum kecil, tapi Neko terpaku melihat itu, dia antara bingung.

"Kau lihat itu," Felix menunjuk sesuatu yang ada di dinding, itu adalah kamera rekaman yang tersembunyi, seketika Neko terkejut.

"Kau tidak salah," tatap Felix, tapi ketika mendengar kalimat itu, Neko menjadi terdiam, ini seperti kalimat itu masuk ke telinganya dan berdiam diri di otaknya.

"Aku, tidak, salah? Kau percaya itu?"

"Kenapa? Heran dengan kalimat itu? Apa ini karena terlalu banyak orang yang menyalahkanmu?"

"Tidak... Tapi kau benar," Neko membalas sambil menundukkan wajahnya, dia tampak putus asa dengan wajah kekosongannya.

Lalu Felix melepasnya dari memojok. "Untuk keamananmu, aku sudah memesankan apartemen untukmu, kau tak perlu ikut dengan Acheline ke tempatnya yang jauh, hanya tinggal berjalan. Hanya itu yang ingin aku sampaikan... Kedepannya, jangan harap aku membantumu dari anjing tadi yang bisa saja menanamkan dendam untukmu nantinya, dan juga jika sudah berada di puncak kau tidak bisa melawan, hanya perlu berteriak meminta bantuan..." kata Felix lalu dia berjalan pergi membuat Neko terdiam, tapi siapa sangka, ia masih memegang perutnya.

"(Sial.... Ini bahkan masih sangat sakit....)"