Setelah membawa Neko berjalan, Yohan mengantar-nya kembali ke apartemen.
Tapi ketika akan ikut masuk, Yohan berhenti karena Neko juga berhenti. Neko berbalik menatapnya. "Mau apa kau?" dia menatap datar. Dia seperti tidak mengizinkan Yohan masuk ke apartemennya.
"E... Em... Masuk?"
"Kau mau apa masuk?"
"E... Untuk bekerja? Aku harus membersihkan tempatmu. Tadi belum selesai, jadi aku menyelesaikannya sekarang," tatap Yohan.
"Ck, bukankah aku sudah bilang bahwa kau sudah selesai membersihkan sebelum kita berangkat tadi? Apa kau lupa?"
"E... Kalau begitu, aku akan menjaga, pengawalanku?"
"Sudah, penjagaanmu sudah berakhir hari ini. Kau bisa pulang sekarang," kata Neko.
"Eh... Tapi ini belum malam."
"Memangnya kenapa jika tidak malam?"
"Karena penjagaanku berakhir ketika malam. Ini belum malam..." tatap Yohan.
"Sudahlah, pulang saja. Aku ingin tidur. Aku malas. Sebaiknya kembali saja besok," Neko langsung menyela lalu menutup pintu membuat Yohan terdiam di depan pintu.
Dia membuat Yohan seperti anjing kecil yang baru saja diusir dari rumah. "(Hiks... Kenapa dia tega sekali memperlakukanku begini? Aku sudah baik-baik menjaga-nya. Kenapa harus sekarang kau mengusirku? Begitukah caramu memperlakukan ku begini.... Haiz...)" dia lalu menghela napas panjang lalu berbalik dan berjalan pergi dari pintu itu.
"(Nuna memberiku kesempatan untuk pulang dan pergi dari tugas penjagaan. Sepertinya aku bisa langsung laporan ke organisasi Park Choisung,)" pikirnya, lalu dia berjalan pergi dari sana.
Tapi di pikirannya, terlintas keraguan. "(Aku tidak tahu lagi, apa aku pengawal terpercaya-nya? Kenapa ini sungguh sulit? Bukankah seharusnya aku tidak ke sana, tidak ke organisasi Park Choisung? Tapi... Aku sudah diterima bekerja di sana dan mereka memaksaku untuk menjadi mata-mata karena aku netral dalam mendukung... Tidak seperti sunbae Kim... Tunggu, Sunbae Kim? Kira kira dia di mana dan aku sekarang menjadi penasaran kenapa dia bisa menjadi asisten yang begitu sangat setia pada Nuna? Ha... Sudahlah...)" dia menggeleng pelan mencoba melupakan beban pikiran itu lalu kembali berjalan ke tempat Park Choisung.
Dia memutuskan untuk pergi ke gedung milik Park Choisung dan ketika sesampainya di gedung, dengan lorong yang begitu gelap, tentunya dia berhenti di sana dan berdiri menunggu hingga ada langkah kaki mendekat.
"(Suara ini... Kenapa suara langkah kakinya berbeda dengan langkah kaki wanita kemarin? Ini lebih tepatnya langkah kaki seorang pria,)" ia terdiam bingung, hingga suara muncul tepat ketika langkah kaki itu berhenti.
"Yohan kan?" Suara pria dengan suara berat.
"(Ah benar, dia pria... Dugaan ku benar bahwa dia pria.) Iya... Aku Yohan."
"Baiklah, aku di sini sebagai bawahan dari bosku. Apa yang ingin kamu laporkan?" tanya suara itu membuat Yohan terdiam sebentar lalu dia menelan ludah dan mengatakan sesuatu.
"Sebenarnya aku sudah bersama dengan Nona Neko. Dia sudah diputuskan sebagai gadis yang dicari oleh Tuan Park Choisung dan aku harus apa dengannya? Apa aku harus bersama-nya sampai dia tahu siapa aku?"
"...Laporanmu kurang akurat. Bisa jadi gadis itu bukan dicari oleh bosku. Memangnya kau benar bertemu dengan-nya?"
"Apa?! Tapi, rekanmu kemarin mengatakan bahwa aku sudah menemukan-nya dan temuan-ku sudah jelas benar. Kenapa sekarang aku malah diragukan?" Yohan menatap tak percaya dan dia hampir memberontak.
"Hei, itu sudah cukup memberontaknya. Kalau begitu tunjukkan saja padaku di mana gadis itu sekarang dan jika sesuai, aku akan melaporkan pada bos," kata pria itu.
"...Baiklah, apa yang ingin kau mau supaya aku bisa menjadikan bukti?"
"Bagaimana dengan foto tubuh, kau memiliki-nya?"
"...Bagaimana jika kau ikut aku saja menemui-nya? Atau lihat langsung agar kau percaya," Yohan menatap.
"Hm... Bagaimana yah, aku akan terlihat wajahku nanti."
"Apa itu masalah?" Yohan menatap serius.
"Baiklah, ayo." Pria itu melangkah mendekat hingga ia hampir memunculkan wajahnya, tapi ia berhenti sebelum wajahnya benar-benar terlihat membuat Yohan menjadi terdiam.
"Maaf, aku tak bisa... Sebaiknya aku percaya saja padamu bahwa kau menemukan gadis yang dicari. Lakukan saja tugasmu," kata pria itu, sepertinya dia tak jadi ikut Yohan karena risiko dari wajahnya.
"Tunggu, sebelumnya, bisa aku tahu, apa aku bisa bertemu dengan atasanmu?"
"Kau tak punya kepentingan, hanya perlu jalani tugasku dulu."
"Tapi, aku harus tahu, apa hubungan mereka berdua sehingga atasan-ku tertarik mengawasi gadis yang sedang aku kawal?" Yohan menatap.
"...Hanya sebuah masa lalu. Aku harap itu bisa membantu menjawab," kata suara itu.
"Lalu, apa aku bisa membicarakan hal ini pada gadis itu?"
"Tentu saja tidak, kau bodoh! Jika kau sampai membocorkan identitasmu sebagai mata-mata milik Tuan Park, kau tak hanya akan dibunuh olehnya, kau juga akan disiksa oleh Tuan Park sendiri. Jadi, jangan buat masalah," suara itu mengatakan dengan nada yang begitu tegas.
Yohan kembali terdiam, dia lalu menelan ludah dan mengangguk. "Ketika aku sudah selesai, apa aku bisa bertemu dengan Tuan Park itu?"
"Aku akan bilang padanya jika kau memang sangat ingin bicara padanya," balas suara itu. Lalu dia terdengar berbalik dan berjalan pergi dari tempat itu.
"(Aku tidak bisa berpikir jernih. Sebenarnya apa yang aku laporkan di sini, sebenarnya aku bekerja pada siapa? Aku benar-benar tak mengerti... Aku menjadi mata-mata dari Tuan Park tapi aku akan mengkhianati Nuna Neko... Bicara soal ini, apa aku pengawal terpercaya-nya?)"
---
Sementara itu, tepatnya di sisi lain, ada seseorang jatuh dengan darah keluar dari kepalanya, ia langsung meninggal di tempat dan jika dipandang ke atas, ada pisau dipegang orang dan orang itu adalah Kim.
Kim mengusap keringatnya dan melempar pisau itu. "Sangat susah menemukan informasi dalam persoalan yang minim." Ia berbalik dan berjalan pergi, lalu berhenti di pojokan gang, menyalakan rokoknya, sambil menghembuskan asap dari mulutnya, dia mengusap pipinya sendiri, pipi bekas luka goresan. Dia terdiam dan kembali menghela napas panjang.
"(Aku sudah lama tidak mendengar kabar dari Nona Neko... Apa dia baik-baik saja? Aku yakin dia baik-baik saja karena yang menjaga-nya adalah Yohan... Tapi, kenapa aku tak pernah bertanya-tanya bagaimana bisa gadis itu dijaga oleh orang asing seperti Yohan kecuali dia dapat dipercaya. Selagi aku memusnahkan informasi perlindungan agar organisasi Viktor dan yang lainnya tidak mengincar Nona Neko lagi, aku benar-benar khawatir...)" Kim tampak banyak pikiran. Tapi ia kemudian kesal. "(Sial.... Kenapa aku merasa kesal pada para bajingan itu, mereka benar benar sangat brengsek dan hanya berani pada gadis seperti Nona Neko... Mereka pikir Nona Neko bisa kuat terus?!)"
Lalu ia memutuskan untuk menghubungi Yohan. Kebetulan Yohan ada di bar Hozer. Dia duduk melamun dan ponselnya berbunyi membuatnya tersadar dan mengambil ponsel dari saku. "Sunbae Kim?"
"Yohan," panggil Kim.
"Ya, Sunbae. Apa ada masalah?"
"Bagaimana kondisi Nona Neko? Apa dia baik-baik saja?"
"Ah, ya. Dia... baik-baik saja. Jangan khawatir... Aku bisa menjaga-nya dengan baik."
"...Kau yakin? Kau tidak membuat-nya apa begitu? Lalu sekarang kau ada di mana? Apa kau bersama-nya?"
"...Sebenarnya, aku tidak bersama-nya sekarang," kata Yohan dengan nada kecewa, tapi mendadak, panggilan berakhir membuatnya terkejut.
"(Hah!? Dia langsung mematikan-nya... Apa yang terjadi! Apa aku membuatnya marah...)" ia panik hingga tiba-tiba ada yang memegang pundaknya dengan sangat keras, yakni Kim.
Hal itu membuatnya terkejut menoleh. "S.. S.. S.. Sunbae... Kim!!!" ia langsung gemetar karena Kim memancarkan aura yang sangat marah.
"Berani sekali kau keluar dari tugas penjagaan. Apa kau lupa tugasmu akan berakhir di malam hari, bukan siang bolong begini!" dia menatap kesal.
"M... Maafkan aku. Sebenarnya, dia yang mengusirku dan tidak memperbolehkan aku masuk. Dia bilang dia ingin tidur jadi... Dia membuatku harus pergi entah ke mana hingga ke bar ini," Yohan menatap. Dia tampak polos membuat Kim menghela napas mendengarnya tadi.
"Ck... Baiklah, terserah," Kim duduk di sampingnya. Lalu Gramp kebetulan mendekat. "Wah Yohan, kau membawa teman?" tatapnya.
"Gramp, tolong satu gelas lagi untuk sunbae Kim," kata Yohan. Lalu Gramp mengangguk dan berjalan pergi mengambilkan pesanan.
"Ada apa, sunbae? Kenapa seperti banyak beban begitu?" Yohan menatap.
"Entahlah, aku sangat susah melindungi informasi Nona Neko karena semakin banyak amatiran yang ingin mengincarnya. (Semakin hari berjalan... Aku tak bisa menguasai banyak informasi, entah karena apa, aku berpikir ada seseorang yang menyebarkan informasi soal Nona Neko... Tidak mungkin Yohan kan? Jelas tidak... Tapi ini membuat ku berpikir banyak....)"
"...Mengincarnya karena apa? Apa mereka punya urusan tertentu?"
"Tidak, sama seperti dulu, banyak yang mengincar tubuhnya dan yang lainnya," balas Kim.
Tapi di saat itu juga, Yohan teringat sesuatu. "Sunbae, apa aku bisa bertanya sesuatu?"
"Hm... Apa?"
Mendadak Gramp datang. "Ini pesananmu, dan tambahan gratis." Dia meletakkan gelas alkohol di depan Kim dan juga sepiring kentang goreng.
"Ha... Aku tak suka kentang," Kim menatap suram.
"Oh, biar aku yang memakannya. Terima kasih," Yohan langsung mengambil piring itu.
"Kalau begitu kau harus bayar, Yohan, karena itu tadi untuk pelanggan baru," tatap Gramp membuat Yohan terpaku lalu Gramp pergi.
"Astaga, begitu kejinya," gumamnya.
"Hei, apa yang ingin kau bahas tadi?" Kim menatap.
"Oh, tapi, aku harap kau bisa menjawabnya dengan lengkap," tatap Yohan.
"Yeah, aku akan berusaha."
"...Sebenarnya, apa Nona Neko itu memang masih perawan?" Yohan menatap.
Seketika Kim terdiam sebentar dan kembali menghela napas panjang. "Dia masih perawan... Sampai saat ini belum ada yang berani menyentuh bagian bawahnya."
"Tapi... Kenapa dia seperti...."
"...Dia sudah tak peduli lagi pada bagian atasnya seperti bagian buah dada, karena itu bisa saja sudah dilihat banyak orang, tapi jika bagian bawahnya... Dia tidak mengizinkannya..."
"Kenapa begitu? Apa dia sedang mencoba mempermainkan seseorang?"
"Hanya ada satu orang saja yang berhasil melihat semua tubuhnya. Dia yang menjadikannya model pastinya harus tahu bentuk tubuh seorang model yang harus ia pahat," kata Kim membuat Yohan terdiam.
"(Orang itu pasti beruntung tapi dia tidak beruntung karena telah dibenci Nuna.)"