Setelah mandi, Yohan keluar sambil mengelap rambutnya.
"Ini sungguh segar," ucapnya.
"Apa itu baik-baik saja? Bagaimana dengan airnya?" Neko menatap sambil duduk di pinggir ranjang.
"Ya, ini bagus, airnya sesuai temperatur."
"Kalau begitu, karena kau sudah mandi, berikan tanganmu," kata Neko sambil mengulur tangan.
Dengan bingung, Yohan mendekat, berdiri di depannya, dan mengulurkan tangannya. Neko mendekatkan lengan Yohan ke wajahnya, seketika menggigitnya.
"Ugh..." Yohan terkejut dan menutup mulutnya sendiri. Seketika lengan Yohan berdarah, dan Neko menjilat darah itu.
"Ini menakutkan, (astaga... Astaga apa yang dia lakukan sebenarnya?!)" Yohan menangis dalam hati. Tiba-tiba Neko menariknya, membuatnya terjatuh ke ranjang. "Huh...?"
"Sudah lama sekali aku tidak meminum darah, rasanya lebih enak. Apa kau tidak pernah melakukan sesuatu pada kesehatan tubuhmu?"
"Apa maksudmu?" tanya Yohan kebingungan.
"Apa yang kau lakukan pada dirimu? Apa kau tidak merokok?" Neko menatapnya, ia sudah menduduki tubuh Yohan. Lalu mendekatkan wajahnya. "Apa, apa yang dia lakukan?" Yohan menelan ludah.
"N... Nona, aku pikir aku akan dibunuh Sunbae Kim."
"Kenapa?" Neko menatapnya.
"Kupikir dia tak mau kau tersentuh lelaki," kata Yohan. Lalu Neko tersenyum sangat kecil.
"Dia tidak mengatakan bahwa aku bisa saja sesuka hati menggigit orang, termasuk kau sekarang ini, kan?" Neko menatapnya.
"Tapi... Tapi... Tapi..." Yohan menjadi gugup dan gemetar.
Neko terdiam kesal hingga ia mendekat, dia sebelumnya memegang dagu Yohan dan mendorongnya ke atas, membuat kepala Yohan terangkat, dengan cepat dia menggigit leher Yohan, membuat Yohan terkejut.
"Akh! Ini sangat sakit... Sangat tajam dan begitu dalam..." ia menutup mata menahan rasa sakit itu.
Setelah menggigit, Neko mencium bekas gigitan itu dan Yohan merasakan sesuatu.
"Dia... Dia seperti sedang menarik darah keluar... Dia menghisapnya? Oh astaga... Rasanya aneh... Aku akan pusing..." Yohan tampak pucat.
Neko mengangkat wajahnya, menatap Yohan yang rupanya lemas. "Oh... Aku terlalu banyak menghisap..." Neko baru sadar.
---
"Ini... Pertama kalinya dalam hidupku... Aku pingsan hanya karena... Seorang gadis menggigit leherku... Jika bukan karena bagian leher juga termasuk titik vital... Aku mungkin juga akan mati... Lebih baik memilih tak sadarkan diri daripada mati, apalagi dia juga menghisap seperti lintah, gigitannya seperti harimau tapi hisapannya sangat banyak... Aku tak tahu, sampai kapan aku akan bangun... Aku tak berharap aku bangun di luar karena dia mungkin saja membuangku... Ups, aku salah... Aku bangun di tempat nyaman..."
Paginya, Yohan membuka matanya, dia menatap langit-langit dengan tangan kanannya terentang ke samping. Dia tidur di ranjang Neko, sendirian dengan selimut berantakan, apalagi rambutnya itu. Di lehernya sudah ada penutup luka kecil.
"Kapan aku tidur di sini?" ia duduk dengan bingung. Dia menggaruk leher sambil menguap lebar.
"Di mana Neko?" ia menatap jendela lalu mendadak mendengar suara Neko.
"Kau bangun," Neko memanggilnya, lalu Yohan menoleh, rupanya Neko ada di depannya, dia duduk di kursi sambil meminum teh. "Aku menunggumu untuk bangun," tatapnya dengan sebuah lirikan datar.
"Ma-maaf... Aku benar-benar terlalu lambat bangun," Yohan langsung keluar dari ranjang. Namun ia berhenti dan bingung. Ia melihat tubuhnya.
"Kenapa aku masih memakai baju, kupikir aku telanjang."
"Ada apa?" Neko menatap tajam.
"T... Tak ada apa-apa," dia langsung membalas dengan panik. "(Dia sangat menakutkan! Aku tak tahu apakah aku akan bertahan di sini apa tidak...)"
"Apa kau keberatan jika aku menjadikan tubuhmu sebagai bantal, huh? Kau mungkin berpikir aku menelanjangi mu begitu?" kata Neko. Tatapannya sangat mencekam.
"Maafkan aku, aku tak tahu apa yang terjadi. Maafkan pemikiranku ini... Aku tak akan berpikir yang aneh-aneh..." Yohan menundukkan badan. Lalu Neko berdiri dan mendekat, Yohan mengangkat badannya dan menatap. Hal itu membuatnya terkejut kaku karena Neko menatapnya dengan senyuman kecil.
"Kenapa kau begitu berkeringat? Kau dari awal ke sini saja sudah begitu gugup, bagaimana caramu mengembangkan sifat tegas nantinya? Tak perlu terlalu sopan, anggap aku sebagai teman saja, agar kau terbiasa denganku."
"B... Baik... (Pertama kali aku dengar begini... Mungkin dia tadi memang tidak membuangku, kupikir aku akan bangun di luar, rupanya dia membiarkanku bangun di kasurnya dan dia menungguku dengan sabar...)" Yohan terdiam, dia terkesan menatap Neko.
"Baiklah, kalau begitu sekarang, cepatlah bersiap dan pergi."
"Kemana kita akan pergi?" Yohan menatap.
"Hanya jalan-jalan, kau tahu tempat terbaik di sini?" Neko menatap.
"Um... Mungkin... Tergantung kamu ingin pemandangan yang seperti apa? Apa yang kau inginkan?"
"Oh, bagaimana dengan laut yang tenang? Kudengar distrik ini dekat dengan pelabuhan yang terkenal, ilegal," tatap Neko.
"Nona Neko, kau sudah lama tidak keluar, bahkan selama 2 tahun, kau hanya ada di sini. Apa kau yakin akan keluar? Bagaimana jika bahaya?"
"Jika di luar saja bahaya, untuk apa aku mengizinkanmu bekerja padaku," balas Neko sambil berjalan duluan membuat Yohan terdiam ragu.
"Sunbae Kim bilang bahwa Nona Neko tidak pernah keluar semenjak dia ditemukan di sini... Jika dipikir-pikir, dulu dia memiliki banyak luka, tapi kenapa sekarang tak terlihat satupun bekas luka? Apa ini karena dia selalu memakai pakaian panjang itu, celana panjang hitam, dan kemeja putihnya?"
Tampak mereka berdua berjalan di jalanan gangster, Neko terdiam berjalan ke depan dari tadi, bahkan semua orang yang ada di sana menjadi terkejut ketika pandangan mereka tak sengaja menoleh ke arahnya.
Ini seperti mereka tak pernah bertemu dengan Neko. Hal itu membuat Yohan terdiam. Tapi mendadak, Neko melirik semua orang yang menatapnya, membuat mereka terkejut dan langsung melarikan diri. Yohan kembali terdiam melihat itu.
"Serius? Dia bahkan lebih kejam dari apapun, bahkan hanya dengan lirikan tajam itu, dia membuat semua orang seperti terancam dengan lirikan itu.... Mungkin bayangan hitam juga melindunginya... Atau bisa aku sebut bayangan kebencian..." pikir Yohan dengan terdiam.
Lalu Neko menatapnya. "Kenapa? Ada apa dengan wajah yang kau buat itu?" Dia menatap tajam.
"E... Em... Aku hanya... Maksudku, aku tidak memasang wajah apapun kok," Yohan menjadi gugup.
Tapi tiba-tiba Neko menepuk punggung belakang Yohan, membuat Yohan terkejut tidak karuan.
"Santai saja, aku tak membunuhmu, hanya menggigit saja," ia menatap.
Mendengar itu, Yohan menjadi semakin gemetar, dia sudah kena mental duluan.
Lalu ia tak sengaja menatap lengannya yang bekas gigitan Neko kemarin, namun ia bingung karena gigitan itu sepertinya hanya satu gigi, bukan dua gigi. "Gigi ini... Gigi taringnya, kenapa menggigitnya hanya satu?"
"Ada apa? Kau kesakitan pada bekas gigitan ku itu? Paling tidak aku sudah menutupi luka di lehermu, kan?" tatap Neko.
"E... Aku hanya heran, kenapa hanya satu taring?"
"Apa itu masalah untukmu?" Neko menatap datar. Sebenarnya mungkin tak akan diketahui bahwa gigi taring Neko satunya tercabut oleh Beum saat itu dan dijadikan bukti untuk ketua sindikat bahwa Neko sudah mati, padahal dia masih bertahan sampai sekarang karena ditemukan dan ditolong oleh Yohan dan Kim.
"Ti... Tidak ada, i... Ini baik-baik saja..." Yohan langsung membalas kembali panik, membuat Neko menghela napas panjang.
"Sebenarnya, ada apa denganmu? Kau tak suka aku gigit? Apa itu sakit? Atau kau terkejut ketika tahu aku suka pada darah?"
"Jika soal itu, sebenarnya, Sunbae Kim sudah memberitahukan padaku dulu, bahwa kau suka pada darah jadi mungkin aku tak keberatan jika kau harus meminum darahku. Gigitanmu juga tidak akan keberatan," kata Yohan.
"Sudah berapa lama kau mengenal Kim?"
"Kenapa mendadak bertanya begitu? Sebenarnya kisahnya panjang, kami sama sama bertemu di Thailand, tapi aku dari Korea. Mungkin kamu bisa bertanya padanya jika ingin lebih lengkap karena aku juga agak lupa," kata Yohan.
"Jadi, kau benar-benar tidak keberatan jika aku meminum darah maupun menggigitmu di sembarang tempat?" Neko menatap, dia menatap dengan seringai, membuat Yohan terkejut.
"I... Iya... T... Tapi..."
"Kalau begitu, kemarilah," Neko langsung menarik tangan Yohan dan mereka masuk ke gang kecil tanpa diketahui banyak orang di sana.
"Nn... Nona... Neko... Kupikir ini bukan ide yang baik," Yohan gemetar di pojokan. Dia terlutut dengan Neko berdiri menatapnya dari jarak dekat.
"Kenapa? Kau bilang kau tidak keberatan jika aku meminum darahmu, kan?" Neko menatap tajam.
"Um... Tapi... Kenapa harus aku? Bukankah kamu bisa... Melakukannya dengan yang lain?" Yohan menatap memelas. Dia tak mau Neko menggigitnya lagi.
"Aku sudah bilang dari awal, darah yang sehat itu darah yang enak. Tapi jangan salah, hanya sebatas enak..."
"Jadi, kamu berpikir aku tidak merokok?" Yohan menatap.
"Begitukah?"
"Aku memang tidak merokok, tapi... Aku meminum alkohol," Yohan membalas dengan wajah polos membuat Neko terdiam.
Ia lalu menghela napas panjang. "Bisa-bisanya kau bisa seperti itu. Aku memang mengakui bahwa semuanya memang tidak bisa menolak alkohol, tapi darahmu tak bisa berbohong, dia menyerap dengan sangat baik, mungkin di bagian lehermu aku memakan yang paling enak," kata Neko yang menatap Yohan yang berlutut seperti budak penyesalan di depannya.
"(Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku berakhir begini? Jika dia terus begini, lama kelamaan aku akan mati karena digigit sangat keras dan darahku habis,)" Yohan menatap tak bisa apa-apa, dia menatap bawah tak berani menatap Neko.
Tapi Neko berpikir lain. "(Lelaki ini, kenapa sikapnya begitu lembek sekali... Apa dia memang benar dipercaya oleh Kim? Jika begitu, kenapa aku merasakan sesuatu yang buruk di tubuhnya?) Lihat ini, sekarang mendadak terasa," Neko tiba-tiba terkejut merasakan sebuah aura besar di tubuh Yohan.
"Aku baru sadar sekarang, Yohan... Kau bukan orang biasa, bukan? Tampilan lelaki ini benar-benar sangatlah berbeda... Dia seperti akan merencanakan sesuatu padaku nantinya. Apa kau orang suruhan dari orang yang aku kenal dan tidak mau disebutkan namanya?" Kata Neko, seketika Yohan terkejut dan menengadah. "I-itu tidak benar... (Apa dia akhirnya tahu bahwa aku adalah mata-mata? Bisa gawat jika begini... Apa yang harus aku lakukan?)"