Chereads / Bloody Line: Under The Drop of Blood / Chapter 108 - Chapter 108 Caged The Beast

Chapter 108 - Chapter 108 Caged The Beast

Tiga tahun yang lalu, terlihat Neko berdiri di atap balkon di malam hari yang gelap.

Itu ketika dia benar-benar sudah meninggalkan Cheong dan bergabung dengan Ketua sindikat. Di lehernya ada tali pita pengikat merah. Ujung tali itu terbang bersama dengan rambutnya karena angin malam.

Tatapannya kosong dengan wajah yang begitu datar, lalu menengadah menatap bulan.

"(Kenapa... aku tak bisa menemukan seseorang yang aku inginkan meskipun aku tak tahu seperti apa orang yang aku inginkan?)"

Lalu terdengar suara langkah kaki mendekat, dia hanya terdiam hingga di susul suara tepakan kaki yang berhenti. "Temui dia, dan katakan bahwa kau sudah muak padanya. Cantumkan namaku. Dengan begitu, kau akan tahu banyak faktanya," kata suara itu, yang rupanya dari Ketua sindikat.

Neko terdiam tak menoleh. Dia membisu, tak mau menoleh padanya. Lalu Ketua sindikat mendekat dan memegang leher belakang Neko. Dia menarik pelan sesuatu di sana yang rupanya melepas tali pita merah itu.

Lalu Neko membalikkan badan dan berjalan melewatinya. Ketua sindikat menatap tali pita itu dan menggenggamnya. "(Ini sebagai bukti bahwa kau akan ikut padaku, tak peduli bahwa dunia memperebutkanmu.)"

Sementara itu, di gedung lain, tampak Tuan Cheong menatap seseorang di depan mejanya. Dia tak lain adalah Neko yang sudah sampai di sana.

"Jadi... kau meminta bertemu padaku untuk mengatakan sesuatu?" Cheong menatap serius.

Neko masih terdiam. Dia bahkan hanya membalas dengan lemparan tatapan tajam. "(Ini semua tidak ada artinya...) Aku akan pergi darimu," dia membalas.

Cheong terdiam. Dia menatap sekitar lalu menghela napas panjang. "... Kau sudah aku anggap sebagai seseorang yang harus aku jaga karena kau gadis yang butuh seseorang yang menjadikanmu sebagai bagian dari keluarga, sesuatu yang aku berikan padamu. Apakah itu kurang? Aku memberikanmu tempat tinggal, makanan, dan juga benda yang kau inginkan," tatap Cheong.

"... Aku bukan peliharaan maupun pajanganmu. Berhenti menyebutkan hal yang kau berikan padaku, termasuk aku tak suka akan hal itu," Neko langsung mengatakan dengan nada kesal.

"Jadi kau ingin apa? Sebuah cinta? Cinta dariku? Kau seharusnya tahu apa yang kau lakukan. Kau harus mulai duluan merayuku," tatap Cheong, dia tidak memberikan hal yang sepantasnya.

"Jika ini bukan karena aku tidak merayumu, kau juga tidak akan menyentuhku sama sekali."

"Tentu saja, aku menyentuhmu kecuali kau setuju duluan," tatap Cheong dengan senyum kecil yang membuat Neko kesal.

"(Selama ini, kupikir aku benar-benar memberikan sebuah perasaan kesetiaan padanya, tapi ini yang kudapatkan. Kalimat perintah yang tidak pantas. Dia pikir aku perempuan yang sama seperti mereka di luar sana... Lebih baik aku ikut dengan seseorang yang lebih kejam darimu...)" Neko kesal mengepal tangan, lalu berbalik akan pergi dari kantor itu, tapi Cheong memanggilnya.

"Neko..."

Hal itu membuat Neko berhenti dan menoleh dengan tatapan kesal. Melihat Cheong berdiri dan mendekat. "... Sebelum kau benar-benar pergi, biarkan aku memberikan sesuatu padamu. Akan kuambilkan, tunggulah di sini," Cheong berjalan melewatinya dan keluar ruangan itu meninggalkannya.

Neko menjadi terdiam berdiri di sana. Dia bahkan benar-benar mau menunggu. "(Aku tak tahu apa yang aku lakukan sekarang. Ini benar-benar begitu buruk untuk diingat. Beberapa tahun ke depan, aku harap aku tak pernah bertemu dengannya lagi, tapi bagaimana dia bisa melepas aku begitu saja? Dia tidak menahan aku pergi sama sekali. Apa alasanmu tidak mencegahku pergi darimu?)" dia tampak kecewa dan masih saja berdiri menunggu.

Hingga tak lama kemudian, ada yang membuka pintu. Neko pikir itu Cheong, tapi ketika ia menoleh, rupanya seorang wanita muncul melihatnya juga.

"... Siapa kau?" tatapnya dengan bingung.

"..." Neko hanya terdiam dengan tatapan datar karena dia tak tahu harus menjawab apa. Hingga ia mengatakan sesuatu, "Aku hanya menemui Tuan Cheong di sini."

Wanita itu menjadi terdiam sambil melihat tubuh Neko. "... Apa jangan-jangan kau mau merayunya? Tuan Cheong tidak pernah berinteraksi bisnis dengan perempuan sepertimu. Kau juga tidak terlihat seperti orang bisnis. Sudah dilihat bahwa kau hanya ingin merayunya kan? Kau tidak tahu bahwa dia itu milikku!!" tatap wanita itu membuat Neko terdiam bingung.

Tiba-tiba beberapa orang bawahan masuk sangat banyak mengepungnya. Ia melihat sekitar waspada. "(Apa yang terjadi?)" ia menatap mereka dan melirik ke wanita tadi yang menyilang tangan.

"Cepat tangkap dia. Orang seperti ini yang bangga pada tubuhnya pasti memanfaatkannya untuk merayu pria seperti Tuan Cheong," kata wanita itu. Dia benar-benar mengatakan hal salah dan main menuduh Neko.

"Sial!! Aku bukan siapa-siapa di sini!" Neko berteriak kesal. Tapi tiba-tiba salah satu dari mereka akan memukul, Neko dengan cepat menghindar sambil menendang orang itu hingga dia jatuh ke belakang.

"Kenapa dia kuat sekali?" Mereka bingung.

"Apa yang kalian tunggu? Cepat tangkap dia. Tak perlu memukulinya, hanya perlu menangkapnya saja," perintah kembali wanita itu.

Neko terdiam kesal. Ia benar-benar berada di situasi sulit.

Sementara itu, Cheong mengambil sesuatu di salah satu ruangan. Ia tak sengaja melihat dokumen merah lalu mengambilnya. Lalu muncul seorang wanita. "Suamiku," dia langsung memanggil dengan nama itu, mendekat sambil mendekap tangan kanan Cheong yang terkejut. "Kenapa kau ada di sini?" Dia langsung memegang kedua bahu wanita itu yang rupanya wanita tadi. Dia meninggalkan Neko bersama mereka yang masih bersamanya.

"Kenapa? Apa tak boleh diriku ini mengunjungi mu... Oh ya, kau mencoba apa dengan gadis dingin itu?"

"... Kau tahu soal dia?" Cheong kembali terkejut.

"Aku tidak tahu sih. Mungkin dia hanya melamar pekerjaan padamu, hihi... Karena aku anggap selingkuh jadi..." Wanita itu menatap bercanda.

Tiba-tiba Cheong terkejut dan menjatuhkan dokumen berwarna merah itu. Dia langsung berjalan cepat meninggalkannya. "Hah... Kau akan ke mana?" Wanita itu terkejut dan langsung mengejarnya.

Cheong membuka ruangannya sendiri. Terlihat Neko terkepung di tengah-tengah orang bawahan itu. Neko terlihat di lantai terbatuk darah sambil memegang tubuh kirinya. "Uhuhk... ugh..." Dia gemetar kesakitan lalu melirik ke Cheong yang terkaku.

Cheong menatapnya yang terlutut dengan banyak luka di tubuhnya. Luka itu bukan luka lebam, tetapi luka goresan benda tajam. Mereka menyayat tubuh Neko.

"Suamiku," wanita tadi mendekat sambil mendekap tangan Cheong. Hal itu tentu saja membuat Neko terkejut. Dia menatap dengan mata membesar melihat wanita yang tidak dikenalnya dekat dengan Cheong. Namun ketika Cheong melihat wajah terkejut Neko, seketika dia menampar pipi wanita itu membuat semuanya terkejut.

"Su-suamiku," wanita itu terkejut kaku memegang pipinya.

"Apa yang telah kau lakukan padanya? Suruh mereka pergi sekarang," Cheong berteriak tegas.

"A-apa maksudmu? Apa kau mendukungnya? Ternyata benar kau mencoba berselingkuh di belakangku... Kalian bunuh dia!" Wanita itu menatap semua bawahannya. Seketika mereka mendekat ke Neko yang tak berdaya.

"Persetan," Cheong mengeluarkan tembakan mengarahkannya ke kening wanita itu yang terkaku gemetar.

"Sekarang keluar," Cheong menatap mengerikan.

Tak lama kemudian ruangan itu sepi, hanya menyisakan Neko yang masih terduduk di lantai. Cheong mendekat. Mereka saling memandang. Mereka terdiam lalu Cheong menundukkan tubuhnya mengusap darah yang ada di mulut Neko.

"Apa kau kesakitan?" dia menatap.

"(Apa yang dia tanyakan, seharusnya dia minta maaf padaku.) Aku baik-baik saja..." Neko akan membalas, namun ia tiba-tiba berhenti sambil gemetar kesakitan memegang rusuknya. Lalu ia memuntahkan darah, membuat Cheong terkejut. Ditambah lagi mata Neko menjadi lemah, tertutup terbuka hingga ia benar-benar tak sadarkan diri.

"(Hingga pada saat itu, bukannya memberikanku suatu benda itu terakhir kali aku tidak bersamanya, dia malah menambah kesakitanku... Apa di matamu itu, aku tidak cukup sakit di sini?)"

Neko membuka mata. Dia bangun duduk di ranjang rumah sakit, sendirian. Di sana ada suatu kotak kecil. Tepatnya di sampingnya dekat ranjang. Dia terdiam lalu mengambilnya dan membukanya.

Ada kertas pesan di sana. -Ketika kita bertemu lagi, semua akan terjadi pada waktunya. Aku membuatmu meninggalkan ku karena kau sudah tahu akan hal ini. Enam belas tahun yang lalu, bahkan sebelum aku mengambilmu dari jalanan gelap, aku sudah punya gadis kecil-

"(Hingga aku tahu, dia mengatakan bahwa dia sudah memiliki gadis yang bisa dikatakan sebagai putrinya sendiri. Hubungannya dengan wanita itu hanyalah sebatas pembuatan keturunan... Ketika aku tahu fakta ini, aku mulai membencinya. Jika kau punya seorang putri, kenapa harus membuatku suka padamu? Kau sialan... Ketika beberapa tahun berlalu, dia sudah tak memiliki istri, atau bisa aku sebut wanita yang membuatku harus melawan banyak orang itu. Dia mati di tangan Cheong sendiri... Yeah, mungkin Cheong kesal sendiri punya istri yang begitu dan alhasil... Dia hanya bersama dengan putrinya. Aku tahu fakta ini semua... Bahkan putrinya sudah mengenalku.)"

--

"(Jika diingat lagi, rasanya aneh, bagaimana tidak... Itu semua tidak pernah mau aku jadikan sebagai takdir yang akan aku alami atau ku temui... Sial sekali... Semuanya tak pernah berjalan dengan baik... Mungkin karena aku memang sebuah kutukan bahkan untuk takdir ku sendiri...)" Neko menatap dirinya di kaca kamar mandinya lalu menghela napas panjang. "(Pada akhirnya aku berhasil melupakanmu... Dan masalah ini selesai begitu saja. Tapi... biarkan aku fokus pada masalah museum termasuk ini...)" dia melepas kancing baju dadanya, terlihat kalung hijau itu masih ia pakai. Ia melepasnya dari lehernya. Lalu ia ingat perkataan Matthew soal kalung itu. "Ini tak akan jadi masalah," kata Neko lalu memakainya kembali.

Sementara itu, Choka terlihat menunggu sesuatu di halte bus. Ia rupanya ada di kota selama ini. Ia melihat sekitar dengan bingung sambil melihat jam. Tiba-tiba muncul mobil hitam berhenti di depannya. Dari bangku supir keluar seseorang yang rupanya itu Cheong. "Maafkan aku terlambat," dia mendekat. Lalu Choka tersenyum dan memeluknya. "Hehe, ini baik-baik saja. Aku bisa mengerti kok," kata Choka yang tersenyum senang. Dia benar benar sangat dekat pada Ayahnya.

Cheong juga tersenyum kecil mengelus kepala Choka. "Mari pulang..."