Chereads / Drop Blood: Amai Akai / Chapter 62 - Chapter 62 The Worked Hard

Chapter 62 - Chapter 62 The Worked Hard

Di tempat Neko pada malam harinya. Dia tampak menghela napas panjang memegang kening nya.

"(Jika di saat saat seperti ini, aku lebih ingin berteriak saja, aku memang harus pulang ke distrik tapi bagaimana dengan ini semua.... Aku sudah bekerja keras untuk kemari, seharusnya aku juga harus mendapatkan hasil yang sempurna... Paling tidak biarkan aku mendapatkan orang yang aku cari, yang berhubungan dengan Cheong itu.... Apa perlu aku harus tanya satu satu pada mereka... Ck... Aku yakin.... Di antara dua perempuan itu,)" pikir Neko, dia memikirkan Acheline dan Choka, antara mereka berdua pastinya yang dia cari yang berhubungan dengan Cheong.

Lalu dia duduk di sofa, pakaian nya sudah panjang, yakni memakai celana panjang dan kaus putih dengan kemeja lengan panjang tidak terpancingkan.

"Ha..." ia menatap langit langit lalu menoleh ke meja sofa, ia melihat apel yang sudah teriris rapi di piring di depan nya.

Dia mengambil satu potong dan memakan nya perlahan. "(Sejak kapan aku doyan makan apel... Apa ini karena aku tak pernah bertanya tanya soal permen yang selalu diberikan Jun padaku, itu rasa apel rupanya... Jadi selama ini aku memakan permen rasa apel setiap dia memberikan permen padaku... Ha.... Aku tahu jawaban nya...)" dia tampak kembali menghela napas panjang, sudah banyak dia melakukan itu.

Tak lama kemudian, Yechan membuka pintu tempat Neko. "Akai, aku datang," dia masuk melepas sepatunya dan terdiam karena Neko tidak menghampiri maupun menyambutnya.

Hingga ia tahu jawaban nya karena Neko tertidur di sofa. Yechan terdiam menatap Neko yang terbaring di sofa dengan pulas.

Lalu dia mendekat dan berlutut menatap wajah Neko dengan wajahnya sendiri agak merah.

"Akai... Sebenarnya, ketika kamu datang kemari, aku senang kita dapat dekat satu sama lain, jika kamu bisa merasakan hal baik jika berada di dekatku, aku senang melakukan nya untuk mu, karena aku bekerja keras melakukan itu," tatap Yechan, dia berbicara pada Neko yang tertidur.

Lalu dia menyelimuti Neko di sana dan berjalan meninggalkan Neko, tapi siapa sangka, Neko membuka matanya dan ekspresinya menatap langit langit dengan mata sayu nya. "(Itukah yang menjadi jawaban kenapa aku masih di sini?)"

Pagi selanjutnya, suasana masih begitu pagi.

Neko masih tertidur di sofa hingga pundak nya tertepuk pelan tangan besar. "Akai, bangun, ini sudah pagi," tatap orang itu yang rupanya Yechan.

Neko tak mau membuka mata dan malah memiringkan tubuhnya membelakangi Yechan.

"E.... Akai, ini waktunya bangun."

"Ada apa? Bukankah kita masih ada kampus siang," Neko menatap.

"Ayo kita ke jalanan chery," kata Yechan.

Neko terdiam. "(Jalanan... Chery?)"

Tampak mereka berdua berjalan, Yechan di ikuti Neko dan Dongsik yang rupanya juga ikut.

Neko melihat sekitar, mereka melewati tempat seperti jalanan hutan.

"Kemana kita akan pergi?" Neko menatap.

"Kita sudah sampai, nah, ini dia," Yechan menunjuk depan yang rupanya itu seperti terowongan penuh dengan Chery merambat, bahkan semuanya tampak merah.

"Itu yang kau maksud Chery?" Neko menatap buah buah kecil itu.

"Sebenarnya ini adalah omija berrys," kata Yechan sambil memetik satu. Lalu dia mengulurkan nya pada Neko. "Cobalah, aku yakin kamu belum pernah melihat buah yang seperti ini," tatapnya.

Neko melihat buah kecil itu di tangan Yechan yang memakai sarung tangan, lalu Neko mendekat dan membuka mulutnya dengan menutup mata, seketika pemandangan yang sangat cantik dimata Yechan, tapi ia mencoba sadar dan memasukan perlahan di mulut Neko.

Lalu Neko mengunyah nya tapi ia terdiam kaku. "(. . . Ini... Masam...)" ia langsung menutup mulutnya.

Seketika Yechan tertawa kecil. "Haha.... Maaf Akai, aku lupa bilang bahwa rasa buah ini ada 5 dan pastinya kamu dapat yang masam.... Hehe."

"(Sialan... Permainan apa ini,)" Neko melirik kesal membuat Yechan terpaku.

"Ehehe.... Lebih baik kita petik di ember ini," Yechan memberikan ember pada Neko.

Neko menghela napas panjang dan memetik di jangkauan nya, mereka memetik tidak menghabiskan banyak waktu karena dalam 5 menit, ember itu terisi penuh.

"Baiklah, kita sudah selesai," Yechan menatap. "Ayo kita bawa ini ke ayah ku," tambah nya, lalu mereka berjalan dari sana.

Neko terdiam membawa ember yang ada di tangan nya. "(Warna nya merah... Bahkan lebih merah dari apel, tapi sayang nya rasanya.... Aku tak mau mengingat nya... Hanya karena aku sial soal rasa,)" Neko masih tidak terima dia dapat yang masam tadi.

"Ayo, Akai, kamu harus semangat," kata Yechan dengan wajah ceria nya, tapi tiba tiba saja kakinya tersandung tanah yang menggumpal.

"Ah!"

Tapi Neko menahan tangan Yechan dengan kedua tangan nya, dia menarik tangan Yechan yang besar agar tidak jatuh. Sementara ember yang di bawah Neko tadi ada di selipan lengan nya sehingga dia bisa menggunakan dua tangan nya untuk menyelamatkan Yechan.

"Astaga.... Kau benar benar berat," Neko mengipas ipas tangan nya.

"Akai, kamu baru saja menyelamatkan ku, kamu benar benar hebat," Yechan menatap terkesan.

". . . Hati hati, jangan berjalan terburu buru dan lihat saja bawah, jika kau jatuh dan terluka, tak akan ada yang bisa membawa mu," kata Neko.

". . . Apa maksud mu, aku tidak akan terluka hanya karena jatuh."

". . . Yeah, kau tidak akan terluka, karena kau terlalu menikmati hal senang dalam hidup mu," kata Neko membuat Yechan terdiam bingung dengan kata itu.

"Sudahlah...." Neko memegang tangan Yechan dan menariknya, dia berjalan duluan di ikuti Yechan.

Yechan terdiam menatap tangan Neko yang menariknya jalan itu dan Dongsik mengikuti mereka.

"(Akai, ini baru pertama kalinya Akai menarik tangan ku begini... Aku mulai merasakan sesuatu,)" jantung Yechan kembali berdegup.

Lalu ketika mereka sudah keluar dari hutan, Yechan mengatakan sesuatu. "Akai, kenapa tangan mu sangat cantik," tatap Yechan membuat Neko berhenti berjalan dan menatapnya.

"Ada apa? Apa ini aneh?" Neko menatap tangan nya sendiri.

"Tidak, tidak, itu tidak aneh..." Yechan memegang tangan Neko dengan tangan nya, lalu terlihat perbedaan nya.

"Tangan mu sangat kecil dan cantik... Apakah itu memang tangan dari perempuan manis seperti mu," Yechan menatap lembut dengan senyum nya.

Neko terdiam, dia lalu menatap tangan Yechan. ". . . Kau tak perlu bertanya hal seperti itu, perbedaan sudah memperlihatkan kita, tangan mu yang besar dan begitu kuat, itu artinya kau bekerja keras menggunakan fisik maupun tangan mu, sementara aku, mungkin sebaliknya," kata Neko.

"Hahaha... Apa aku terlihat bekerja keras di sini, aku hanya melakukan nya dengan kemauan ku, mungkin di pandangan orang orang, bekerja membantu seperti ku sangatlah berat, tapi karena aku sudah terbiasa, aku jadi tidak berpikir sama seperti mereka," tatap Yechan.

Lalu Neko kembali terdiam dan menatap Yechan membuat Yechan terpaku. "Em... Akai.... (Kenapa dia mulai memandang ku begitu?)"

"Tidak ada..." kata Neko, dia berjalan duluan membuat Yechan masih terdiam lalu berjalan mengikuti nya.

Mereka sampai di rumah Yechan dimana ada ayah dan ibu nya.

"Kami kembali," Yechan masuk.

"Oh, bagaimana dengan memetik nya?" Ayah nya menatap.

"Tentunya kami sudah membawanya."

"Kamu terus menyebutkan "Kami" Apa kau pergi bersama orang?" Ayah nya melirik.

Lalu ayah dan ibunya menatap ke Neko yang datang di belakang. "Maaf mengganggu," dia menatap dengan wajah polosnya.

"Oh, ada Nona Manis rupanya," mereka berdua langsung senang melihat Neko datang ke rumah mereka.

Setelah itu, tampak mereka membuat sesuatu dari omija berry tadi.

Enzim Omija.

Setiap tahun sekitar waktu ini, bery dipanen dan lalu dimasukkan ke dalam guci untuk difermentasi.

Bahan yang diperlukan: botol fermentasi, omija, dan gula.

Prosesnya jauh lebih mudah dari yang di pikirkan.

Disini hanya mencampur omija berries berair dan gula dengan rasio 1:1.

Selanjutnya, menempatkannya ke dalam botol fermentasi dan menyimpannya di tempat yang dingin dan gelap yang akan memungkinkan mereka untuk fermentasi dan untuk diekstrak jusnya.

"Jadi, selama berapa lama kita menunggu itu?" tanya Neko.

"6 bulan, kamu masih di sini kan selama itu? Tak akan ada rencana pergi ke kota kan?" Yechan menatap memelas, dia tak mau Neko pergi ke kota dan meninggalkan desa itu.

". . . Aku tidak yakin," Neko menatap arah lain.

"Yechan, apa yang kau katakan, Nona manis sudah seharusnya memiliki kepentingan di kota," tatap ibunya.

"Hmp, aku akan ke kota, pasti, aku akan menghampiri mu nanti Akai," kata Yechan membuat Neko terdiam.

"Hei, kalian tidak ke kampus?" tanya Aron, ayah Yechan.

"Hah, benar, ayo Akai, kita harus ke kampus," Yechan menjadi panik.

--

Di kampus, di jam istirahat bagi semua mahasiswa maupun mahasiswi. Mereka tampak dimana mana karena tak ada pembelajaran selama istirahat.

Di sisi lain, Choka terlihat membawa sakantung plastik minuman besar, dia agak kesulitan.

Hingga ia juga bertemu dengan Yechan. "Halo Choka," dia menyapa dengan dekat karena dia muncul di belakang Choka.

"Oh, Yechan... Selamat pagi."

"Apa yang sedang kamu bawa?"

"Aku membawa minuman untuk tim voly," kata Choka.

"Ah, bisa aku membawanya untukmu."

"Te-terima kasih, aku tertolong," Choka tersenyum senang lalu mereka berdua ke ruang voly.

Mereka mengobrol dengan akrab hingga membuka pintu lapangan.

Namun wajah mereka menjadi terkejut karena melihat kedua tim yang sedang bermain dan di salah satu tim itu ada Neko yang melompat dan memukul bola voly itu hingga masuk mencetak poin.

Semuanya menjadi terpaku dan berteriak senang.

"N-nice..." Yechan dan Choka menjadi terdiam.

Di luar lapangan, Acheline menatap Neko yang memakai baju tim voly. "(Sangat cocok untuknya.) Itu bagus, kau benar benar hebat dalam hal ini," Acheline mendekat ke Neko.

Sebelumnya sesuai janji kemarin, Acheline bertemu dengan Neko di lapangan voly.

"Ini dia," Acheline menunjukan kaus tim voly berwarna putih nomor 28.

"Nomor 28?"

"Ada apa? Apa aneh?"

". . . Tidak ada, kau ingin apa?" Neko menatap tajam.

"Hehe, bermain Voly, aku tahu kau tidak tinggi, tapi aku yakin, lompatan mu bagus.... Karena kau punya tubuh yang kuat... Jika kau berhasil mencetak satu gol melalui pukulan mu, aku akan memberikan sesuatu," tatap Acheline, dia mengatakan nya itu sambil memegang dagu Neko.

Neko terdiam dan menghela napas pasrah lalu mengambil baju itu dan berjalan ke lapangan, Acheline yang melihat itu menjadi tersenyum kecil.