Chereads / Keselarasan / Chapter 2 - Chapter 1

Chapter 2 - Chapter 1

"Selamat pagi Ibunda" Seorang wanita tua menoleh kearah asal suara itu. Terlihat seorang pria bersurai hitam legam tengah berjalan menghampirinya. Pria itu, Rajnish, putra tertuanya yang merupakan pangeran mahkota tersenyum lembut saat melihat sang Ibu tersenyum kepadanya.

"Anak ku" Ujarnya sembari membuka kedua lengannya. Melihatnya, Rajnish langsung menyelinapkan dirinya kedalam pelukan lembut sang Ratu. Jemari-jemari lembut sang Ratu mengelus perlahan surai legam sang putra yang serasi dengan surai hitamnya. Sang Ratu kemudian menyanyikan lagu semasa kecil putranya. Rajnish yang mendengarnya merasa seperti kembali kemasa kecilnya dimana ia hanya akan bermain di taman belakang istana ditemani adik kandungnya yang kemudian mereka berdua akan tidur dipangkuan sang Ibunda sembari dinyanyikan.

"Ibunda, dimana Edelina?" Tanya nya. Sejak kembali ke istana, ia belom melihat sekalipun keberadaan sang adik.

"Dia sedang diperpustakaan sepertinya. Kapan kau kembali ke istana nak?"

"Baru saja tiba pagi ini Ibunda"

Keduanya kemudian kembali mengobrol membicarakan kegiatan sehari-hari sang Ibunda saat Rajnish tidak ada di istana. Setelahnya saja, Rajnish langsung pamit untuk pergi ke perpustakaan. Sudah sejak lama ia tidak melihat adik perempuannya yang berharga itu. Sesampainya didepan perpustakaan, ia meminta sang penjaga untuk tidak mengumumkan keberadaannya. Rajnish kemudian menghirup napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia kemudian memasuki perpustakaan sesenyap mungkin.

Seringai jahil tampil diparas tampannya itu. Rajnish melihat keberadaan sang adik yang tengah membaca buku. Wajah sang adik terlihat sangat serius saat tengah membaca bukunya. Entah buku apa yang tengah ia baca Rajnish tidak tahu. Ia kemudian berjalan kearah belakang sang adik.

1...

2....

3!!!

"Waaa!"

"AAAAA!" Rajnish tertawa kencang saat mendengar adiknya berteriak kaget. Edelina yang menyadari pemilik suara tawa itu langsung memincing tajam. Sepasang netra abu-abunya menatap tajam kakaknya. Sebuah buku pun terbang kearah Rajnish. Sayangnya buku itu ditangkap sempurna oleh Rajnish. Wajah Edelina memerah kesal. Jika dia adalah seorang karakter animasi, pasti ada kepulan asap karena kekesalannya.

"Ngapain sih?! Rusuh banget ihhhh!!!" Ujarnya kesal sembari memukul-mukul sang Kakak. Rajnish yang dipukul hanya bisa berpura-pura kesakitan. Tawanya tidak lepas sama sekali yang hanya membuat Edelina semakin kesal. Edelina pun menggembungkan pipinya kesal. Sepasang bibir peachnya terbuka hendak melontarkan kekesalannya. Namun belum sempat ia mengatakan sepatah katapun, seorang pengawal masuk ke dalam menginterupsi keduanya. Pengawal itu mengatakan bahwa sang Kakak, Rajnish harus pergi menghadap sang Raja.

"Kalo begitu, Kakak pergi dulu ya~ Jangan kangen~" Rajnish kemudian pergi untuk menghadap sang Ayah.

Di depan ruang singgasana, Rajnish menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Setelahnya sang pengawal mengumumkan kedatangannya. Rajnish langsung memasuki ruang singgasana. Pembawaan dirinya terlihat semakin baik dari waktu ke waktu. Dari sosok seorang pangeran pemalu kini telah menjadi seorang pangeran mahkota yang sangat percaya diri dan bahkan memiliki gelarnya sendiri.

Rajnish kemudian membungkukkan dirinya, memberikan salam kepada sang Raja. Sang Raja pun kemudian menyatakan maksud dari perintahnya yang mengharuskan sang putra mahkota datang. "Saya ingin anda pergi mengeceknya sendiri ke desa itu" Titahnya pada sang pangeran. Rajnish kemudian mengangguk paham. Setelahnya ia kembali berbincang tentang tugasnya dengan para petinggi istana. Begitu selesai, ia langsung pamit undur diri.

"Jadi? Kau akan pergi lagi?" Tanya Edelina diluar ruang singgasana. Rajnis menoleh keasal suara. Ia menatap kaget pada keberadaan sang adik. Senyuman miring terlukis di wajahnya.

"Ada apa? Kangen hm?" Ledeknya. Edelina yang mendengarnya cemberut kesal dan mengalihkan pandangannya tanda bahwa ia marah. Rajnish hanya tertawa melihatnya. Tangan besarnya kemudian mengelus surai hitam legam sang adik. Senyuman simpul terbit diwajahnya.

***

"Aneh…" Gumam Rajnish perlahan. Dihadapannya kini terlihat sebuah retakan. Seakan-akan sebuah kaca baru saja di lempari oleh batu dengan sangat kuat. Rajnish kemudian mengobrol sebentar dengan para prajurit yang tengah menjaga disekitar tempat itu. Ia kembali melirik sekilas retakan itu sebelum berbalik hendak pergi. Hingga…

Tuk!!

"Apa-?" Rajnish menatap kaget pada sebuah batu yang baru saja mengenai dirinya. Ia menatap bingung kearah batu dan retakan itu. Bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Baru saja melangkah mendekat, tiba-tiba saja sebuah batu kembali muncul dari dalam retakan itu. Namun kali ini berukuran lebih besar. Rajnish berhasil menghindarinya, sayangnya prajurit yang berada dibelakang yang tidak mengetahuinya terkena lemparan batu yang gak santai itu. Seakan-akan pelemparnya melemparnya dengan sekuat tenaga melepaskan emosi yang dimilikinya.

"Halo?"

"Apakah ada seseorang di sana?" Tanya nya. Sedetik kemudian ia merasa sangat bodoh. Apakah yang baru saja melemparkan pertanyaan kearah sebuah anomali adalah dia? Sepertinya tidak. Mungkin itu adalah alter ego miliknya.

***

"Raden!!!" Yang diteriaki hanya tertawa mendengarnya. Terlihat Athalia yang kesusahan saat mengejar Radennya dikarenakan banyaknya serangga yang ada.

"Hahaha, ada apa Roro? Jika anda berani maka kejar saya kemarilah Roro" Ledek sang Raden. Wajah Athalia mengkerut kesal. Sepasang netra tajamnya kemudian jatuh pada sebuah batu didekatnya. Diambilnya lah batu itu dan dilemparkannya lah kearah sang Raden.

Wush!!!

Tawa sang Raden kembali terdengar saat Roronya gagal mengenainya. Tanpa keduanya sadari, batu yang melesat itu telah melewati retakan yang tengah mereka amati. Kesal mendengar tawanya, Athali mengambil batu yang jauh lebih besar dan melemparnya dengan segenap jiwa raganya. Lagi, batu itu gagal mengenai sang Raden yang memang terkenal akan kelincahannya. Athalia menggeram kesal melihatnya. Dihentakkannya kakinya kesal.

"Oh?" Sang Raden baru menyadari bahwa batu-batu yang dilempari Athalia itu melewati retakan yang berada cukup jauh darinya. Tak lama kemudian Athalia menyadarinya juga. Keduanya kini berada didepan retakan itu. Saling berpandang bingung. Athalia kemudian mengambil lagi batu seukuran genggamannya. Kedua keturunan bangsawan itu mengangguk satu sama lain. Athalia kemudian melempar batu itu kembali.

"Batunya tidak menembus…" Gumam sang Raden saat mencari keberadaan sang batu. Baru saja ingin kembali ke sisi lain retakan, tiba-tiba saja sebuah batu melewati retakan dengan sempurna dan mengenainya. Mulut Athalia ternganga saat menyadari lemparan batunya mengenai sang Raden.

"Demi Sang Hyang Widhi! Gusti Raden mohon ampuni hamba!" Ucapnya panik. Sedangkan sang Raden mengabaikannya dan hanya menatap bingung. Kenapa batu itu bisa melewati retakannya? Kenapa yang sebelumnya tidak bisa? Dari semua batu yang dilemparkan sang Roro, kenapa hanya satu yang berhasil melewatinya? Batin sang Raden bingung. Sang Raden pun kembali memerintahkan Roronya untuk melempar batu kearahnya. Athalia yang mendengarnya pun menatap bingung Radennya. Namun ia tetap menuruti perintah sang Raden.

***

Rajnish mengaduh kesekian kalinya. Terhitung sudah 10 kali ia terkena lemparan batu sepenuh hati itu. Sebenarnya ada masalah hidup apa sih sang pelempar? Sepertinya beban hidupnya banyak sekali. Rajnish bingung antara kasian sama yang melepar batu atau sama dirinya sendiri.

Digenggamnya batu di tangan kanannya, ia kemudian melemparnya kearah retakan. Lemparannya kemudian dibalas lemparan lain batu dari seberang sana. Dan lemparannya adalah lemparan sepenuh hati.

Gara-gara itu, sisa hari sang putra mahkota kerajaan Zevescia itu dilalui hanya dengan acara lempar melempar batu. Namun dari kejadian ini, Rajnish paham bahwa retakan itu merupakan portal yang menuju dunia lain.

Agak gila memang, tapi sejak kapan manusia tidak gila? Setiap orang pasti memiliki titik dimana dia akan dianggap gila. Termasuk sang putra mahkota.