Bagai air di daun talas, Hari ini adalah hari senin.
Tidak perlu terlalu pagi untuk pergi kesekolah sedikit lebih siang tidak apa.
"Aku belajar dari kemarin bahwa,'kesabaran dan ketekunan lebih penting dari pada semangat yang berlebihan. Perlahan-lahan tapi pasti."
Mungkin aku butuh kalender,"siapa yang meyangka bahwa aku pergi ke sekolah hari minggu,bodonya aku."
Aku pergi ke sekolah, seperti biasa aku lewat tempat favoritku yaitu belakang. Dengan terampil aku melompat dan mendarat dengan sempurna.
Sial, aku ini benar-benar Hebat.
"Siang sekali, dasar pemalas." Ujar Hayden Sambil tidur di atas gudang dekat dengan pagar.
"Sedikit terlambat tidak akan masalah,bukan?"
Hayden memutuskan untuk duduk, kemudian dia menguap "sedikit ? Apa itu, ini sudah jam istirahat."
"Ya mau bagaimana lagi sudah terlanjur." Ujar ku
Hayden menatapku dengan tatapan yang aneh. "Apa yang dilakukan pemerintah sebenarnya, orang seperti mu bisa naik?"
Aku merasa sedikit tertusuk dengan kata katanya.
Kami memutuskan untuk pergi ke kelas bersama, dan duduk di kursi.
Kelas terlihat lebih hidup sekarang, dengan siswa-siswa yang berbincang-bincang dengan bebas. Sepertinya atmosfir yang lebih ceria tercipta setelah kekalahan Rey dan kelompoknya.
Hayden melanjutkan tidurnya di kursi dengan wajah tertutup oleh buku, sementara banyak orang yang menyapaku. Entah apa yang sedang terjadi, mungkin karena aku tidak memiliki ketegasan seperti Rey, sehingga aku dianggap remeh.
Aku merasakan kebosanan yang menyelinap ke dalam hatiku, padahal kemarin semuanya begitu menyenangkan.
Melihat senyum ceria di wajah mereka semua, yang sibuk bercanda dan mengobrol, membuatku terdiam dalam pikiran.Aku mulai berpikir,"Mungkin keadaan ini tidak seburuk yang aku bayangkan,aku pernah membaca ini, 'kesepian bukanlah ketiadaan orang-orang di sekitar kita,tetapi ketiadaan hubungan yang bermakna dengan mereka."
Tetapi masih menjadi pertanyaan di benakku, kenapa mereka mau mengikuti Rey. Padahal Rey bukan yang paling kuat di antara mereka.
Pada dasarnya, ketakutan tidak muncul karena Rey, melainkan karena jumlah mereka yang besar. Mereka berkumpul dan bersuara keras seperti sekelompok anjing yang menggonggong.
Terdengar suara Bel masuk.
Terlihat seseorang memasuki kelas,ternyata saat ini adalah jamnya Bu celsi.
Ketika dia mulai mengajar, aku melihat wajahnya.Wajah ceria yang biasanya tersembunyi, kini kembali terpancar. Mungkin itu hanya muncul ketika dia sedang mengajar, membuat suasana kelas menjadi lebih menyenangkan.
Di tengah-tengah pelajaran, kami mendengar suara berisik dari luar, terdengar seperti ada pertarungan. Dalam benakku, timbul pertanyaan, "Apakah mungkin Rey kembali? Bukankah ini akan menjadi seru?" Senyum tak terelakkan melintas di wajahku.
Seketika, pintu kelas terpental.
Terlihat seorang pria yang memakai hoodie hitam, dan memakai anting berbentuk seperti semut.
Dia memegang rambut seseorang yang pingsan,aku melihat pemandangan di belakangnya terlihat para murid yang juga pingsan.
Hayden mengambil buku di wajahnya, dia membuka matanya perlahan dan melihat pria tersebut di pintu, kelihatannya Hayden belum sepenuhnya sadar.
"Siapa pemimpin di sini," ujar pria tersebut dengan nada santai, meski kemarahan yang tersembunyi di balik kata-katanya terasa jelas.
Tidak ada yang membalasnya tapi semua orang melihatku. Karena itu pria tersebut sadar bahwa aku pemimpin mereka.
Setelah itu, dia sudah berada di depanku. Aku melihatnya dari tadi bagaimana bisa dia sudah ada di depanku.
Hayden juga menyadari itu, matanya langsung terbuka lebar. Tidak percaya akan kecepatan itu.
Aku tidak sempat menghindar, akibatnya aku terpental ke udara. Aku mencoba menjaga keseimbangan dengan mengayunkan kaki ke langit-langit kelas. Dan meluncur ke pria tersebut.
Melihat itu, pria tersebut juga meluncurkan pukulan ke arahku, reflek dia bagus,padahal aku meluncur cukup cepat.
Aku berputar dan mendarat di belakangnya, akibatnya pukulannya meleset. Aku memanfaatkan itu dengan meluncurkan pukulan ke wajahnya.
Pukulan itu mengenainya, efek pukulan itu membuatnya mengeluarkan sedikit darah. Dia sedikit terkejut, aku memanfaat itu dengan meluncurkan serangan kembali.
Anehnya saat seranganku ku hampir mengenainya, aku malah terpental.
hidungku berdarah, rasa sakitnya masih bisa ditolerir, tapi tetap saja mengganggu. Aku benar-benar terkejut oleh apa yang terjadi.
Aku mencoba berdiri kali ini, aku memasang kuda kuda. Mengantisipasi terjadinya serangan kejutan.
Di saat seperti ini, Hayden malah duduk santai di bangkunya. dia kelihatan menikmati tontonan ini.
Pria itu sekilas menoleh ke belakang, kemudian kembali menatap ke depan. Wajahnya menggambarkan kejutan yang ringan.
Dia melihat ku dengan tatapan tajam.
"Boleh juga kau." Pria tersebut tersenyum.
Dia mendekat ke arahku, namun aku tidak bisa memprediksi apa yang akan dilakukannya. Kehadirannya membuatku bingung, aku tak bisa membuat keputusan yang tepat dan sedikit terkejut ketika dia melewati di depanku, menepuk pundakku, dan pergi begitu saja.
Aku tidak bergerak karena, aku tidak merasakan niat bertarung darinya."Apa-apaan pria itu" Gumamku.
[ BERSAMBUNG ]