Chereads / ANTARA SI MISKIN DAN SI KAYA / Chapter 4 - part 4 anak presiden yang menjengkelkan

Chapter 4 - part 4 anak presiden yang menjengkelkan

"Kau bukan orang sini? Lantas kau orang mana?" Tanya Erik, penasaran.

Aku menyeruput susu ku, aku menduduk, Erik terus menatapku. "Apakah kau bisa di percaya?" Tanya Erin. Dia taku jika dia ketahun penyusup. Dia bisa di hukum.

"Iya, tenang saja kau aman dengan ku, ceritakan lah. Dan apa yang terjadi di luar sana?"

Erin mendongak, menatap Erik, matanya yang biru itu terlihat berseri. Erin menarik nafas, melihat sekitar memastikan tidak ada yang mendengar.

"Iya, aku bukan orang sini. Aku dari luar." Erik mengubah posisi duduk nya, mengeser kursinya mendekati Erin. Erin merasa gugup ketika wajah Erik dekat dengannya.

"Ceritakan, apa alasan mu datang ke sini? Dan bagaimana kehidupan di luar sana? Apakah sama Seperti di sini? Apakah lebih modern?" Tampak antusias.

Erin melanjutkan, "diluar sana, banyak orang menderita, mati kelaparan, tanah yang tandus, sungai di penuhi limbah. Banyak anak yang tidak sempurna karena kurang gizi. Mereka masih keadaan sama, Tidak seperti di sini, di sana rumah pun hanya pakai kayu. Tujuan ku datang ke sini menemui presiden,"

"Astaga...benarkah itu, aku sama sekali tidak tahu, aku pikir tidak ada dunia luar. Bisakah kau mengantarku untuk pergi kesana?"

"Tidak, tidak ada penumpang yang turun di stasiun, kecuali kargo yang hanya transit di stasiun itu dekat kampungku."

"Apa yang akan kau lakukan jika bertemu presiden?" Tanya Erik serius.

Menghebuskan nafas, "aku ingin keadilan bagi masyarakat luar, Jangan terus menerus mengurusi orang kaya. Mereka hanya di peras keringat nya. Dan hasilnya di kirim kesini, bahka mereka sekolah pun tidak layak , itu tidak adil."

"Erik...." Panggil seseorang dari luar, Erik beranjak dari hadapan Erin membuka pintu.

"Hey, kau tidak ke pabrik?" Tanya temannya.

Erik hanya nongol di balik pintu, mebuat teman nya penasaran, ada apa di dalam. "Hari ini, gue libur...Lo pergilah."

Temannya melihat ke dalam, tapi Erik terus menghalangi. "Ok, iya nanti malam kita main bola, jangan lupa.."

Iya pun pergi, Erik duduk kembali di hadapan Erin. "Jujur, gue biasan hidup begini. Hidup ini seperti tidak ada tantangan."

Erin tahu, Bahkan hanya di batas dengan tembok-tembok raksasa. "Kau tidak akan percaya jika ada di luaran sana, ada hutan, gunung-gunung, pantai."

"Apakah aku bisa kesana? "

"Ya tentu saja,tapi sulit. Bisakah kau tunjukkan Kota ini, dan kapan aku akan mulai kerja?"

"Besok pagi, pukul 5 pagi kesini...ayo, gue antar."

Eirn dan Erik mereka pergi dengan sepeda nya, Erin duduk di belakang. "Hey, apakah rumah-rumah di sini tidak ada yang jelek?"

"Kau bergurau, apakah rumah ku bagus? Itu jelek, paling jelek di sini." Jawab Erik.

"Kau bilang itu jelek," bagi Erin rumah di kampung nya jauh lebih jelek.

Erin merasa ini adalah negara di dalam negara, bangunan tinggi, Erik menerangkan nya setiap detil.

Dan berhenti di istana utama, bangunan megah dengan tiang-tiang raksasa berwarna putih. "Ini dia, istana presiden." Ucap Erik.

Erin menoleh, "aku tahu, aku semalam datang ke pesta putranya, Ivan."

"Hah!! Yang benar, tapi....yang bisa masuk itu kalangan atas,"

"Tidak, semua orang di undang. Aku datang aku ingin tahu dimana dia (presiden) tapi tidak ada."

Erik tersenyum, "dia susah di temui, Bahkan aku juga hanya sekali lihat saat peresmian indutri." Jawab Erik.

Makinlah Erin merasa pesimis menemuinya, "Ayo, ikut gue..." Ajak Erik, Erin duduk kembali sepanjang jalan orang-orang tampak sibuk dengan layar ponselnya.

Layar-layar Megatron di atas gedung tinggi begitu besar. Erin tampak kagum melihatnya. Namun, tidak dengan Erik baginya ini membosankan.

Sampailah di sebuah danau, duduk berdua di bawah pohon. "Hey, apakah itu pantai, gunung dan hutan?"

"Serius kau tidak tahu..." Terlihat kekagetan di wajah Erin. "Ya, aku tidak tahu..." Sahut Erik.

Hutan itu, ya hutan itu wilayah yang di penuhi pohon. Di dalam nya banyak hewan, lautan itu seperti danau ini, hanya saja luas seperti tidak ada ujungnya."

" Gue ingin pergi ke sana? Ayo kita pergi ke sana." Ajak Erik, dia terlihat antusias.

"Aku sudah katakan, tidak mudah tidak ada kereta ke sana."

"Lalu bagaimana caranya?"

"Maaf, Erik aku tidak bisa, aku akan tetap di sini sebelum tujuanku tercapai." Tegas Erin.

Erik menoleh, melihat Erin yang dia menatap danau, danau yang tidak seluas di luar.

"Ok, Aku akan membantumu. Tapi Setalah itu apakah kita akan pergi dari sini.."

Erin senyum, dia senang ada orang yang membantunya.

Hari beranjak sore, merekapun pulang kembali. Erin Kembali kerumahnya sementara Erik dia sepertinya pergi ke tempat lain.

***

Esok harinya, Erin bersiap pagi sekali matahari belum bersinar. Erin gegas ke tempat Erik. Dia berlari.

Degan nafas Terengah-engah Sampai di tempat Erik, "hey, pagi..."sapa Erik, pegawai yang lain melihat Erin.

"Ini, susu yang harus kau antar."

Sebuah sepeda sudah terparkir, di belakang nya ada keranjang berisi susu. "Kau bisa memakainya?"

"Ya tentu saja," jawab Erin.

"Eh, Erik ceritakan tentang laut dan hutan itu lagi." Ucap temannya, ternyata Erik membicarkan itu pada temannya. Erin menatap Erik. "Kau membicarakan nya."

"Iya, maaf aku penasaran." Erin tidak marah, "ayo berangkat," mereka mengayuh sepeda berdua.

"Kau marah?" Tanya Erik.

"Tidak, hanya saja jangan membicarakan ku, iya karena jika orang lain tahu aku dalam masalah."

"Soal itu beres, hanya saja aku masih penasaran lautan itu sepeti apa? Juga hutan?" Erik terlihat membayangkan.

"Iya kau ke arah sana, aku ke sini, nanti kita bertemu di tempat ku. Ok..."

Erin mengangguk, dia pergi ke arah yang di tunjuk Erik. Sepanjang jalan Erin berhenti di setiap rumah menaruh sebotol susu.

Sampailah di dekat istana, pagi itu Erin mengantarkan nya. Di belakang istana.

Dia terhenti sejenak , dia ingin tahu dimana penguasa tidak adil itu. " Hey, kau bukan nya kuliah jurusan Robotik?" Tanya Henry.

Iya dia keluar, berdiri di depan pintu. "Aku harus pergi," Erin geges naik sepeda nya.

Henry langsung memegang pergelangan tangan nya, "kau mau apa?" Erin mencoba berontak.

"Sini dulu sebentar, gue ingin tahu siapa dirimu?"

"Aku bukan siapa-siapa, lepaskan!"

Henry tersenyum melihat Erin mecoba melepaskan tangannya. "Sini, ikut gue.." Henry menariknya ke taman. Hal itu membuat marah Erin.

"Kau ini kenapa, aku tidak kenal dengan mu. Kau main tarik saja, aku sedang kerja!" Protes Erin dengan wajah kesal.

"Maaf, iya kau bilang kuliah jurusan robotik. Hey, aku tidak pernah lihat kau? Kemarin juga, kau kerja pengantar susu? Itu kerjaan rendah masa kuliah tapi kerja rendahan. Apa kau bohong?"

"Pasti kau itu dari kalangan bawah, iyakan kau kalangan pekerja?" Henry mendesak.

"Diam! Dan tidak usah tahu tentang ku, dan iya aku membenci mu!" bentak Erin.

Erin beranjak dari hadapan nya, Henry mengikutinya, wajah Erin masam. "Kenapa kau membenciku, aku tidak punya salah."

"Karena kau sama seperti ayah mu, dan akan selalu begitu..." Pekik Erin.

Henry tersenyum, merasa ada keasikan tersendiri saat menganggu Erin. "Sini dulu...kau kenapa buru-buru, tenang saja gue bisa bicara sama bos mu itu,"

Henry memegang tangannya lagi, "ihhh...plis, jangan ganggu aku..." Gerutu Erin, dia berhenti dan berdiri di hadapan henry.

"Kau menganggu ku kau tahu, kau itu menjengkelkan aku tidak kenal kau, kenapa menggangguku, kau tidak punya kerjaan apa?" Erin memarahinya.

Henry terus tertawa ketika Erin marah-marah di hadapan nya. "Kau lucu, Suara mu lucu. Bolehkah aku mengenalmu lebih dekat?"