Chereads / ANTARA SI MISKIN DAN SI KAYA / Chapter 3 - part 3 rasa penasaran Erik

Chapter 3 - part 3 rasa penasaran Erik

Suara musik terdengar begitu keras, mereka bedansa. "Apakah mereka tidak tahu, kalau di luaran sana banyak orang-orang kelaparan?" Pikir Erin menatap orang-orang yang berjoged tanpa beban di ruangan besar itu.

"Hey, kenapa diam saja?" Tanya Henry, Erin merasa risih melihat mereka berjoged.

" Maaf, aku tidak bisa..." Erin beranjak dari hadapannya. "Hey, kau mau kemana?" Seru Henry, Erin pergi menjauh. Dia berlari ke luar.

Terasa hening, terlihat taman luas dengan tanaman yang menghiasinya. Erin berjalan sendiri, duduk di taman itu. "Bagaimana ini, dimana keberadaan presiden itu?" Gumam Erin duduk sendiri.

"Kau mencari tuan presiden?" Suara pria terdengar di belakangnya, Erin menoleh rupanya anak presiden yang sedang ulang tahun.

"Eh, kau, Kenapa ada di sini..." Tanya Erin.

Ivan, dia duduk di sampingnya menghela nafas panjang, Erin menunduk merasa canggung dekat anak presiden.

"Mau apa jika bertemu presiden? Apa yang ingin kau lakukan?" Ivan bertanya, dia begitu penasaran.

"Apakah kau tahu dunia luar?" Erin balik bertanya.

"Dunia luar?" Ivan mengerutkan keningnya." Apa itu? Apakah ada dunia lain?"

"Astaga... Kau tidak tahu? Kau tidak pernah ke sana?"

"Aku pernah, tapi dengan sebuah pesawat. Disana menakjubkan. Ada hujan salju, di sana sana Seperti di sini hanya saja di sini tidak ada hujan salju."

Erin terdiam mematung, di berpikiran anak-anak di sini memang tidak pernah melihat dunia luar.

"Kenapa kau diam?" Ivan menatap Erin, dia senyum melihat Erin yang terlihat cantik. "Maaf, aku harus pergi..."

Erin berdiri melangkahkan kakinya Melawati Ivan, "hey, tunggu, kau tinggal di mana? Bolehkah aku mengenal mu?"

Erin berbalik, lalu menjawab." Untuk apa? Aku hanya gadis biasa,"

Ivan tersenyum, lalu mendekat." Tidak apa? Iya kau masih muda, kau di Bagian apa kuliah?"

Erin hanya menggaruk-garuk kepalanya, "aku, aku harus pergi..." Erin berlari, Ivan mengeluarkan ponselnya yang setipis kertas, lalu mengarahkan ponsel itu pada Erin. Tidak ada data diri yang muncul dari ponselnya tentang Erin. Ivan heran kenapa dia tidak ada data dirnya.

"Siapa dia?" Ivan merasa menyukai Erin.

Erin berjalan sendiri, malam hari yang terlihat terang oleh lampu-lampu jalan. "Mereka tidak tahu dunia Luar, pantas saja mereka seperti tidak merasakan penderitaan." Gumam Erin.

"Aku ingin kuliah, aku ingin tahu kuliah di sini bagaimana? Tapi bagaimana cara masuk nya?"

Malam makin larut sampai dirumah, "lampu menyala," lampu pun menyala Erin menjatuhkan dirinya di kasur yang terasa empuk. Sampai dia tertidur karena begitu lelahnya hari ini.

****

"Hey, bangun ini sudah pagi...." Terdengar suara orang membangunkan, Erin membuka mata, "siapa itu..."

"Ini sudah pukul 7, kau tidak pergi kuliah atau kerja..."

Erin Menoleh rupanya jam itu bicara, jam Beker di atas meja. "Hey, aku bingung mau apa aku Sekarang?"

"Kenapa kau tidak coba cari kerja?"

"Itu dia, aku kesini ingin nyari kerja. Iya apakah kau tahu tentang presiden?"

"Tidak ada yang tahu tentang presiden," jawab jam beker itu.

Erin tersenyum lebar bejalan ke luar, matahari tampak sudah terbit, dia berdiri melihat perkotaan dari atas. Tidak ada perkebunan atau sawah.

Tidak merasa kesepian, karena jam itu bisa bicara dan menjawab, juga cermin di sini juga bisa begitu.

"Darimana mereka bisa makan jika tidak ada pertanian?"

Dari kejauhan kereta cepat hilir mudik melesat membawa barang dan juga penumpang, entah dari mana?

Kring....kring...

Bunyi suara lonceng, Erin melihat seorang pria muda mengayuh sepeda mengantarka susu ke setiap rumah pagi itu.

"Bukankah di sini tidak ada orang miskin, lalu kenapa ada orang yang mengantarkan susu pake sepeda?"

Erin berlari mengejar pengantar susu itu, "hey... tunggu," panggil Erin.

Pria itu behenti dan menoleh ke belakang, "iya nona, ada apa?"

"Kau pengantar susu,"

Dia tertawa, "sudah jelas bukan?"

"Iya, apakah aku bisa ikut kerja? Seperti mu?"

"Kau mau, ini kerjaan rendahan Lho," pria itu merasa ragu.

"Iya, tidak apa?"

"Ya, jika mau kau bisa ikut bersama ku. Tunggu di sini aku akan antarkan ini dulu. Dimana rumah mu?"

"Itu, di atas sana..." Erin menunjuk rumah kecil di atas sungai. Pria itu menatapnya dia tersenyum dengan giginya yang rapi. "Baiklah, nanti saya datang..."

Erin senyum, dia tidak peduli kerja rendahan juga yang penting baginya dia kerja. Erin Kembali masuk ke rumah yang entah ini rumah siapa?

Iya begegas mandi, memakai dress mini lagi dengan riasan yang tampak menawan. Tidak ada makan perutnya terasa lapar.

Eri duduk menunggu pria bersepeda itu dari atas, begitu lama dia datang. Tidak ada uang untuk membeli makanan.

Kring....suara lonceng sepeda, Erin melihat pria itu tersenyum lebar. Erin pun senyum padanya.

"Naik saja.." seru Erin, orang yang lewat melihat Erin yang terlihat cantik.

Pria pengantar susu itu tiba, dia menatap Erin yang sudah cantik." Hey, nona kau yakin ingin kerja?"

"Duduk lah, aku Erin Jangan panggil nona. Iya aku ingin kerja."

Suara perut Erin terdengar, pria di hadapan nya tertawa. "Kau lapar?"

Wajah Erin merah padam dia mengangguk, "ayo ikut, akan ku tunjukan. "

Mereka pun pergi, Erin mengikuti langkah nya dari belakang. Sepeda nya itu modern terlihat bagus berwarna merah.

Erin naik di belakang nya, "iya aku lupa belum memperkenalkan diri, aku Erik, iya Erin kau kenapa ingin kerja begini? Kau tidak kuliah?"

"Tidak, aku tinggal sendiri."

Erik mengangguk," iya disini lah kami kerja," berhenti di sebuah gedung, namun tidak ada hewan, Erin penasaran darimana susunya datang jika tidak ada sapi?

"Mana peternakan nya?" Tanya Erin.

"Peternakan? Peternakan apa?"

Sekali lagi Erin terkejut, "Lalu dari mana susu-susu itu?" Tanya nya.

Erik tersenyum lebar, "ayo masuk rumah ku. " Erin mengikutinya. Masuk ke subuah ruangan yang tampak modern ruangan 5×6 m, dengan cat putih meja makan dengan dua kursi.

Eri duduk, Erik menaruh roti di hadapan dengan segelas susu. Erik melepaskan topinya, rabutnya belah dua dia terlihat tampan.

"Kau bersama siapa? Iya mana orang tuamu?" Erin penasaran dengan Erik.

"Aku sendiri, orang tuaku sudah meninggal. Kau kenapa sendiri?"

"Iya, begitulah." Erin tersenyum getir sambil makan roti.

Erik tersenyum menatap nya,"iya bukan kah di sini tidak ada orang miskin?"

" Menghela nafas, kami memang tidak kekurangan. Kami kerja begini gaji kami cukup. Ya walau ini kerja rendah." Jawab Erik.

"Berapa gajimu?"

"Dua digit, "

"Hah!! Erin terperanjat, hanya jadi pengantar susu gajinya segini. Erin berpikir jika dia kerja di sini akan cepat kaya. Pikirannya berubah yang tadinya ingin menemui presiden, dia malah terbuai gaji besar.

"Iya, dari mana susu itu?"

"Setiap pagi, sebelum fajar menyingsing mobil sudah datang. Entah darimana aku tidak tahu." Jelas Erik.

"Kau di sini juga tidak ada sawah, ladang? Dari mana nasi di sini, sayuran juga?"

"Aku tidak tahu, Tidak ada yang memikirkan nya darimana? Yang penting kita bisa makan. Bahagia. Itukah kata-kata presiden. Kita harus hidup bahagia jangan memikirkan hal tidak penting ,"

Erin tahu, semua ini dari luar, dari petani di kampung nya dan desa lain. Ternyata semua sayuran di kirim ke sini juga pertanian lain. Tapi presiden sama sekali tidak peduli dengan penderitaan rakyatnya di luar sana.

"Hey, kenapa malah melamun?" Tanya Erik, menatap Erin yang diam mematung.

"Apakah kau ingin tahu dari mana ini semua?" Erin bertanya serius pada Erik.

Erik Menatap tajam, "ya, kau tahu?"

Erin mengangguk, "dari luar sana, di sana banyak orang menderita karena penguasa yang tidak adil."

Erik , dia jadi penasaran, dia ingin melihat dunia luar. Dunia yang tidak pernah iya lihat sebelumnya.

I