Chereads / Sword Slayer / Chapter 30 - BAB 30 PERTARUNGAN DUA FLAME SWORD

Chapter 30 - BAB 30 PERTARUNGAN DUA FLAME SWORD

Di hutan, tampak gundukan tanah dengan sebuah patokan kayu berada di atasnya. Itu adalah mayat-mayat pemberontak yang baru saja dikubur Azuma bersama kelompoknya.

"Pak tua...." gumam Azuma sembari menatap makam didepannya. Rasa tangis tak tertahan saat kembali terkenang orang itu diingatannya.

"Hei, kau tak apa..?" tanya Spear yang tiba-tiba menepuk pundaknya.

"Iya" jawab Azuma sembari mengusap air mata. "Aku baru ingat, omong-omong dimana Stick?"

"Stick..." gumam Spear dengan wajah datar. Dia kini terdiam. Namun, setelah beberapa tarikan nafas, Spear melanjutkan kalimatnya tadi, "Aku menguburnya di pemakaman Kota Bros."

"Oh, maaf aku tak tahu..." ujar Azuma merasa bersalah. Ia kemudian berjalan mendekat dan menepuk pundak Spear, "Jadi... Dia juga tak selamat..?"

***

Malam pun tiba dan mereka memutuskan untuk berkemah di Hutan itu. Semuanya duduk melingkar dengan api unggun yang berada di tengah.

"Apa rencana kalian setelah ini?" tanya Azuma memulai percakapan. Dia mencoba meringankan suasana akibat kejadian pasca perang tadi.

"Aku dan mas aji berniat pulang ke Rumah" jawab Adi.

"Loh, bukannya kalian tinggal di Kota Bros? Bukankah, kalian petani di Kota Bros?" tanya Putri Yuki penasaran.

"Hahaha!" Aji tertawa mendengarnya. "Dulunya kami tinggal di Desa Peralatan. Letaknya di sebelah timur Kota Bros. Hanya perlu lurus ke timur dan melewati Hutan Cinama hingga akhirnya sampai deh."

"Hutan Cinama?" bingung Azuma. Beberapa kali, dirinya menggaruk-garuk kepalanya sendiri.

"Kau tak tahu, Nak? Hutan Cinama itu terletak di sebelah Timur Kota Bros. Bahkan, kita sekarang ini sedang berada di Hutan Cinama" ucap Crane menjelaskan.

"Oh, gitu toh" gumam Azuma mengerti.

"Dan... Hutan di dekat Desa Pemberontak juga masih masuk dalam Hutan Cinama" Spear ikut menjelaskan.

"E-Eh?" Azuma pun kembali bingung.

"Lalu bagaimana denganmu? Eee, kalau tak salah Yuki benar, kan?" tanya Adi penasaran.

"Ah, maaf. Aku bukan berasal dari sini. Jadi, aku tak terlalu paham dengan daerah sekitar" sahut Putri Yuki menjawab

"Benar juga" ujar Aji sembari mengangguk. Pandangannya langsung terarah ke rambut sang gadis yang berwarna putih salju. "Rambut Putih seperti itu, bukankah berasal dari daerah Glacia."

"Glacia, Kerajaan es itu?!" terkejut Adi. "Siapa Sebenarnya gadis ini? Pakaian bagus, tapi robek-robek... Rantai di leher... Hmph.. mungkinkah kau itu tawanan perang?"

"Iya" jawab Putri Yuki sembari menunduk malu. Wajahnya pun tampak seperti akan menangis.

"Lalu, bagaimana dengan yang lain?" tanya Azuma mencoba mangalihkan topik.

"Aku berniat untuk ikut pulang ke Desa Peralatan juga bareng kakak beradik itu" jawab Crane. Ia berdiri dari tempatnya duduk dan bersender pada sebuah pohon. "Aku ingin menemui keluargaku di sana..."

"Aku berniat menengok Staff, adik keduaku. Dia juga tinggal di Desa Pemberontak" kata Spear mengungkapkan. Wajah datarnya kemudian melirik ke Azuma, "Lalu, bagaimana denganmu..?"

"Aku tak tahu..." jawab Azuma menunduk. Dirinya lalu menengok ke gadis itu. "Apa yang akan kau lakukan sekarang?"

"E-Eh?" kaget Putri Yuki. Wajahnya pun terlihat sedikit memerah, "Ka-Karena kau sudah menyelamatkanku, ma--maka, mungkin aku akan ikut denganmu saja..."

Azuma lalu berdiri dari tempatnya duduk. Setelah beberapa tarikan nafas, dia kemudian menarik pedang dari sarung pedang.

*Flame Sword

*Whusssh

*Slash

Azuma mengaktifkan teknik Flame Sword. Kemudian, ia melepaskan rantai yang melilit di leher Putri Yuki dengan satu sayatan. Akhirnya, rantai yang melilit leher gadis itu pun terbelah dan terlepas. Azuma kemudian menonaktifkan teknik Flame Sword dan kembali menyarungkan pedang.

"Terimakasih" jawab Putri Yuki sembari menunduk.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan?" tanya Azuma lagi.

"Mungkin, untuk sementara... Aku akan ikut denganmu" jawab Putri Yuki sembari memegangi leher bekas lilitan rantai.

*Cuis

*Cuk

Tiba-tiba saja, sebuah anak panah mengenai batang pohon di dekat mereka. Semuanya langsung berdiri dan melihat ke sekeliling.

Seorang anak laki-laki tampak berdiri sembari memegang sebuah busur. Sebuah pedang berada di kiri pinggangnya serta punggungnya yang menggendong beberapa anak panah.

"Serahkan gadis itu..." ujar Ozuza sembari mengarahkan busurnya ke Azuma.

"Ozuza... Tidak, aku tak mau!" jawab tegas Azuma.

*Cuis

*Winghss

*Cuk

Ozuza melepaskan anak panahnya. Namun, sebelum mengenai Azuma, tiba-tiba saja hembusan angin membelokkan arah anak panah itu sehingga terlontar ke batang pohon.

"Kau... Ozuza..." gumam Spear. Wajah datarnya kini melirik ke si pemanah itu.

"Kenapa... Apa kau lupa siapa yang sudah melatihmu selama ini?!!" bentak Ozuza merasa kesal. Dengan tangan kiri, Ozuza lalu menggendong busurnya dan menarik pedang dari sarungnya.

"Tidak, mana mungkin aku melupakannya... Latihan yang keras itu, masih teringat jelas dibenakku..." sahut Azuma sembari menarik pedang dari sarungnya.

"Kalau begitu, ayo bertarung. Kalau kau menang, akan kubiarkan gadis itu. Dan kalau aku menang, kau harus menyerahkan gadis itu padaku" kata Ozuza dengan tatapan tajam.

"Baiklah... Aku setuju... Ini adalah pertempuran satu lawan satu" ucap Azuma. Wajahnya lalu menengok ke arah Spear, "Jangan ikut campur..."

Spear hanya diam dengan memperlihatkan ekspresi datarnya. Sedangkan, Putri Yuki tampak khawatir dengan nasibnya sendiri.

"Mulai!" seru Ozuza memberi aba-aba.

*Flame Sword

*Whusssh

*Flame Sword

*Whusssh

"Kenapa kau menginginkan gadis itu?!" tanya Azuma. Ia kemudian mundur ke belakang lalu melompat dan mengarahkan pedangnya ke Ozuza.

*Ting

"Perintah Tuan Magma... Harus kulakukan!!" bentak Ozuza.

Serangan Azuma tadi berhasil ditangkis. Ozuza Kemudian melempar pedangnya ke udara. Api di mata pedang itu langsung padam karena terlepas dari tangan penggunanya. Pandangan Azuma malah mengarah ke pedang yang dilempar Ozuza.

*Buk

Ozuza menendangnya dan Azuma pun terdorong tiga langkah. Dirinya lalu melompat dan meraih pedang di udara yang kemudian mengayunkannya ke arah Azuma.

*Ting

Azuma langsung memegang gagang pedang secara terbalik. Ia lalu berlari kesana-kemari sembari terus menyerangnya.

*Ting

*Sring

"Kuda-kuda yang aneh..." ucap Ozuza merasa heran.

"Apa kau terkejut? Ini adalah teknik pedang milikku sendiri!!!" seru Azuma dengan nada tinggi.

*Ting

*Ting

*Sluubs

Pedang mereka kembali beradu. Namun, secara cepat Ozuza berhasil menusukkan pedangnya ke perut Azuma.

"Percuma..." kata Ozuza saat melihat kemenangan di depan mata.

"Ter--tipu..." ujar Azuma sembari tersenyum.

*Buk

*Ting

*Ting

Tiba-tiba saja, Azuma berubah menjadi asap hitam, ternyata ia menggunakan teknik Bayangan. Dan secara bersamaan, seseorang menendang Ozuza dari belakang.

Terpentallah Ozuza tiga langkah dari tempatnya berdiri. Dan saat kepalanya menengok, tiba-tiba saja Azuma sudah mengarahkan pedangnya ke wajah Ozuza.

*Ting

*Sring

Ozuza yang terkejut, ia pun refleks menangkisnya sehingga pedang mereka saling bergesekan. Namun, Azuma memanfaatkan hal itu dan berhasil membuat pedang Ozuza terpental ke udara.

Pedang Ozuza yang terlepas dari pegangan, secara otomatis, api di mata pedang itu langsung padam. Ozuza pun diam membisu saat senjatanya kini jatuh.

"Aku menang, kan?" tanya Azuma sembari menonaktifkan teknik Flame Sword dilanjutkan dengan menyarungkan pedang.

Namun, Ozuza tak menggubrisnya. Dia hanya berjalan dan mengambil pedang yang ia jatuhkan.

"Kenapa kau melakukan ini? Apa untuk Ryujin? Ataukah untuk Magma? Jika kau mau, apa kau mau ikut denganku? Tentu saja Ryujin juga diajak" tanya Azuma lagi.

Ozuza pun berjalan menjauh dan berniat melapor pada tuan Magma. Sedangkan yang lainnya, mereka menghampiri Azuma dengan wajah sumringah.

"Apa tanganmu tidak terbakar?" tanya Spear dengan wajah datar.

"Oh, ini...." terkejut Azuma.

Ternyata ia baru tersadar bahwa telapak tangannya tidak lagi terbakar saat mengunakan teknik Flame Sword. Ia tampak senang karena, akhirnya dia bisa menguasai teknik itu.

"Jadi, kemana kau akan pergi...?" tanya Spear dengan wajah datar.

"Aku tak menyangka kalau Magma punya sifat seperti itu...Dan aku juga sudah membalas kematian orang tuaku... Mungkin... Aku akan ikut denganmu ke Desa Peralatan" jawab Azuma dengan wajah tersenyum tipis.

***

Tepat setelah cukup jauh berjalan dari tempat Azuma tadi, Ozuza pun bergumam seorang diri. Ia terus menahan malu dan seakan keraguan mulai pun muncul.

"Aku melakukan itu untuk keduanya, untuk adikku... Juga untuk Tuan Magma... 'Untuk kedamaian Benua Arcadaba' Aku harap ucapan yang diserukan Tuan Magma benar adanya..." gumam Ozuza seorang diri sembari berjalan menuju Kota Bros.

***

*Akh

*Aku harus hidup...

Seorang Pria berzirah berjalan menuju hutan. Langkahnya tampak tertatih-tatih sembari terus memegangi perutnya mengeluarkan darah.

*Bruk

Tiba-tiba pria bertopeng muncul dan melemparkan sebuah kepala manusia ke ke orang itu. Pria pun terkejut dan mengenal jelas siapa pemilik kepala itu.

"Kepala Arqi..? Hahaha!! Kau berhasil membunuhnya, ya? Kerja bagus, Shin" ucap Komandan Sogun sembari memegangi perutnya yang terluka.

"Benar" sahut Shin. Ia kemudian melepaskan topengnya. "Tentu saja, aku berhasil membunuhnya... Dan muridku... Juga berhasil membunuhmu..."

"Membunuhku? Haha... Jangan bercanda. Apa kau tidak lihat, aku masih hidup? Hei, aku berdiri tepat di depanmu sekarang ini" bantah Komandan Sogun sembari sesekali tertawa kecil.

"Apa kau yakin? Apa kau masih hidup? Apa itu jawabanmu?" tanya Shin dengan senyum menyeringai.

Keringat Komandan Sogun pun mulai bercucuran. Dan secara bersamaan, kenangan di akhir hayatnya pun kembali teringat.

"Lalu.. Kalau aku sudah mati.. Kenapa kau bisa melihatku?" tanya Komandan Sogun sembari matanya yang terlihat sayub.

"Sogun yang berada di depanku ini... Arwah... Kau adalah Arwah Penasaran..." jawab Shin sembari bersandar pada sebatang pohon.

"A-Arwah? Lantas, kenapa kau bisa melihatku..." tanya Komandan Sogun penasaran.

"Karena aku bukanlah manusia. Aku adalah Nokturnal" ujar Shin menjawab lagi. "Huh, Sogun, Sogun... Hmm aku berterimakasih karena kau sudah mempertemukanku dengan murid kedua ku. Setelah enam anak laki-laki yang kau bawa, hanya si ketujuh yang mempunyai potensi tinggi. Kalau aku tak salah ingat namanya itu... Azuma."

"Katakan padaku... Apa kau sudah merencanakan semua ini..?" ucap Komandan Sogun termenung. Tubuhnya pun terduduk lesu setelah tahu bahwa ia telah dimanfaatkan.

"Tentu" jawab pendek Shin. Dia lalu berbalik dan meninggalkan Komandan Sogun begitu saja. "Dan sekarang... Kau sudah tak berguna... Sogun..."

***

Di sisi lain, di Kastil Ravca, sebuah Kastil di daerah Kerajaan Lukia bagian selatan yang sudah dikuasai Kerajaan Zyro, puluhan mayat prajurit Zyro berserakan di seluruh kastil. Seorang anak laki-laki tampak berjalan santai melawati puluhan mayat itu.

Tampak pedang yang ia pegang di masing-masing tangannya, berlumuran cairan merah. Ia lalu melihat seorang prajurit yang masih hidup.

"Dimana Yuka..?" tanya sang anak laki-laki.

"Aku... Aku tak tahu..." jawab prajurit itu ketakutan. "Tolong ampuni aku... Sword Slayer... Tolong Jangan membunuhku.. ada orang yang menungguku pulang di Rum--."

*Cuk

Tanpa belas kasih, ia menusuk prajurit itu hingga tewas. Kakinya pun berjalan mencari prajurit Zyro yang masih hidup untuk ditanyai.

"Yuka... Kau dimana..?" gumam anak laki-laki itu seorang diri.

.....Tamat.....

#catatan

Halo pembaca

Ceritanya memang tamat, tapi ini baru Volume satu, jadi kemungkinan berlanjut masih ada. Jadi ditunggu aja ya lanjutannya, terimakasih 🙏.