Tidak ada yang lebih buruk, selain memiliki calon suami yang menghempas nya dan ketika Malvin dengan rasa malu nya benar - benar meninggalkan Elena, berita itu akan tersebar, membuat Elena benar benar sangat malu.
Mungkin hingga ia tak berani keluar dari rumah dan akan selamanya menjadi anak rumahan yang tertutup dan pemalu.
' Tunggu saja, Elena. Aku akan membuat kehidupan mu sama seperti di neraka'. Kata Maya kembali mengumpati kakak tiri nya itu.
" Ayolah, jangan terlalu merendahkan diri mu, kakak. Kita berdua tahu kamu ahli nya. Bagaimana mungkin, putri pertama dari keluarga Smith tidak memiliki kemampuan dalam bermain piano?". Kekeh nya kemudian. " kamu bahkan punya banyak penghargaan di rumah, aku yakin mereka semua akan menyukai kemampuan mu ". Sambung nya, menguatkan nada bicara di depan mikrofon.
Maya memang terdengar seakan memuji Elena. Tetapi Elena tau itu adalah ejekan dari Maya secara tidak langsung untuk diri nya.
Bagaimana Elena bisa mendapatkan banyak penghargaan padahal diri nya saja belum pernah mengikuti kompetisi mana pun ?.
Elena tau jika Maya mengatakan semua kebohongan itu hanya untuk memberikan ekpektasi tertentu pada penonton agar mereka akan lebih kecewa ketika akhirnya mereka telah menyaksikan pertunjukan Elena yang mengerikan untuk di dengar.
Elena membuang arah pandang nya , asal. Merasa jengah mendengar semua omong kosong adik nya itu.
Tak ingin membuang banyak waktu lagi, Elena pun berjalan menuju piano yang tentu nya telah adik nya itu siap kan untuk mempermalukan diri nya.
" Aku akan mengikuti permainan mu, Maya ". Gumam Elena pada diri nya sendiri. " Tapi setelah ini mungkin ucapan terima kasih perlu ku ucapkan untuk mu karena kepandaian mu berakting ". Sambung nya, masih bermonolog sembari mendekati piano.
Maya ingin sebuah pertunjukan? maka Elena akan melakukan nya.
Elena duduk di bangku yang berada di dekat piano ( Piano bench )dan setelah beberapa detik, persiapan. Jari jemari Elena mulai menekan keyboard dengan santai nya. Alunan nya sangat pas sampai penonton di buat terpukau dengan jari - jari nya yang bak menari bebas di atas keyboard piano.
Tak sampai di situ saja, Karena Elena bukan hanya bermain piano tapi diri nya dengan tatapan sombong nya ke arah Maya juga menyanyikan sebuah lagu dengan sangat merdu nya.
Penonton yang tadi nya bersorak, kini mereka diam dan menikmati alunan nada piano yang di padukan dengan suara lembut Elena ketika bernyanyi.
" Astaga, ku dengar putri pertama dari keluarga Smith tidak memiliki ketrampilan sama sekali , tapi dengan melihat nya sekarang bermain, pasti rumor itu palsu . Dia juga cantik ". Puji seorang wanita pada teman nya.
" Kau benar, dia memiliki suara yang indah dan memiliki kemampuan bermain piano yang terbaik ". Timpal yang lain nya .
" Aku merasa seperti sedang berada di konser ". Kekeh mereka lagi .
Elena tampak anggun dan juga seakan memancar aura mulia yang membuat nya tampak lebih istimewa malam ini .
Gadis itu mampu menarik perhatian banyak orang, termasuk seorang pria yang tengah duduk di kursi roda di balkon kamar nya.
Rupa nya , pria itu memperhatikan Elena dari sana sejak tadi.
Apa dia tidak tahu Elena telah mencari nya sedari tadi?.
Mata elang nya tak pernah pergi dari menatap Elena. Sosok cantik di atas panggung dengan emosi kompleks keluar dalam diri Elena.
" Menarik". Gumam nya bermonolog.
Pasangan pengganti nya menjadi semakin misterius, pikir pria itu.
Ada yang lebih di dalam diri Elena dan semakin pria itu memperhatikan nya, semakin dia ingin tahu lebih banyak tentang Elena.
Pria itu lalu menekan tombol yang ada pada kursi roda listrik nya dan dengan begitu kursi roda tersebut bergerak mundur sama seperti apa yang pria itu inginkan.
Lalu menggerakkan roda dengan tombol dan keluar dari kamar nya, baru lah setelah itu ia memanggil asisten pribadi nya— Johan.
***
Setelah Elena selesai memainkan nada terakhir nya, Elena berdiri dan memberi hormat sementara penonton bertepuk tangan.
Elena berbalik, tersenyum menatap Maya yang terkejut melihat penampilan nya.
" Terima kasih Maya , Aku sempat bingung bagaimana cara nya aku memperkenalkan diri sebagai calon istri tuan Malvin , tapi berkat bantuan mu—" Elena menggantung perkataan nya, namun netra nya menatap ke arah penonton. " lihat mereka! ". Kata Elena ketika sorak - sorai dan pujian bergema di sekitar mereka. " Mereka sangat suka dengan penampilan ku".
Mendengar itu, Maya mengepalkan tangan nya juga menggertakkan gigi nya. Dia tidak menyangka jika Elena pandai bermain piano. Saudara nya itu bahkan lebih baik dari nya.
Bagaimana dia bisa tahu jika Elena pandai bermain piano? Karena setau nya Elena memang tidak pernah mengikuti kelas piano.
Dia tidak berguna. Itu lah yang selalu ibu nya katakan pada Maya , membuat Maya selalu berani merendahkan Elena.
Gadis itu tidak habis pikir, rencana yang seharusnya menguntungkan bagi diri nya malah justru sebaliknya. Rencana nya malah menjadi kesempatan bagi Elena agar di kenal banyak orang penting di sini .
Ini tidak seharusnya terjadi!.
Maya merasa ingin sekali marah saat menatap Elena, sementara isi kepala nya tengah memikirkan cara lain untuk menghancurkan saudaranya itu.
Di sisi lain, Alvaro menatap takjub sekaligus merasa tak percaya, ia bahkan tidak bisa mengatakan apa pun setelah melihat penampilan mantan tunangan nya itu.
Namun, jauh di lubuk hati nya Alvaro merasa terkesan. Karena awal nya dia mengira Elena berfikiran seperti gadis desa yang lugu dan bodoh, Alvaro pikir Elena tidak berguna . Tapi gadis itu membuktikan jika pikiran Alvaro selama ini salah, mengenai diri nya.
Dia yang sekarang terlihat cerdas dan berkelas, kulit nya yang seputih mutiara bersinar di bawah langit malam. Apa lagi saat gadis itu tersenyum pada penonton, dia mampu meluluhkan hati mereka dengan penampilan nya yang indah.
Setelah memperjelas kemenangan nya di depan Maya, Elena pun lebih memilih kembali menuju tempat nya duduk tadi.
Dan tak lama kemudian, Johan muncul dan berjalan mendekati Elena.
" Hai Nona Elena, Aku turut takjub dengan suara mu tadi". Puji Johan.
Elena tersenyum dan berdiri dari duduk nya. " oh, terima kasih. Aku hanya mengasal saja ".
Johan terkekeh, pelan. " aku kemari karena tuan Malvin ingin menemui ".
" Oke, ayo ". Ajak Elena menunggu Johan untuk berjalan bersamaan.
Ke dua nya pun masuk ke dalam mansion dan berjalan hingga berhenti di ruang kerja Malvin.
Johan mengetuk pintu sebelum akhir membuka pintu dan mempersilahkan Elena masuk terlebih dahulu.
" Permisi ". Kata Elena, tanpa sungkan mengambil langkah maju, mendekati kursi sofa .
" Kamu selalu berhasil membuat ku terkejut, Elena ". Kata Malvin setelah beberapa menit terdiam menatap Elena.
Bibir Elena tersenyum. Namun tidak dengan isi kepala nya yang bingung mempertanyakan apa maksud dari perkataan Malvin barusan.
" silakan duduk, nona ". Kata Johan mempersilahkan.
" Ah ya... terima kasih ". Gadis itu pun mendudukkan diri nya di kursi yang bersebrangan langsung dengan Malvin.
Sementara Johan berdiri di dekat kursi roda tuan nya itu.
" Aku sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan mu kemarin". Kata Malvin.
Sementara Johan tanpa di minta bergerak mengambilkan sebuah file dari atas meja untuk Malvin.
Malvin menerima nya, membuka nya sebentar lalu menggeser nya hingga file tersebut berada di hadapan Elena, di atas meja.
Elena yang merasa penasaran, memperlihatkan ekspresi wajah penuh tanya nya pada Malvin.
Malvin pun mengangguk kan kepala nya.
Tak menunggu lama lagi, Elena pun segera meraih dan membuka file tersebut.
Elena terkejut setelah membaca nya.
' ini sebuah kontrak?'. Gumam Elena dalam benak nya.
" Aku ingin kamu menjadi istri ku ". Kata Malvin terdengar serius juga suara nya yang serak.
Elena membulatkan mata nya, Menghela napas nya dan mulai memikirkan perkataan Malvin.
" Tentu saja, kamu menjadi istri ku ketika berada di depan umum dan ketika di rumah, Aku tidak akan memaksa mu untuk menjadi istri yang sebenarnya ". Lagi, Malvin kembali buka suara dan hal itu berhasil membuat Elena harus kembali berfikir keras.
Ada rasa kesal di mata Elena, namun Malvin tidak menyadari nya .
' apa - apaan ini ? Hanya di depan umum? '. Kata Elena di dalam diri nya.
Namun berbeda dengan kelihatan nya karena Elena tengah fokus membaca isi kontrak yang tertera dengan cermat.
Tidak ada yang rumit di dalam kontrak ini, bahkan Elena sangat menyukai keuntungan yang ia dapat.
Tetapi hanya satu hal yang membuat nya sedikit merasa kesal. Ia bahkan menelan saliva nya dengan kesusahan.
Di dalam kontrak di sebut kan jika mereka menikah, maka mereka hanya menikah selama satu tahun saja dan setelah itu barulah mereka akan bercerai.
Sementara Elena akan mendapatkan tunjangan hidup sebesar sepuluh juta dolar, setelah bercerai.
Hingga tiba lah pandangan nya pada sebuah tulisan yang mengatakan jika setelah menikah, Elena tidak boleh menganggu urusan pribadi Malvin dan itu juga karena tidak ada nya perasaan cinta yang terlibat di antara ke dua belah pihak.
Tertulis jika pernikahan ini hanya lah sebatas nama.
Namun jika di pikirkan lagi, setahun sudah cukup bagi Elena untuk membangun pijakan yang kuat dalam pengelolaan pusat perbelanjaan milik mendiang ibu nya.
Pada saat itu, mungkin diri nya telah mendapatkan kendali penuh atas pusat perbelanjaan itu dan tidak ada seorang pun yang bisa merebut itu dari nya.
Bahkan ibu dan saudara tiri nya itu .
Sebenarnya, menikah dengan Malvin bukan lah suatu ide yang buruk . Memang tidak ada cinta di antara mereka tetapi mereka berdua harus memenuhi perjanjian pernikahan yang telah di buat oleh keluarga mereka, sebelum nya.
" Aku tidak butuh tunjangan, tuan Malvin. Karena aku sendiri bisa menghasilkan sepuluh juta dolar dalam setahun dari pusat perbelanjaan ku". Kata Elena dengan angkuh.
Malvin mengangkat sebelah alis nya ke atas.
Gadis yang duduk di depan nya itu memiliki jiwa semangat yang dan juang yang tinggi.
Tanpa sadar, Malvin justru semakin tertarik pada gadis itu.
Pria itu pun menganggukkan kepala nya. " Oke, Aku akan menantikan nya tetapi aku akan melakukan apa pun yang kamu butuhkan saat kamu sendiri yang meminta nya pada ku ". Kata Malvin dengan mantab nya.
Elena menyeringai lalu meraih pena dan mulai mendatangi kontrak pernikahan tersebut.
Baru lah setelah itu, Elena mengulurkan tangan nya pada Malvin.
Pria itu juga menyambut nya hingga ke dua nya kini berjabatan tangan.
"kita sepakat, tuan Malvin".