Lafa, dengan mata sebening kristal yang seringkali memantulkan kesepian mendalam, menghuni sebuah rumah kayu tua di pinggiran desa yang terlupa waktu. Usianya sebelas tahun, namun jiwanya terasa lebih tua, telah menjelajahi kedalaman kesunyian yang tak berujung. Rumahnya, bagai sebuah pulau kecil di tengah lautan kesendirian, menjadi saksi bisu atas segala rahasia dan mimpi yang terpendam dalam hatinya.
Orang tuanya, dua sosok sibuk yang terjebak dalam rutinitas hidup, jarang sekali mencuri waktu untuk sekadar mengelus rambutnya yang lembut atau mendengarkan cerita khayalannya. Lafa tumbuh dalam keheningan yang mencekik, di mana suara detak jam dinding seakan menjadi satu-satunya teman yang setia menemaninya.
Malam hari, ketika bulan purnama menyembunyikan wajahnya di balik awan kelabu dan hujan rintik-rintik membasahi tanah, Lafa sering kali duduk di jendela kamarnya, menatap ke luar dengan tatapan kosong. Dunia luar baginya adalah sebuah misteri yang menegangkan, sebuah labirin tanpa peta yang ia ingin jelajahi,namun tak mampu.
Dalam kegelapan malam, imajinasinya mengembara bebas. Ia membayangkan dirinya sebagai seorang penyihir muda yang menjelajahi dunia sihir yang penuh keajaiban. Dengan tongkat sihirnya yang terbuat dari ranting pohon tua di belakang rumah, ia merapal mantra-mantra kuno yang ia temukan dalam buku-buku usang milik ayahnya. Namun, mantra-mantra itu tak pernah berhasil, hanya meninggalkan rasa hampa yang semakin mendalam di hatinya.
Lafa adalah sebuah Manusia. Ia merindukan keramaian, namun tidak ada satupun yang mampu berada di sisinya. Ia mendambakan petualangan, namun terbelenggu oleh rasa kesendirian. Jiwanya, bagai sebuah kapal kecil yang terombang-ambing di tengah badai, mencari pelabuhan yang tak kunjung ditemukan.
Hujan deras mengguyur jendela kamar Lafa, mengukir riak-riak lembut bak lukisan abstrak. Ia termenung, tatapannya menerawang jauh, seakan tenggelam dalam lautan pikiran. Tiba-tiba, kilat menyambar langit, membelah kegelapan dengan sorot cahayanya yang menyilaukan. Guntur menggelegar, mengguncang bumi dan menyentak Lafa dari lamunannya.
Seketika, langit malam berubah menjadi kanvas raksasa, dihiasi oleh ledakan warna-warni yang menari-nari liar. Cahaya kilat yang menyambar-nyambar bagai kuas ajaib, melukis pola-pola abstrak yang memukau.
Tirai kamarnya tersibak keras, memperlihatkan sosok misterius yang berdiri di ambang pintu. Siluetnya samar-samar terlihat, diterangi oleh kilatan cahaya yang menyilaukan. Rambutnya yang panjang terurai, berkibar lembut seperti perak murni yang tertiup angin malam.
"Sihir, bukankah itu indah?" Suara merdu itu mengalun lembut, menyelimuti keheningan malam.
Lafa terkesima, matanya membulat tak percaya. Wanita itu mengulurkan tangannya, telapak tangannya memancarkan cahaya lembut yang menenangkan. "Aku dapat mengajarkanmu," ujarnya, suaranya lembut namun penuh kuasa.
Tanpa sadar, Lafa meraih tangan wanita itu. Seketika, kehangatan mengalir deras ke seluruh tubuhnya, membasuh jiwanya yang selama ini terasa kosong dan dingin. Sebuah keputusan besar diambilnya dalam sekejap, sebuah keputusan yang akan mengubah hidupnya selamanya.
Sepekan berlalu, halaman-halaman kosong dalam hidup Lafa kini dihiasi warna-warni mantra. Di bawah bimbingan Zeta, sang penyihir elok dengan aura elegan, Lafa memulai perjalanan mendalam ke dunia sihir. Setiap hari adalah sebuah kanvas baru, di mana dasar-dasar ilmu sihir dilukis dengan sentuhan lembut namun tegas. Zeta mengajarkan lebih dari sekadar mantra; ia menanamkan pemahaman mendalam tentang aliran energi magis, mengajarkan Lafa untuk mengendalikannya dengan penuh keanggunan, baik untuk kemudahan hidup sehari-hari maupun dalam menghadapi tantangan yang lebih besar.
Hari-hari berlalu dalam tawa dan berbagi ilmu, menciptakan ikatan yang hangat antara guru dan murid. Lafa menemukan dalam diri Zeta sosok ibu yang selama ini dirindukannya, seorang pembimbing yang tidak hanya mengajarkan sihir, tetapi juga mengajarkan arti hidup. Dalam mata Lafa, Zeta adalah bintang penuntun yang menerangi jalannya menuju masa depan yang penuh keajaiban.
Ketertarikan Lafa pada sihir-sihir semakin menguat. Dengan tekun, ia mempelajari setiap mantra baru, menggabungkannya dengan pengetahuan yang telah ia serap. Zeta takjub melihat bakat alami Lafa dalam menguasai berbagai jenis sihir. Ia melihat dalam diri muridnya sebuah potensi yang tak terbatas, Seperti bintang yang siap bersinar terang di langit magis. pelangi yang mengalir dalam air yang tak terbatas.
Lafa, dengan semangat yang membara, mengikuti jejak gurunya. Ia belajar untuk bekerja keras dan bermain sepuas hati, menemukan keseimbangan sempurna antara disiplin dan kebebasan.
Waktu seakan pasir halus yang meluncur cepat, meninggalkan jejak samar di bentang kehidupan. Dua tahun berlalu, dan Lafa telah menjelma menjadi seorang remaja yang memancarkan pesona bak permata yang baru saja diasah. Cahaya kecerdasan dalam matanya semakin terang, menyaingi bintang di langit malam.
Zeta, sang guru, mengamati pertumbuhan muridnya dengan rasa bangga dan haru. Tangannya yang telah menuntun Lafa sejak kecil kini terasa semakin ringan. Lafa telah tumbuh menjadi penyihir muda yang mandiri, siap mengarungi samudra ilmu pengetahuan tanpa perlu lagi berpegangan pada jangkar bimbingannya.
Hari-hari terakhir mereka bersama adalah perpaduan manis antara sukacita dan duka. Tawa mereka, seperti belalang bersayap, beterbangan bebas di taman, meninggalkan gema yang membekas dalam ingatan. Zeta memanggil Lafa, mengajaknya ke taman belakang. Di bawah langit senja yang mulai merangkak, mereka duduk berdampingan, dipisahkan oleh meja bundar tua yang menyimpan sejuta cerita.
"Tidak ada lagi yang dapat kuberikan padamu, Lafa," ujar Zeta dengan suara lembut namun tegas. Kata-kata itu bagai anak panah yang menusuk jantung Lafa. Gadis itu menggelengkan kepala, air matanya berkilau. "Tidak, Guru! Pasti masih banyak yang bisa Anda ajarkan!" rengeknya, memeluk erat kaki gurunya.
Zeta membalas pelukan Lafa dengan lembut. "Ini sudah waktunya, anakku. Kau telah siap terbang tinggi. Ini adalah tradisi," katanya sambil meneteskan air mata, lalu mengarahkan tongkat sihirnya ke arah Lafa. Seketika, cahaya berkilauan membungkus tubuh Lafa, membawanya ke dimensi lain, jauh dari taman yang telah menjadi saksi bisu koneksi mereka.
Dengan ini,petualangan Lafa sudah resmi Dimulai.