Hujan turun dengan lembut di kota Surabaya, seolah-olah langit turut berduka atas tragedi yang baru saja terjadi. Reyhan Irvansyah, seorang anak laki-laki berusia 13 tahun, berdiri di bawah guyuran air hujan yang menenangkan, membiarkan setiap tetesnya mencuci luka di hatinya. Di sampingnya, adik perempuannya, Reina, memegang tangannya dengan erat, mencari kekuatan dalam diamnya.
Kehilangan orang tua mereka dalam kecelakaan lalu lintas yang tragis adalah pukulan yang tak terbayangkan. Dunia yang mereka kenal, penuh dengan tawa dan kasih sayang, kini telah berubah menjadi kenangan yang menyakitkan. Tidak ada lagi suara ibu yang memanggil mereka untuk makan malam, tidak ada lagi pelukan hangat ayah saat pulang sekolah. Hanya tinggal hening yang menggantikan kebahagiaan yang pernah ada.
Namun, di tengah kesedihan yang mendalam, ada secercah harapan. Bibi Maruka, satu-satunya kerabat yang tersisa, membuka pintu rumahnya di Tokyo untuk mereka. Dengan berat hati, Reyhan dan Reina meninggalkan tanah kelahiran mereka, membawa sedikit barang dan banyak kenangan, menuju kehidupan baru di Jepang.
Perjalanan ke Tokyo adalah perjalanan yang panjang dan sunyi. Reyhan, yang kini harus memanggil dirinya Kazehaya Rein, merenungkan masa depan yang tak pasti. Adiknya, Reina, yang kini menjadi Kazehaya Reina, terlihat lelah namun tegar. Mereka berdua tahu bahwa mereka harus kuat, tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga satu sama lain.
Ketika mereka tiba di kediaman keluarga Kazehaya, mereka disambut oleh pemandangan yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Rumah itu besar dan megah, dengan taman yang indah dan pohon sakura yang sedang mekar. Di depan pintu, seorang gadis berambut hitam mengkilap menunggu mereka. Itu adalah Kazehaya Reika, sepupu mereka yang belum pernah mereka temui sebelumnya.
Reika menyambut mereka dengan senyum yang manis dan hangat. "Hai, senang bertemu denganmu. Aku Kazehaya Reika, anak dari Maruka yang merupakan tante kamu," katanya dengan suara yang ceria.
Rein membalas dengan sopan, "Hai, salam kenal juga. Aku Reyhan Irvansyah, eh, maksudku, Kazehaya Rein. Mohon kerjasamanya."
Malam itu, mereka berbagi makan malam yang hangat, dan untuk sesaat, kesedihan mereka terlupakan. Cerita dan tawa mengisi ruangan, dan Rein merasa seolah-olah ada sesuatu yang akrab dan nyaman tentang rumah baru ini.
Esok harinya, Rein memulai hari pertamanya di sekolah Jepang. Dia merasa gugup, tetapi juga penasaran tentang apa yang akan dia temui. Ketika dia memperkenalkan diri di depan kelas, dia merasa seolah-olah dia sedang mengambil langkah pertama dalam sebuah petualangan yang akan mengubah hidupnya selamanya.
---