Ari melangkah keluar dari lift, dengan tas yang tergantung di bahunya. Dia berpamitan pada Arabella sambil mengucap syukur pada Tuhan. Ketika Ari sudah jauh, dia tak bisa menahan diri untuk bergumam, "Hanya karena mereka punya uang mereka pamer di depanku. Apakah sangat sulit untuk mengerti bahwa uang bukan segalanya?" Namun, setelah berjalan tiga langkah ke depan, Ari menghela nafas dengan rasa putus asa.
Uang memang penting. Apa yang sedang dia pikirkan? Jika dia punya uang, maka dia tidak perlu khawatir tentang utang yang tiba-tiba menumpuk di kepalanya itu.
"Tak apa, aku bisa membayarnya perlahan-lahan," Ari menguatkan dirinya sendiri. Walaupun dia tidak tahu bagaimana cara membayar utang dengan gaji yang sedikit itu, Ari tidak berencana melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya. "Jika satu pekerjaan tidak cukup, maka aku akan coba dua pekerjaan lagi."