Chereads / Last Light. / Chapter 4 - Chapter 3 § Omen §

Chapter 4 - Chapter 3 § Omen §

"LUCAS!"

Alya berseru panik. Tidak, dari perut Lucas darah segar deras mengalir. Membasahi dinginnya lantai parkiran apartemen. Remang pencahayaan menunjukan warna merah gelap itu. Lucas terduduk, lalu jatuh terjerembab bersimbah darah hangat.

Apa yang harus kulakukan?

Rasa takut menjalar disekitar badan Alya. Membuatnya bergidik jeri. Deru nafas, keringat dingin, tubuh bergetar. Pemain bernama Darvis itu muncul kembali. Menampakkan diri sepuluh langkah di depan Alya. Berjalan perlahan menakuti. Langkah demi langkah sembari tertawa menyeret kapak berbalur darah. Deritan kapak terdengar menggema.

Alya terjatuh, kakinya tak kuasa untuk pergi dari suasana mencekam dan menyeramkan ini. Tatapannya penuh ketakutan, tangannya bergerak menggantikan kakinya beringsut mundur menjauh. Ponselnya tergeletak jauh darinya. Alya menangis mengeluarkan air mata.

"Pergi! Pergi!" Berteriak parau.

Pembunuh itu semakin gelak tertawa. Menikmati wajah ketakutan mangsa di hadapannya. Dua langkah lagi dia terhenti. Benar-benar tertawa menikmati. Memegang perut.

"HAHAHA! Inilah! Inilah yang kucari selama ini! Wajah ketakutan seperti ini memang yang paling nikmat! Ayolah, ayolah menjerit gadis kecil! HAHAHA!"

Darvis menjenggut rambut Alya. Memaksanya berdiri. Mengangkatnya tinggi-tinggi. Alya meringis keras. Darvis menamparnya berkali-kali hingga pipi Alya memerah. Sembari tertawa sadis. Nafasnya begitu buas menyiksa.

"Hen .. Ti .. Kan ..." Lucas pelan mencoba bangkit berdiri. Hiraukan darah yang semakin banyak keluar dari perut. Matanya berkunang-kunang. Pusing yang sangat membuat Lucas kesusahan menyeimbangkan kaki. Berkali-kali terjatuh setelah setengah jalan bangkit berdiri.

Melihat Alya disiksa oleh pembunuh biadab itu Lucas tidak tahan lagi. Setidaknya, setidaknya sebelum dia benar-benar akan mati. Orang itu juga harus ikut mati bersamanya!

"Hentikan ... BAJINGAN!"

Lucas mengacungkan tangan ke depan. Sebelum Darvis sempat memalingkan kepalanya ke belakang. Dalam sekejap ...

SLASH!

Kepala Darvis terjatuh. Memantul ke lantai beberapa kali sembari menyemburkan darah merah gelap. Mewarnai lantai. Matanya sempat melihat aksi terakhir Lucas yang berdiri sembari mengacungkan tangannya. Tawa psikopat itu padam segera. Bersamaan dengan jatuhnya tiga badan ke lantai parkiran yang terbuat dari semen beton.

Dingin ...

Semuanya dingin dan gelap dalam sekejap di pandangan dua lelaki itu.

"LUCAS!"

Di akhir pandangan Lucas, Alya segera berlari menghampiri Lucas yang jatuh terkulai. Sebelum pupil coklatnya benar-benar melebar dan kosong.

"Tidak! Maafkan aku, jangan mati dulu ..."

Lucas...

...

...

...

***

"Telah dikonfirmasi, lima korban pemain game 'L⅃' kembali bertambah. Pemain mengambil misi keburukan untuk membunuh kawanan teman sekolahnya yang diduga dahulu adalah pembulinya di sekolah ..."

"Game 'L⅃' memberikan dampak negatif pada dunia karena misi keburukan yang mulai banyak bermunculan di setiap ponsel pemain ..."

"'L⅃' Tidak bisa dihapus! Perang dunia akan terjadi? Atau sudah terjadi? ..."

"Satu kota hancur lebur menjadi medan perang mengerikan karena para pemain game 'L⅃' saling membunuh demi menuntaskan misi keburukan ..."

"Dunia akan hancur! Semua karena game 'L⅃' yang dulunya menyatukan dunia, kini game itu menjadi penghancur dunia! ..."

"Kekuatan aneh yang disebut 'omen' oleh para pemain game 'L⅃' adalah senjata utama mereka? ..."

"Satu keluarga mati terbunuh oleh anak kandung sendiri, karena misi keburukan game 'L⅃' ..."

"Tingkat kriminalitas melambung tinggi hingga langit ..."

"Perang dunia kembali terjadi! Nuklir dan bom telah diluncurkan! Para penduduk yang tersisa segera evakuasi ke tempat yang aman! ..."

...

...

...

Suara monitor detak jantung terdengar. Garis layar monitor menunjukkan reaksi detak jantung yang kembali normal. Setelah berbulan-bulan garis itu di bawah rata-rata. Anak itu ... Dia kembali hidup.

Getaran di luar membuat getar ruang bawah tanah. Lampu remang berwarna kuning berkelap-kelip mati nyala karenanya. Tikus-tikus di lantai becek, berlarian dibuatnya. Kotor sekali untuk ukuran ruang bawah tanah medis itu. Lebih seperti kamar otopsi jenazah.

Hanya ada satu kasur disana. Terdiam di tengah-tengah ruangan. Dengan banyak kabel dan selang berisi cairan. Berkaitan rumit dengan alat-alat medis. Jarum selang dan kabel tersambung dengan anak itu. Yang kini terhembus nafas lemah di paruh infus.

Perlahan, kelopak mata anak itu terbuka. Berat rasanya, namun anak itu memaksanya untuk terbuka. Langit-langit ruangan dan lampu kuning remang yang pertama kali dia lihat. Ribuan pertanyaan seketika masuk ke dalam benaknya.

Apa yang terjadi?

Siapa aku?

Bagaimana aku bisa ada disini?

Dimana ini?

Otaknya memberi perintah pada tubuhnya untuk bangun duduk. Nihil, yang dia rasakan hanyalah rasa sakit seperti setruman listrik di sekujur tubuh dan berat bagaikan ditimpa batu besar. Matanya berputar-putar mengedar melihat apa saja yang terlihat.

Ayolah, sekali lagi dia mencoba bangkit duduk. Memaksa satu jari untuk bergerak menuruti perintah otaknya. Berhasil, telapak tangannya dia bisa rasakan dan kendalikan. Rasa setrum yang menyengat mulai memudar rasanya. Sel-selnya mulai beroperasi dari satu pos ke pos selanjutnya. Hingga dua puluh menit berlalu, anak itu akhirnya berhasil bangkit duduk.

Pusing yang sangat dan pandangan kabur masih menetap di kepalanya setelah dia berhasil bangkit. Telinganya mendengung keras. Membuat sakit kepala seolah akan meledak.

Tapi memang itu, sebuah ledakan ingatan.

***

"Jangan mati, Lucas ..."

Alya panik memeluk tangan Lucas yang semakin dingin. Air mata berjatuhan membasahi seragam Lucas yang bersimbah darahnya sendiri. Terisak. Alya tidak ingin kehilangan temannya. Teman yang dia sukai saat pertama kali bertatapan. Baru saja kisah ini dimulai ... Mengapa engkau mengambil dia?

Tak adil, ini tak adil. Lucas tidak boleh mati seperti ini. Dia hanyalah seorang pemuda yang tidak bersalah. Ini salahku, ini salahku karena bermain game pembawa sial itu!

Suara dering ponsel Alya yang tergeletak jauh terdengar.

[ Perhatian! Anda telah menyelesaikan duel tantangan dari pemain { Darvis }! Anda bebas memilih Omen yang anda kehendaki.

Pilih: ... ]

"Jangan mati Lucas ... Aku ingin kamu hidup, tetaplah bersamaku Lucas ... Janganlah mati Lucas ..." Jantung Lucas telah berhenti berdegup. Tubuh itu sempurna dingin kaku.

[ Omen telah dipilih sesuai kehendak pemain. Alya, pilihan: Resurrection of the dead. ]

Cahaya hijau berpendar lembut di tangan Alya. Mengalir perlahan ke tubuh Lucas yang kaku. Luka yang menganga lebar di perut Lucas menyatu kembali dengan cepat. Detak jantung kembali berdegup. Walau lemah, nafas Lucas kembali terhembus. Alya memperhatikan itu. Cahaya lembut yang mengalir dari tangannya lah yang melakukan itu.

Kesampingkan bingung dan heran juga pertanyaan lainnya. Lucas masih memiliki kesempatan untuk hidup kembali. Alya memeluk erat tangan Lucas yang kembali menghangat.

Dua menit, cahaya itu menyelimuti Lucas. Pemuda delapan belas tahun itu berhasil kembali hidup dari kematian. Alya merasa senang, tersenyum sembari terisak. Dia menyeka air matanya.

Baiklah, sekarang Lucas harus segera pergi ke rumah sakit. Dia tidak boleh terus berdiam di parkiran itu. Jika tidak, Lucas akan kembali meninggal.

Alya bangkit berdiri hendak mengambil ponselnya yang tergeletak jauh dekat mayat Darvis.

Di saat itulah ... Saat sudah dekat dua langkah dengan ponsel. Alya tiba-tiba disekap oleh seseorang dari belakang. Alya mencoba memberontak untuk lepas. Namun, sia-sia. Orang yang menyekapnya, menyekap lebih keras. Membuat Alya jatuh pingsan karena kehabisan oksigen.

"Ambil anak itu juga! Kita harus segera pergi sebelum ada orang yang melihat."

Lucas di gotong oleh teman orang yang menyekap Alya.

"Bersihkan sisa pertarungan disini. Jangan biarkan ada seorang pun manusia yang sempat melihat."

Anak buah pria itu langsung mengangguk. Gesit 'bersih-bersih' bekas pertarungan.

"Kita pergi."

***