Dalam keheningan malam yang memenuhi sebuah ruangan kecil, seorang remaja terbangun dari tidurnya.
Matanya terbuka ke dalam kegelapan, yang hanya diterangi oleh sebuah cahaya lentera yang ada diatas meja, yang terletak tepat di sampingnya.
Dia mencoba duduk tegak di atas tempat tidur dengan tubuh yang lemas, lalu merapihkan rambut putih nya yang hampir menutupi seluruh wajahnya.
Dia merasa asing dengan lingkungan di sekitarnya. Dia memandang sekeliling, tetapi, dia tidak mengingat bagaimana dia bisa berakhir di tempat ini.
Dia memegang keningnya dengan telapak tangannya. Seolah seperti seorang yang kebingungan dan ketakutan.
S-siapa aku? K-kenapa aku tidak ingat siapa aku? Nama? Ya benar, nama ku siapa? Aku yakin, aku masih mengingat namaku sendiri, cepat! Ingatlah!
Dalam hati sang remaja, yang diselimuti oleh kebingungan yang sangat dalam.
Remaja itu masih tenggelam dalam pikirannya, sampai tidak lama kemudian, tiba-tiba pintu kayu yang terletak di pojok ruangan bedernyit.
Pintu tersebut sedikit demi sedikit terbuka, memperlihatkan seseorang pria berpostur tinggi yang bahkan melebihi tinggi pintu itu. Pria itu terkejut melihatnya. Dia melamun ke arah sang remaja selama beberapa detik.
Remaja itu memandang kearahnya, lalu mencoba memanggilnya, tetapi, tubuhnya terlalu lemah sampai tidak ada suara satu pun yang keluar dari mulutnya.
Saat pria itu tersadarkan kembali, dia dengan cepat langsung menutup pintu nya lagi, berlari meninggalkan anak itu sendirian kembali.
SIAL, KENAPA TUBUH INI BEGITU LEMAH? Kau pikir aku bisa melakukan apa dengan tubuh lemah dan bahkan aku tidak tau identitas sendiri?
Remaja itu terus mencemooh diri nya sendiri.
Dia benar-benar kehilangan semangat-nya. Untuk menghilangkan rasa bosan-nya, dia sekali lagi memperhatikan sekitaran ruangan dengan serius.
Dia menengok ke kanan, memperhatikan
dinding dan lantai yang terbuat dari kayu halus dengan pola yang elegan.
Di sisi pintu yang tadi, terdapat sebuah lemari klasik berwarna coklat, yang diatasnya terdapat 2 kotak kayu yang lumayan besar.
Lalu, disamping kanan ranjang yang ia duduki, terdapat meja kayu yang tidak terlalu besar dengan ukiran sederhana yang terdapat di ke-empat kaki meja tersebut.
Diatasnya, terdapat sebuah lentera yang menyala, vas kayu dengan bunga berwarna putih, lalu terakhir, sebuah piring dengan buah berwarna merah dengan keadaan yang sudah dipotong.
Disisi kiri ranjangnya tidak ada apapun lagi, hanya ada sebuah dinding bagian kiri.
Ini bukan ruangan yang murah co, mau bagaimana pun ini terlalu mewah untuk seorang rakyat bawah. Dan sepertinya aku tidak diculik ataupun dikurung, tidak mungkin sebuah ruangan isolasi memiliki furnitur yang agak mewah.
Dia mengambil buah yang ada disampingnya lalu memakannya. Tekstur nya yang lembut membuat dia mudah mengunyahnya. Buah itu memiliki cita rasa yang sedikit manis dan sangat asam. Tanpa sadar, buah diatas piring tersebut sudah tidak teraba olehnya, dia tanpa sadar telah menghabiskannya.
Dia kembali berbaring diranjang-nya, berharap seseorang akan masuk ke sini dan membantunya.
Dia berdiam sejenak lalu melamun ke arah langit-langit ruangan.
Aneh, seharusnya aku tidak tahu apapun jika aku hilang ingatan. Tetapi, sepertinya aku masih memiliki pengetahuan dasar tentang dunia ini. Intinya, sepertinya aku hanya kehilangan ingatan tentang diri ku saja. Huh, tetap saja ketidaktahuan itu menyeramkan.