Hari pertama sekolah setelah kenaikan kelas.
Matahari tepat berada diatas kepala saat pelajaran hari ini berakhir. Kami semua pulang lebih awal, karena hari pertama. Setelah makan siang, sudah jadwalnya belajar di kelas tambahan untuk pertama kalinya.
Kelas Sejarah masih sepi saat aku duduk di bangku, menatap langit langit dinding, Tuan Feto juga belum datang.
Dari tadi pagi sampai detik ini, aku belum sempat bertemu dengan Killian, bahkan saat
makan siang. Padahal sudah rutinitas nya untuk mendatangiku, duduk dan makan bersama. Kira kira kemana ya anak itu?
"Eh. Islette sudah datang, ya?"
Mendengar suara itu, aku refleks menoleh ke belakang. "Selamat siang, Tuan Feto." Aku membungkuk.
"Selamat siang." Tuan Feto duduk di bangku meja nya di samping papan tulis, meletakkan buku buku tebal- mungkin setebal kamus, yang menghentakkan meja. Tuan Feto sibuk menulis.
Beberapa menit kemudian desingan pintu semakin sering terdengar, murid murid lain berdatangan, mencari tempat duduk.
"Duh..sebentar.." Tuan Feto bergumam. Aku menatapnya selagi Tuan Feto meninggalkan kelas.
Murid berdatangan, tapi gurunya pergi, semoga saja cepat cepat kembali ke kelas, pikirku.
Bangku kanan dan kiriku kosong, belum ada yang menempati. Meja di kelas ini lumayan berbeda dari yang lain. Meja di sini bukan meja yang ditempati oleh masing masing satu orang, melainkan panjang, dengan ujung yang melengkung, berbaris sebanyak empat meja, bisa menampung sekitar tiga puluh lima sampai empat puluh siswa. Sementara kursi kayunya berwarna cokelat tua tanpa senderan.
Saat ini murid murid yang lain sibuk dengan kepentingan sendiri, ada yang menulis, ada yang membaca, ada yang mengobrol, dan ada yang hanya menatap sekitar, termasuk aku. Dan ditengah kesibukan itu, berbondong bondong masuk siswa lain, mendorong satu sama lain. Jumlah segerombolan siswa tersebut lebih banyak dibanding siswa yang sudah datang dari tadi.
Sepertinya tidak mungkin kan jika semua murid ini akan belajar pada waktu yang bersamaan? Maksudku, meja di kelas ini tidak bisa menampung sebanyak itu.
Seketika ruangan menjadi ramai, ada yang mengeluh, ada yang berseru kesal, ada juga yang kebingungan.
"Hei! Lihat kan? Kelas pasti sudah penuh!" ujar salah satu dari mereka.
"Iya! Gimana, sih!" keluh seorang laki laki.
"Cih, bahkan Tuan Feto saja tidak ada di kelas." ucap yang lainnya.
"Dasar jadwal yang tidak benar!"
Aku menengok sekitar, bingung dengan apa yang terjadi. Mengapa mereka semua mengeluh kesal? Dan dimana Tuan Feto sekarang? Keadaan mulai semakin ribut.
Seorang gadis dengan rambut sedang yang lurus menghampiri dan duduk di sampingku.
"Halo, selamat siang. Saya duduk disini, ya!" Ia tersenyum manis.
"Silahkan." Aku berbalik tersenyum, kembali menengok sekitar.
"Kamu..kelas berapa?" Perempuan tersebut bertanya, memberhentikanku.
"Eh, kelas delapan."
"Ohh..kelas delapan ya?"
"Iya." Aku terkekeh.
"Memang sudah dijadwalkan untuk datang jam ini ya?"
Aku mengangguk sopan. Perempuan tersebut meng- "Ohh.." sebagai jawaban.
"Kira kira,kenapa ya...pada ramai sekali?"
Perempuan terbesut kembali tersenyum. "Hari ini adalah jadwal kelas delapan untuk belajar untuk pertama kalinya, bukan? Biasanya, kakak kelas yang bergabung kelas tambahan akan diliburkan selama sehari, dan diubah jadwalnya. Tetapi, wali kelas kami masing masing menyuruh kami untuk datang saja ke kelas ini dan belajar seperti biasa. Namun ya...begini jadinya." Ia mengangkat kedua bahu.
"Eh? Kakak itu senior berarti." Aku mengangguk sopan, lagi.
"Hehe..bisa dibilang begitu. Tapi tidak kenapa kenapa, kok. Aku yakin umur kita tidak terlalu jauh."
"Anu, apa Tuan Feto mengatakan sesuatu tentang itu?"
" Ah, tidak. Libur kelas tambahan untuk hari pertama sekolah lagi sudah menjadi kebiasaan, bukan? Makanya Tuan Feto tidak memberi tahu, lebih tepatnya, tidak perlu. Sebenarnya salah kami yang datang ke sini. Tapi kalau perintah wali kelas kan tidak bisa ditolak."
Percakapan terhenti sejenak.
"Perkenalkan, aku Siria, kelas 10 kelompok 3. Senang bertemu denganmu."
"Aku Islette, senang bertemu denganmu juga."
Kami berjabatan tangan.
"Aduh, semoga saja Tuan Feto sebentar lagi datang." Kak Siria memperbaiki posisi duduk. Aku terkekeh. "Iya."
Pada saat itu juga, orang yang ditunggu tunggu datang.
"Ada apa ini ramai ramai? Untuk apa kalian semua datang ke sini?!" ucap Tuan Feto, halis nya mengkerut.
"Eh....?" Kak Siria menoleh ke belakang, diikuti oleh aku.
"Anu, Tuan. Wali kelas kami menyuruh agar kami datang kemari-"
"Apa kalian tidak tahu kebiasaan disini, hah?" Tuan Feto berseru kesal. "Bertahun tahun menuntut ilmu di sini, masa tidak tahu? Tahun kemarin juga. Apa kalian lupa, hah?"
Para kakak kelas yang berdiri kini merunduk.
"Astaga...," gumam Kak Siria.
"Keluar! Cepat!" Suruh Tuan Feto.
Mendengar kata itu, dengan segera kakak kelas kakak kelas meninggalkan ruangan. Mendorong dan menyenggol satu sama lain sembari berbisik "Heh, cepat jalannya!" Tuan Feto menatap tegas kesemua murid itu.
"Eh. Aku pamit ya, Islette. Selamat siang." Kak Siria bangkit dari duduknya, mengikuti kakak kelas yang lain.
"Iya, selamat siang." Aku tersenyum, dibalas oleh Kak Siria.
***
Kelas tersisa diisi oleh murid kelas delapan, kesemua bangku sudah ditempati. Tuan Feto sudah terlihat lebih tenang, sebelumnya dia berteriak marah kepada senior karena keributan yang mereka sebabkan. Mungkin juga karena mereka tidak mematuhi dan memperhatikan aturan atau kebiasaan lain.
Tuan Feto menghela napas.
"Baik, anak anak. Saya minta maaf atas keributan tadi. Semuanya silahkan duduk yang rapi."
Tanpa disuruh, kami sudah melakukannya, diam mendengarkan.
"Saya akan menjelaskan beberapa hal. Pertama, di kelas ini, jadwal belajar akan ditentukan oleh kalian masing masing. Semuanya bisa melihat daftar jadwal yang bisa dipilih dan dengan begitu sudah pasti kalian akan menjalankan kelas bersama senior yang memilih jadwal yang sama. Pilihlah jadwal kalian dan laporkan kepada saya setelah kelas hari ini.
"Kedua, kelas ini akan dijalankan selama 3x seminggu, pun jadwalnya akan dipilih sendiri, mulai dari hari, tanggal, dan jam.
"Ketiga, pelajaran yang akan dipelajari tidak akan selalu sama dengan pelajaran kalian di kelas utama, karena sebagian dari kalian selalu saja menganggap kelas tambahan sebagai tempat pelatihan untuk ujian di kelas masing masing. Perbedaannya adalah pelajaran disini lebih mendalam dan lebih meluas, kita tidak hanya mempelajari sejarah nasional, melainkan internasional. Mulai dari sejarah kerajaan Inggris dan lain lain.
Mohon untuk tetap disiplin dan sopan selama menghabiskan waktu di kelas. Pembelajaran akan berlangsung selama satu jam setiap jadwalnya. Ada yang ingin ditanyakan?"
"Tidakk..." Semuanya menjawab serempak.
"Kalau begitu, mari kita mulai pelajaran."
***
Aku berjalan menuju pintu keluar, membawa selembar kertas berisi daftar jadwal ysng sudah diisi. Aku memilih jadwal hari Senin, Rabu, dan Jumat pada setiap pukul 13:00 atau jam 1 siang. Itu berarti aku akan kembali lagi ke kelas ini lusa besok.
Membuka pintu, aku disajikan oleh pemandangan para siswa yang sibuk berjalan kesana kemari, mereka juga baru selesai menjalani pelajaran pertama kelas tambahan.
Aku terus berjalan ke arah kanan, perlahan, hingga langkahku diberhentikan oleh sekerumunan murid.
Berisik, dan menghalangi jalan. Mendekati kerumunan karena penasaran, aku berjinjit, mencoba melihat apa yang sedang terjadi. Dua lelaki sedang dikelilingi.
"KAMU TAHU BERAPA LAMA AKU MENGERJAKAN INI HAH? DASAR TIDAK TAHU MALU. KALAU JALAN PAKAI MATA."
"COBA SEKARANG KAMU YANG JALAN PAKAI MATA, BISA TIDAK?!"
"DASAR ANAK INGUSAN KURANG AJAR."
"HEH! AKU SEHAT, TIDAK FLU. MUNGKIN KAMU YANG BUTA."
Salah satu dari mereka menggeram. "APA KATAMU, HAH?!" Ia mendorong laki laki yang lain, membuatnya mundur dua langkah.
"B-U-T-A. BUTA. ATAU MUNGKIN KAMU YANG TULI!" Lelaki yang didorong mengejek.
DAG!
Lelaki yang tadi mengejek jatuh, kembali didorong oleh satunya. Kerah bajunya ditarik. Kemudian..
PLAK
Ia ditampar.
Dan di detik itu, aku baru tersadar. "Killian?! Hei!" Aku melompat, melambai lambaikan tangan, mencoba menarik perhatiannya, tapi gagal. Tentu saja, Killian baru saja ditampar.
Semua orang diam, hanya bisa menonton kejadian itu. Tidak ada yang membantu, tidak ada yang memisahkan, sementara kerumunan semakin ramai.
Astaga. Seharusnya jika melihat seseorang sedang bertengkar ya meng-akurkan kembali. Katanya peraturan nomor saru Osorior adalah sikap sopan dan santun, kemanusiaan. Buktinya apa?
Kalau aku bisa sudah pasti akan aku lakukan, tapi lihatlah, jalanku dihalangi oleh belasan orang, bagaimana aku bisa membantu?
DAG
Killian balas mendorong lelaki tersebut. "AKU SUDAH MEMINTA MAAF. APA AKU HARUS SEKALIAN SUJUD DI DEPANMU?"
"LAKUKANLAH. CEPAT!" Lelaki yang satunya memelotot.
"CIH, SIAPA JUGA YANG MAU."
Dilanjutlah mereka berteriak satu sama lain. Aku mencoba menerobos lebih dalam lagi di kerumunan, tapi gagal.
Yaampun, apa ada guru di sini? Tuan Feto? Tuan Yangshin? Nyonya Rena? Siapapun yang ada?
Aku berbalik arah, mencoba kembali ke kelas Sejarah, tapi gagal lagi. Orang orang lebih banyak berdatangan, menghalangi, penasaran dengan apa yang terjadi.
Yang dikhawatirkan adalah ketika mereka mulai babak belur, alias saling memukul dan lain sebagainya, bisa berakibat fatal, ditambah lagi dengan emosi yang membara.
Dan akhirnya, ada yang datang.
"HEI HEI HEI! ADA APA INI RIBUT RIBUT?!"
Semua orang seketika mundur, memberi jalan. Itu Tuan Feto.
"HEI HEI! BERHENTI!" Tuan Feto mendorong paksa kedua laki laki tersebut yang saling menarik kerah baju. "BERHENTI!!" Mereka menurut, hanya menggeram, dengan muka merah menatap tajam satu sama lain.
"Apa yang terjadi, hah?!" teriak Tuan Feto.
"Dia yang memulai dahulu!" Lelaki yang satu menyalahkan.
"Heh! Aku kan sudah meminta maaf! Tidak usah mengada ngada, deh!" Killian melawan.
"KAMU TAHU APA SOAL BEGADANG DEMI MEMBUAT INI? TIDAK TIDUR BERHARI HARI, MENINGGALKAN MAKAN! KAMU TIDAK TAHU APA APA!" teriak lelaki tersebut.
"Berarti itu kamu saja yang tidak bisa mengatur waktu" Killian menyilangkan kedua lengan nya.
"Kau!"
"Sudah! Berhenti!" Tuan Feto membentak.
Orang orang memberi jalan, beberapa yang lain meninggalkan kerumunan, aku menyelip.
Di situlah terlihat. Killian memakai baju yang sudah terkena cat, dan satu laki laki lain memegangi kanvas berukuran sedang, lukisannya tertutupi oleh tumpahan berwarna merah dan biru, juga cat.
"Kalian berdua, ikut ke ruangan saya sebelum saya bawa ke ruangan Nyonya Rena!"
Keduanya merunduk, dengan lemas menjawab, "Baik, Tuan." Kemudian meninggalkan lorong.
Semua arah pandangan mata orang yang dilewati tidak terlepas. Mereka sangat mencolok, bahkan terlalu mencolok. Yang satu sekujur tubuh nya sudah seperti lukisan pemandangan gunung, warna warni, rambut acak acakan. Yang satunya lagi berambut merah basah (karena cat, lagi), jas seragam abu sudah berubah menjadi kuning, sama hal dengan muka nya. Setiap langkah mereka meninggalkan tetesan cat.
Combo.
Aku kembali ke kelas Sejarah yang pintunya sudah ditutup rapat, sementara Killian, Tuan Feto dan satu anak lagi sudah masuk ke dalam. Mencari tempat duduk terdekat, aku melihat lihat sekitar, ketemu. Didudukinya bangku itu, aku mengayun ayunkan kaki, menunggu mereka keluar. Kebetulan aku tidak punya kegiatan apa apa setelah kelas Sejarah, mungkin mendengarkan masalah ini bisa mengisi waktu sedikit. Hehe....