Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Chronicles : Twins Adventure

🇮🇩Mel_Rinkuta
--
chs / week
--
NOT RATINGS
753
Views
Synopsis
The chronicles adalah sekumpulan orang-orang yang memiliki indra ke-6 yang tak di miliki banyak orang. ESP (Extra Sensory Perception) merupakan suatu kelebihan yang jarang dimiliki manusia. Karena kelebihan itu, orang-orang banyak yang ingin memiliki salah satu di antara kemampuan itu. Bahkan ada orang yang ingin memiliki semua kemampuan tersebut. _____________________________ Kehidupan Arta yang damai berubah ketika sebuah kutukan menimpa dirinya. Kutukan yang membuat dirinya harus berpisah dengan sang Kakak. Karena kepergian sang kakak membuat dirinya berjanji untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Namun pertemuannya dengan seorang gadis yang bisa meramal masa depan merubah janjinya. Akankah Arta mengulangi masa lalu kelamnya atau merubah takdir yang ada di depannya? .・゜゜・.・゜゜・.・゜゜・.・゜゜・ Novel by Mel Rinkuta Cover art by @Tianizers.id
VIEW MORE

Chapter 1 - Hal Yang Tak Terduga

Arta mengembuskan napas perlahan, menatap kerumunan siswa yang sedang bermain bola di lapangan. Bel istirahat sudah berbunyi sedari tadi, tetapi dia bergeming. Matanya bergerak melirik seorang gadis yang berjalan mendekat walaupun pandangan Arta saat ini terarah ke jendela kelas.

"Anu, Ummm. Apakah kita bisa berteman?" tanya gadis itu ragu.

Arta mengalihkan pandangan ke arah gadis itu. Dia menatapnya dari atas sampai bawah, sedangkan gadis itu menunggu jawaban sambil tertunduk takut. Arta menarik napas lelah dan menuliskan sesuatu di kertas, kemudian dia serahkan kepada gadis itu.

Gadis itu terdiam membaca tulisan yang ada di kertas. Lalu dia kembali bertanya, "Tapi kenapa kamu tidak mau berteman denganku?"

Arta kembali menatap gadis itu, sebaliknya gadis itu balas menatap Arta dengan pandangan memohon. Arta mengalihkan pandangan ke sekumpulan siswi yang berdiri tak jauh darinya. Ya! Arta tahu saat ini gadis itu ada di posisi yang tidak menguntungkan. Walaupun Arta tahu maksud sebenarnya, tetapi dia tidak mau ikut campur masalah orang lain.

Arta kembali menuliskan sesuatu di kertas dan menyerahkan pada gadis itu. Air mata jatuh perlahan di pipi gadis itu, saat mengetahui apa yang Arta tulis disana. Tangannya bergerak meremas roknya dengan frustrasi. Lalu dia menghapus air matanya dan membawa pergi kertas yang Arta gunakan untuk menulis tadi, sedangkan Arta bersikap acuh padanya. Sebelum dia pergi, dia mengatakan sesuatu dengan lirih kepada Arta, "Kamu jahat!"

Mata Arta terbelalak mendengar apa yang di katakan gadis itu padanya. Tanpa disadari Arta mengepalkan kedua tangannya. Bukan karena dia marah pada gadis itu, tetapi karena apa yang di ketahui gadis itulah yang membuat Arta terkejut. Arta masih ingat apa yang dikatakannya, "Aku tahu sebenarnya kamu bisa berbicara, tetapi kamu lebih memilih berbohong dari pada menyelamatkanku dari siksaan mereka" Bagaimana mungkin dia tahu? Bukankah aku selama ini tidak pernah mengatakan kepada siapa pun tentang semua kebenaran yang aku sembunyikan dari dulu.

"Sialan!" umpat Arta yang bangkit berdiri dan berlari keluar kelas mencari dimana gadis itu dibawa pergi oleh mereka. Mata Arta menatap ke penjuru sekolah, napasnya memburu dan langkahnya tak beraturan. Kemana mereka membawa pergi dia? Tiba-tiba saja Arta teringat sebuah tempat yang belum di kunjungi, toilet perempuan!

Arta bergegas pergi ke arah toilet perempuan. Sesampainya disana, Arta menghentikan langkah dan membaca sebuah kertas yang tertempel disana. TOILET SEDANG DIBERSIHKAN!

Sudah kuduga pasti mereka akan melakukan ini, batin Arta saat melihat tulisan itu, ditambah pintu toilet yang terkunci. Apalagi terdengar suara air yang mengalir dari dalam membuat siapa pun yang mendengar dan membaca tulisan ini akan langsung percaya dan tidak curiga sedikit pun.

"Buka!" gumam Arta lirih. Pintu pun terbuka lebar sedangkan mereka terkejut menatap siapa yang dengan beraninya masuk ke dalam toilet walaupun mereka telah menempel tulisan seperti itu.

"Ah, rupanya si bisu. Ngapain kau masuk ke toilet perempuan?!" bentak seorang gadis dengan rambut sebahu, yang memandang remeh ke arah Arta, sedangkan Arta tak memedulikannya. Saat ini pandangan Arta tertuju ke arah gadis yang terduduk di lantai dengan rambut yang basah. Matanya yang sembam menatap Arta dengan pandangan yang tak bisa di artikan.

"Heh! Dengar gak sih apa yang Gue omongin?! Apa lu juga tuli, Hahaha."

Arta menatap tajam ke arahnya. Berani sekali dia mengatakan itu kepadaku? pikir Arta. Dia tidak tahu kalau Arta bisa saja membunuh tanpa menyentuhnya sedikit pun. Arta melepaskan jaket yang dia kenakan dan berjalan menghampiri gadis itu, sedangkan siswi yang sedari tadi terus mengoceh tak henti tiba-tiba saja menendang kaki Arta. Arta yang tak menduga dia akan melakukan itu jatuh tersungkur sedangkan mereka yang melihat tertawa terbahak-bahak.

Arta terdiam sejenak, tak lama setelah itu sebuah senyum terukir di wajahnya. Arta bangkit lalu membungkukkan badan meraih tangan kecil yang mulai terasa dingin itu, menariknya untuk bangkit berdiri. Setelah itu, Arta menutup baju yang basah itu dengan jaket yang tadi di kenakannya.

"Mau kemana kalian?!" tanya salah satu dari mereka yang berdiri di hadapan Arta.

"Menyingkirlah dari hadapanku," gumam Arta. Dan tiba-tiba saja dia terpental ke arah dinding toilet.

"Nisa, apa yang terjadi?!" tanya mereka panik dan mengerumuni gadis yang tadi terpental, Nisa yang ditanya hanya diam merintih kesakitan.

Arta tak memedulikan kehebohan yang terjadi di belakang sana dan terus melangkahkan kaki. Arta tidak suka jika ada yang menghalangi jalannya dan mereka pantas mendapatkan itu.

"Tunggu dulu!" pekik gadis yang saat ini sedang Arta genggam tangannya.

Arta tak menghiraukan perkataannya dan terus menarik membawanya pergi menjauh dari sekumpulan siswi yang tidak waras tadi. Namun tiba-tiba saja tangan Arta di tepis olehnya. Seketika itu juga Arta menghentikan langkah dan melotot ke arahnya seolah bertanya apa maumu?

Dia balik menatap Arta dengan pandangan sayu sambil mengatur napasnya lalu berkata, "Aku capek. Aku lemas. Aku...," belum sempat dia menyelesaikan perkataannya tiba-tiba saja dia jatuh tepat di hadapan Arta. Sebelum tubuhnya menghantam lantai, Arta buru-buru merangkulnya.

Arta menepuk pelan pipinya berharap dengan begitu dia akan tersadar dari pingsannya. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa karena mereka dia sampai seperti ini? pikir Arta yang kebingungan. Lalu tak lama setelah itu, matanya perlahan terbuka dan dia menggumamkan sesuatu yang membuat Arta terkejut mendengarnya.