Chereads / Kutukan Rumah Tua / Chapter 1 - Hari pertama

Kutukan Rumah Tua

🇮🇩Dangdut_Desa
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 620
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Hari pertama

Setelah berpacaran 4 tahun lamanya dengan seorang pemuda kota bernama Danu, penantian pajang Arumi akhirnya berakhir sudah karena Danu bilang ia akan menemui orang tua Asih di kampung untuk melamarnya.

"Yang benar? Kapan kamu mau menemui bapak ibuku" tanya Arumi yang tampak seumringah.

"Lusa, lusa pagi kita berangkat. Aku sudah pesan tiket pesawat buat kita berdua"

"Ayah sama mama-mu nggak ikut? Kamu juga sudah bilang pada mereka kalau kamu mau melamarmu?"

"Sudah! Semalam aku sudah bicara sama mereka berdua. tapi tidak mungkin jika pekerjaan mereka ditinggal, jadi mereka nggak bisa ikut kita"

Keluarga Danu merupakan keluarga dokter. Ayah dan mama Danu merupakan seorang dokter bedah yang cukup senior di beberapa rumah sakit di kota. Karir yang sama juga diikuti oleh Danu, namun dia masih tergolong junior karena baru bekerja kurang lebih satu tahun belakangan ini.

"Lagian kedatangaku ini aku hanya ingin memperkanalkan diri dulu pada bapak dan ibumu, untuk acara lamaran formalnya nanti kita bahas lagi bersama-sama dengan mereka" imbuh Danu.

Sebagai seorang perawan yang sudah berumur dan hidup jauh merantau sendirian di kota, ayah dan ibu Arumi di kampung tentu kadang merasa khawatir dengan putrinya. Berulang kali ayah dan ibu Arumi meminta dia balik ke desa saja dan segera menikah dengan pemuda desa sana saja, namun berulang kali Arumi menolaknya dengan alasan belum ingin menikah, padahal sebenarnya dia hanya masih menunggu itikad serius Danu.

Kabar gembira itu pun langsung Arumi beritahukan kepada orang tuanya di kampung melalui panggilan telepon. Mendengar hal tersebut, orang tau Arumi menjadi kaget karena tiba-tiba anak gadisnya yang selalu marah jika disinggung perihal pernikahan, tiba-tiba saja memberi kabar jika besok lusa akan ada laki-laki yang datang mau melamarnya.

"Orang mana dia, Rum? Orang desa sini bukan" itu pertanyaan pertama yang Ibu Arumi tanyakan.

"Bukan, Bu! Namanya Mas Danu, dia dari kota sini" jawab Arumi dengan semangat.

Setelah mendangar jawaban dari Arumi, ibunya terdengar menarik nafas pedek seperti sedang memendam sebuah beban. Namun dalam benak Arumi dia hanya berpikir jika ibunya hannya khawatir jika Mas Danu tinggal di kota, berarti dia adalah anak orang kaya. 

"Apa tidak ada yang lain, Rum? Keluarga Mas Agus kemarin malam juga datang menemui bapakmu, katanya...."

"Aku nggak mau, Bu! Pokoknya aku nggak mau! Apa ibu nggak kasihan jika aku menikah dengan bujang lapuk seperti Mas Agus itu?" ucap Arumi dengan nada bicara kesal.

Belum juga Ibu Arumi menyelesaikan perkataanya, Arumi sudah memotongnya karena dia tahu kemana arah pembicaraan ibunya itu, yang tidak lain ibunya itu ingin Arumi menikah dengan Mas Agus. Perkataan itu sudah berulang kali ibunya katakan hingga membuat Aumi hafal.

"Bawa segera calonmu itu menemui bapak!" ucap Bapak Arumi dengan nada bicara keras yang kebetulan sedang duduk bersantai di ruang depan, tak jauh dari istrinya hingga Arumi pun mendengarnya.

"Iya, Pak!" ucap Arumi senangnya karena merasa mendapatkan lampu hijau dari bapaknya.

Lusa........

Hari yang ditunggu-tunggu Arumi pun akhirnya tiba. Setelah melakukan penerbangan selama 1 jam, lalu naik kereta selama kurang lebih 45 menit, akhirnya mereka sampai juga di stasiun terdekat dari desa dimana orang tua Arumi tinggal. 

Sesampainya mereka berdua di satasiun, di sana sudah ada dua orang suruhan dari Pak Darmo-Bapak Arumi yaitu Tarjo dan Bandi yang menjemput mereka berdua.

"Rum! Sini, Rum!" teriak Mas Tarjo yang melihat Arumi clingak-clinguk mencari keberadaan mereka beruda di pintu keluar stasiun.

"Mas Tarjo, Mas Bandi"" teriak Arumi yang lantas mengajak Danu untuk menghampiri mereka berdua.

"Bertahun-tahun nggak pernah pulang kampung, tiba-tiba bawa calon suami kamu, Rum!" ucap Tarjo dengan gaya bicara bercanda.

"Iya, Mas! Sudah perawan tua kalau nggak kawin-kawin malu sama tetanggma mas" ucap Arumi.

"Orang mana dia, Rum? Kelihatannya seperti orang kota" bisik Tarjo pada Arumi dan dibalas anggukan oleh Arumi.

Dengan menggunakan sepeda motor yang sudah cukup tua yang dimiliki oleh Tarjo dan Bandi, akhirnya mereka berdua diantar menuju kediaman Pak Darso. Di sepanjang perjalanan mendekati rumah Arumi, Danu sempat dibuat kaget oleh kondisi sekitar karena hanya dipenuhi oleh hutan yang masih ribun dengan jalan cor blok yang hanya ada satu ruas di tengah, dengan pinggir-pinggir ditata batu kuning yang terlihat tidak cukup rata.

"Bisa hancur kalau mobil masuk ke sini" gumam Danu.

Setelah melalui perjalanan yang cukup lumayan lama dan melelahkan bagi danu, akhirnya mereka diberhentikan disebuah rumah joglo yang terlihat sangat klasik namun tetap terlihat mewah dan besar, seperti ciri khas rumah orang jawa pedesaan yang terpandang jaman dulu, yang Danu lihat di film-film. Hal itu membuat Danu cukup terkejut dan kagum.

"Kelihatannya orang tua Arumi salah satu orang paling kaya di desa ini" gumam Danu setelah melihat rumah-rumah di sekitar rumah Arumi yang tampak tak semewah rumahnya.

"Assalamuallaikum! Pak Darso! Kulo Tarjo! Niki Mbah Arumi sampun dugi" ucap Tarjo dari depan pintu rumah yang terbuka.

"Iya, Jo!" sahut suara seorang wanita dari dalam rumah yang terdengar seperti suara Bu Sari-Ibu Arumi.

Mendengar anak semata wayangnya sudah sampai rumah, Bu Sri pun berlari tunggang langgang mengampiri mereka karena rasa kangen yang sudah begitu mendalam dengan anak gadisnya itu yang sudah bertahun-tahun tidak pulang kampung.

"Rumi!" ucap Bu Sari sembari berlari.

"Ibu!" sahut Arumi yang ikut berlali ke arah ibunya, lalu memeluknya dengan erat.

Tak berselang lama pun Pak Darso pun juga ikut keluar menemui Arumi dan yang lainnya. Sembari memakan camilan dan minum minuman yang telah disiapkan oleh Bu Sari, mereka semua mengobrol obrolan ringan di ruang depan.

Melihat respon baik yang diberikan oleh ibu dan bapak Arumi, Danu tampak cukup yakin jika kedua orang tua Arumi menyukai dirinya. Entah karena minum terlalu banyak atau bagimana, Danu tiba-tiba kebelet ingin buang air kecil. Ia pun meminta ijin untuk ke belakang sebentar.

"Apa perlu aku temani, Mas?" tanya Arumi.

"Nggak usah" jawab Danu.

Arumi pun memberi tahu Danu jika kamar mandi berada di belakang rumah. Danu hanya perlu berjalan terus ke belakang hingga menemukan dapur, lalu keluar dari pintu yang ada di samping kiri dapur itu. Danu pun berjalan sesuai arah yang diberikan oleh Arumi.

"Serem juga kalau keblet malam-malam di sini" ucap Danu setelah melihat di belakang rumah hanya terdapat sebuah tanah kosong yang ditumbuh pohon bambu yang cukup lebat.

Di saat Danu ingin berjalan masuk ke dalam pintu kamar mandi, fokus Danu tiba-tiba teralihkan karena ia mendengar suara seperti ada orang yang menyapu di arah belakang kamar mandi. 

"Masih ada rumah di belakang sini?" ucap Danu yang lantas coba mengeceknya.

Terlihat seorang nenek tua yang sudah membungkuk sedang menyapu di halam depan sebuah rumah yang tampak sudah sangat tua. Tanpa Danu duga, ternyata nenek itu menyadari jika Danu sedang memperhatikannya. Nenek tua itu menatap ke arah Danu sembari tersenyum padanya. Danu pun membalas senyuman dari nenek sembari membungkuk sebagai sebuah salam perkenalan.

"Kasihan nenek itu tinggal dirumah tua kayak gitu" gumam Danu yang lantas masuk ke dalam kamar mandi.