Chereads / Zay GALAXY / Chapter 4 - Diantar pulang

Chapter 4 - Diantar pulang

"Namaku Rhea, lengkapnya Rhea Talita Hendratama," jelasku sembari mengulurkan tangan.

Zayyan hanya menatapku tanpa membalas uluran tanganku.

"Oh," jawabnya singkat.

"Lo niat nanya nggak sih?" ucap Gretha.

"Udah lah kalian berdua itu, pusing kepala gue tiap hari dengar keributan kalian," ucap Ocha.

"Nih Gretha nih Cha," ucapnya sembari melempar buku milik Luna dan pergi keluar kelas.

"Yaampun Zayyan. Buku aku nggak salah juga," ucap Luna.

"Kringg!!!" bel menandakan jam pelajaran dimulainya kembali.

Hari pertama sekolahku telah berakhir hari itu. Ada perasaan senang karena mendapat teman yang baik ada juga perasaan haru melihat Angkasa dan membuat hatiku tak nyaman karena adannya Zayyan.

Sore itu Gretha pulang dengan Bela menggunakan angkot, rumah mereka dekat. Sedangkan Ocha menggunakan motornya, Luna dianter pulang dengan Ocha. Sedangkan aku masih menunggu angkot di depan gerbang sekolah.

"Kamu ketinggalan angkot neng," ucap Pak Ipul.

"Emang iya Pak? angkot selanjutnya apakah masih lama pak?" tanyaku.

"Nggak pasti sih kalau sore begini," jawabnya.

Aku melihat anak laki-laki menggunakan motor dari dalam sekolah sedang berbicara dengan Pak Ipul, aku tidak mempedulikan hal itu.

Tapi anak itu tiba-tiba saja berhenti pas didepanku.

"Pulang yuk udah sore," ucapnya dengan suara kurang jelas karena menggunakan kaca helm yang tertutup.

"Sebentar lagi nungguin angkot," jawabku.

Dia akhirnya membuka kaca helmnya. Aku dikejutkan karena pemilik suara itu adalah Zayyan.

"Aku anterin," ucapnya.

"Nggak usah, bentar lagi angkotnya datang," jawabku.

"Ya sudah."

Motor Zayyan melaju begitu saja di depanku.

Tapi dihentikan oleh panggilan Pak Ipul kepadanya.

"Zayy!!" panggilnya dengan suara keras.

"Neng, kamu bareng Zayyan aja ya. Dia tetangga kamu juga kok, Pak Ipul yang menyuruhnya untuk nganterin kamu," suruhnya.

"Bentar lagi angkotnya pasti datang kan pak?" tanyaku.

"Nggak pasti neng. Neng Rhea nanti kalau pulang bareng Pak Ipul juga pasti sampai magrib masih di sini. Bareng Zayyan aja ya."

Hari itu akhirnya aku pulang bersamanya. Walaupun dalam perjalanan kami tidak ada pembicaraan apapun.

Zayyan mengantarkanku sampai depan rumah.

"Makasih ya udah nganterin," ucapku.

Hanya anggukan yang dia balas kepadaku, lalu pergi begitu saja.

Aku memasuki rumah, Ibuku sudah duduk di ruang tamu dari tadi.

"Rhea, baru pertama masuk sekolah. Masa udah ada yang nganterin sih," ucap Ibuku dengan senyuman.

"Apaan sih Bu, itu disuruh Pak Ipul soalnya tadi udah ketinggalan angkot," jawabku.

"Masa sih, itu udah ketahuan senyum senyum gitu."

"Enggak Bu," jawabku sedikit salah tingkah.

Bagaimana tidak, orang yang dari tadi mama maksud adalah Zayyan, anak yang sudah kukagumi sejak pertama kali melihatnya.

"Ada apa sih Bu?" tanya ayah yang baru saja pulang.

"Ini Rhea, baru aja diantar cowok Yah," ucap Ibu.

Kelihatan dari raut wajah Ayahku, dia kurang suka.

"Cuma teman Yah, Ibu aja yang ngebesar besarin," sambung Ibuku.

"Yaudah, Ayah senang kamu langsung mendapat teman pertama sekolah. Tapi kamu jangan main-main sama cowok ya. Jangan sampai nilai kamu turun di sini," suruhnya.

"Iya yah, Rhea nggak ngapa ngapain kok," jawabku.

"Ayah mau mandi dulu," ucapnya sembari berjalan meninggalkan kami.

Sementara Ibu asyik memakai gadget miliknya.

"Rhea mandi dulu sana, bau," ucap Ibukku.

"Ayah?"

"Sudah selesai Ayahmu," jawabnya.

Aku menuruti perintahnya, lagi pun badanku tidak terasa enak kalau tidak mandi sore.

Setelah selesai mandi, aku berganti pakaian dan memainkan gadgetku dikamar sembari menyimpan nomor telepon teman baru ku.

Suara merdu adzan itu terdengar lagi oleh telingaku.

"Rhe, Ibu sama Ayah pergi ke masjid. Kamu mau ikut nggak?" tanya Ibuku.

"Rhea ikut dong. Mau lihat juga orang yang adzan suaranya merdu banget," ucapku diiringi tawa.

"Waduh niat kamu tuh ya, ibadah di masjid bukan karena tuhan."

"Enggak Bu, pertama itu sebagai kewajiban. Tapi nanti kalau ketemu muadzinnya kan bonus," jawabku.

"Dasar, udah buruan ambil mukenanya," suruh Ibuku.

Aku pergi ke masjid bersama Ibuku. Walaupun dekat tapi rasanya nggak berani kalau sendiri, belum kenal tetangga.

"Haii kakak cantik," panggilnya padaku.

Anak perempuan kira-kira umur 10 tahun itu menghampiriku.

"Hai cantik, namamu siapa?" tanyaku dengan senyuman.

"Talita," jawabnya dengan senyum lebar.

"Namanya sama kaya aku," ucapku.

"Nggak, nama kakak kan Rhea," ucapnya.

"Kok tahu?" tanyaku.

"Kakakku selalu mengucapkan nama itu," jawabnya.

Kakak? siapa orang yang anak ini maksud.

"Bunda," ucap Talita sembari merangkul bunda yang menghampirinya.

"Halo tante," ucapku sembari mencium punggung tangannya.

"Halo, ini Rhea ya. Udah besar, jadi inget dulu kalau pulang ke Balesangkar pasti main sama kakaknya Talita sampai petang disungai belakang desa tuh," ucapnya.

"Iya, udah lama nggak lihat aja makannya bilang besar. Kalau menurutku yang setiap hari dengannya, ngerasain kalau Rhea nggak tumbuh dari dulu," jawab Ibuku diiringi tawa.

"Ingat Tante ini nggak? tante Revalina, masa nggak ingat sih," sambung Ibuku lagi.

"Ingat sedikit," jawabku diiringi tawa.

"Lupanya yang banyak ya," sambung Tante Revalina.

"Ya sudah mari kita masuk ke dalam masjid, nanti keburu udah iqomah," ucap Ibuku.

"Iya, ayok Talita," ajak Tante Revalina pada anaknya.

"Lita mau sama kakak cantik," ucapnya.

"Ya sudah ayok masuk," jawabku.

Aku menggandeng tangan mungil Talita dan segera masuk ke dalam masjid.

Setelah selesai sholat magrib, Ibuku mengajak Tante Revalina dan Talita mampir ke rumahku.

"Ayok Rev, udah lama kita nggak ketemu. Minimal mampir dulu lah," ajak Ibuku.

"Bunda, Lita juga pengen sama kak Rhea," ucap Talita.

"Yasudah sebentar saja."

"Gitu dong," ucap Ibuku.

"Sebentar Ratih, kunci rumah aku bawa. Jadi nanti kalau anakku ke rumah tidak bisa masuk, jadi aku mau memberikannya dulu kepadanya," jelas Tante Revalina.

"Itu kakak Zayy," ucap Talita.

"Zayy," panggil Tante Revalina pada pria itu.

Pria menggunakan sarung dan baju koko iitu menghampiri kami. Semakin dekat, aku seperti pernah melihatnya. Iya benar saja, itu adalah Zayyan Galaxy.

"Kenapa Bunda?" tanya Zayyan dengan nada yang halus.

"Bunda mau mampir ke rumah Rhea, kamu bawa kunci rumah ya, Bunda cuma sebentar kok," ucap Tante Revalina sembari memberi kunci yang sedang dipegangnya.

"Ya sudah, Zayyan pulang dulu," jawabnya.

Dia pun bersalaman pada Ibuku dan mencium punggung tangannya. Tapi kepadaku, bahkan dia tidak melihat ke arahku.

"Ya sudah mari masuk," ajak Ibuku.

"Ayok Talita," ajakku.

Tante Revalina dan Talita di sambut baik oleh Ayah dan juga Ibuku. Kita semua asyik membahas tentang rumah kami ataupun mereka, tentang sekolah Talita, tentang aku kecil saat disini dan banyak lagi cerita lucu.

Adzan Isya berkumandang kami melakukan sholat jama'ah di masjid. Setelah selesai mereka pulang, aku pun sama.

"Rhea mau tidur Bu udah ngantuk banget nih," ucapku sembari berjalan meninggalkan Ayah dan Ibuku yang masih menonton TV.

"Ya sudah sana, selamat malam Rhe," jawab mereka berdua.

Aku mengunci pintu kamarku agar tidak ada yang masuk.

Tiba-tiba kepalaku memikirkan kejadian tadi. Zayyan anak dari Tante Revalina?

Dia pernah bermain denganku waktu kecil? Ah aku sudah tidak mengenalnya.

Zayyan sifatnya beda banget dengan di sekolah, dia berbicara sangat lembut kepada bundanya.

Zayy, emangnya tadi aku nggak kelihatan kalau berada pas di depan wajahmu. Masa matamu tak sedetik pun melihatku.

Yaampun Rhea, sudah lah tidak usah memikirkan orang yang tidak menganggapmu ada.