Sudah hampir sebulan Rio berada di Jepang, akhirnya hari ini ia dapat bernafas lega karena pekerjaannya sudah selesai. Akhirnya Kubo puas dan tak berkomentar apapun lagi. Game yang didalamnya ikut di desain oleh Rio dan rekan rekannya yang lain secara resmi akan dirilis tahun depan.
Sembari menyenderkan kepalanya dikursi, ia melipat kedua tangannya di dada. Matanya terpejam, sedikit melepaskan rasa lelah.
"Malam ini mau ajak Naomi makan malam diluar" Pikir Rio.
Ia melirik jam tangan yang diletakkan diatas meja, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Namun Naomi tak kunjung mengiriminya pesan. Biasanya, sebelum pulang Naomi akan mengirim pesan, bertanya apakah Ia akan pulang bersama atau tidak. Tanpa disadari, Rio terlelap sejenak. Rasa kantuk yang ditahannya sejak tadi siang kini tak lagi bisa ia tahan.
"Ri, malam ini ada acara?" Ucap Naya saat masuk kedalam ruangan.
"emmmmm" Timbang Rio.
"Kubo ngajak kita makan makan, pesta buat ngerayain selesainya projek kita" Jelas Naya.
"Naomi juga ikut kok" Tambah Naya.
Rio mendengus kesal mendengar itu, pupus sudah harapannya untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan Naomi malam ini. Rasa rasanya tak ada satupun keinginan nya tercapai saat berada di Jepang. Dulu, saat ia diberitahu akan datang ke Jepang, pikirannya sudah berpikir banyak sekali. Ia pikir, ia akan punya banyak waktu bersama Naomi seperti jalan jalan, makan malam bersama diluar, pergi ke tempat tempat wisata terkenal, ataupun sekedar duduk ditaman menikmati keindahan negeri sakura ini.
Namun ternyata ia salah, semuanya mulai berantakan saat Kubo menjadi tak profesional dalam meninjau hasil pekerjaan Rio. Ada banyak sekali yang perlu dirubah, dihapus, ataupun ditambahkan. Dalam hal ini, Rio mengacungkan keempat jempolnya untuk Kubo soal ketelitian. Terkadang, Rio sendiri mengumpat karena hal itu.
Rio mengangguk, ia menutup laptopnya lalu membereskan semua buku bukunya dan memasukkan nya ke tas. Ia berjalan mengikuti langkah Naya menuju mobil. Matanya sempat melirik sedikit kearah ruangan Kubo saat melewati nya, ia bisa melihat Naomi sedang membereskan peralatannya dengan wajah kelelahan.
Sesampainya di restoran, Naya bisa dengan cepat menemukan Kubo yang sudah duduk sembari menikmati secangkir teh bersama rekan satu tim yang bekerja dengannya. Laki laki itu tersenyum saat melihat Rio dan Naya datang. Mata Rio menjelajah ke seluruh ruangan, mencari cari Naomi. Bahkan ia tak dapat menemukan tas Naomi dikursi kosong.
"Maaf Naomi tidak bisa datang, ia izin pulang karena tak enak badan katanya, ia hanya bilang selamat karena sudah berhasil dan semoga sukses" Ucap Kubo pada yang lain, namun pandangannya menuju kearah Rio seolah olah ucapan itu ditujukan untuk Rio.
Kubo mengangkat gelasnya, diikuti dengan yang lain menempelkan gelasnya satu sama lain.
"Cheers, sukses untuk kita semua. Semoga proyek ini akan besar dan sukses dipasaran" Teriak Kubo.
"Cheers" ikut yang lain.
Sudah hampir dua jam mereka menikmati makanan dan minuman yang disajikan, beberapa orang sudah mulai izin pulang karena takut akan lebih mabuk. Hanya Naya, Kubo, dan Rio yang tersisa dimeja itu. Naya meraih tasnya, dengan wajah merah ia hanya bisa melambaikan tangannya pada Rio dan Kubo sebagai tanda pamit.
Sebenarnya Rio dan Kubo tak banyak minum, membuat mereka berdua sadar hanya mereka berdua yang tersisa. Kubo menuangkan bir ke gelas Rio. Ia juga menuangkannya untuk dirinya sendiri lalu meminumnya dalam satu tegukan.
"Sebenarnya sejak dulu aku penasaran" Ucap Kubo membuka pembicaraan.
Rio menoleh, menatap Kubo.
"Kenapa Naomi mencintai mu, apa yang membuatnya memilih untuk bertahan denganmu ketimbang aku" Lanjut Kubo.
Rio mendengus kesal, ia melemparkan senyuman sinis pada Kubo namun tak membalas ucapannya.
"Aku menyukai nya, sangat sangat menyukai dia" Ucap Kubo lagi, kali ini ia mengetuk ngetukkan gelasnya ke meja.
"Dia bersinar, terlihat berbeda, dan membuatku merasa aman dan nyaman saat bersamanya" Lanjutnya lagi.
"Apa yang tak aku punya, aku punya cinta untuknya, aku punya uang hingga dia tak perlu bekerja keras seperti ini, Aku punya jabatan yang membuatnya bisa dihargai, ia bisa membeli dan melakukan apapun saat denganku. Aku bisa memberinya banyak hal" Papar Kubo.
Rio tak ingin mendengarkan laki laki itu, ia meraih tasnya dan beranjak dari duduknya.
"Duduklah lagi" Perintah Kubo.
Pada akhirnya, Rio kembali duduk sembari memasang wajah menahan perasaan tidak nyaman.
"Lalu apa yang kau punya? kau tidak punya apa apa. Dan kenapa kamu begitu egois sampai tak mau melepaskan nya" Tanya Kubo lantang.
"Aku bisa membuatnya bahagia" Ucap Rio tegas.
Kubo tertawa kecil, ia terus tertawa hingga tertawanya terdengar keras dan membuat orang orang menoleh kepadanya.
"Secara apapun, bahkan kamu tak perlu mengalah. Kamu sudah kalah dariku dari segi apapun" Debat Kubo.
"Kalah dan Mengalah, tak ada artinya untukmu" Lantang Kubo.
Rio menghentakkan gelasnya keatas meja, ia lalu berdiri dan pergi meninggalkan Kubo sendirian. Langkahnya cepat, menyusuri jalanan kota. Ia menoleh kesana kemari, berusaha mengingat ingat jalanan yang ia lewati saat berangkat tadi. Rio merasa sangat asing dengan tempat ini. Selama berada di Jepang, ia sama sekali tak pernah kemana mana jika tak bersama Naomi atau Naya.
Berada di pusat kota sedikit membuatnya kesulitan, berbeda saat dibandara dimana ia bisa melihat bahasa Inggris dimana mana, disini dijalanan yang dipenuhi dengan penduduk lokal, bahkan ia sangat sulit unutuk menemukan huruf abjad yang bisa ia baca. Ia berusaha membuka ponselnya dan menghubungi Naomi berkali kali, namun Naomi tak meresponnya.
Dengan perasaan yang campur aduk, ia terus berjalan meski tak tau arah. Baginya yang penting adalah meredakan amarahnya dulu. Sampai akhirnya ia tiba didepan gedung kantor Kubo. Rio duduk didekat taman, tubuhnya kelelahan, namun pikirannya lebih buruk daripada itu. Ia memandangi taman dengan tatapan kosong. Dikepalanya, penuh dengan ucapan ucapan Kubo tadi. Dan ia benci. Ia benci karena ia tak punya pembenaran atas semua ucapan Kubo.
Rio tersenyum kecil, mengingat seberapa tak berartinya ia. ia bahkan sempat sombong dan percaya bahwa Naomi tak akan pergi. Namun dibalik kesombongannya, ia tak melihat seberapa mampu ia menjadi laki laki yang lebih baik daripada semua laki laki yang pernah mendekati Naomi. Matanya berkaca kaca, ucappan Kubo telah melukai hatinya.
Ia menarik nafasnya dalam saat menemukan nama Naomi diponselnya, kepalanya tertunduk memandangi layar ponselnya yang terus menyala.
"Halo?" Ucap Naomi dengan nada khawatir diujung telpon.
"Hhhm?" Jawab Rio lirih.
"Kenapa? Nyasar ya?" Ledek Naomi sebelum Rio sempat berbicara.
"hahaha, enggak lah. Aku didepan kantor, lagi istirahat sebentar baru pulang" Jawab Rio berbohong.
"Terus kenapa telpon?" Tanya Naomi penasaran.
"Kangen aja" Singkat Rio.
"Hhhmmmm, kan nanti juga pulang ketemu. Yang penting kerjanya selesai dul..."
"Nao" Potong Rio.
"Iya, kenapa?" Jawab Naomi cepat.
Sejenak Rio terdiam, menimbang kembali pertanyaan yang ingin ia tanyakan.
"Kamu bahagia ga sih selama sama aku?" Ucap Rio dengan nada berat.
Disana, diujung telpon, Naomi sedikit terkejut dengan pertanyaan Rio yang tiba tiba. Ia menarik nafasnya dalam dalam, lalu duduk dikursinya. Sembari memandangi kerlap kerlip lampu kota dari jendela kamarnya.
"Dulu, dulu aku bahagia. Tapi sekarang kamu berubah"