Matahari sudah menelusup diantara tirai kamar Naomi, ia terbangun karena sinarnya. Disudut matanya yang kecil, ia melihat Rio masih tertidur pulas dikursi, tanpa ganjalan. Naomi beranjak dari kasurnya, ia mengambil segelas air hangat dan mencium pipi Rio. Membangunkan laki laki itu. Dan menyambut paginya dengan senyuman. Sedang Rio hanya tersenyum kecil.
"Aku sedikit merasa kalau Kubo mungkin tidak menyukaiku" Ucap Rio disela sela sarapan pagi.
"Alasannya?" Tanya Naomi penasaran.
"Perasaanku saja" Ucap Rio lagi.
"Jangan terlalu dipikirkan, Kubo memang sedikit keras kalau soal pekerjaan" Jelas Naomi.
Setelah bersiap, Rio dan Naomi berjalan kaki menyusuri gang menuju kantor. Sesekali mereka bercanda hangat, sebelum akhirnya mereka berpisah saat didalam gedung.
Dari kejauhan, Rio bisa melihat orang orang menyapa Naomi dengan ramah. Bahkan beberapa orang menundukkan tubuhnya untuk menyapa. Orang orang di Lift akan memberinya jalan dan membiarkan nya masuk lebih dulu. Naomi yang tersenyum, dengan ramah berkali kali ikut menundukkan kepala untuk merespon sapaan mereka.
Rio tersenyum kecil saat melihat itu semua, ia duduk di kursi tunggu lobi untuk menunggu Naya yang tak kunjung datang. Orang orang berlalu melewatinya begitu saja. Tanpa sapaan, tanpa ada satupun yang tersenyum padanya. Pikirannya sekali lagi kacau, saat memikirkan ucapan Kubo kemarin. Ia begitu terganggu dengan Kubo yang membahas soal latar pendidikan nya.
"Gausah dipikirin" Ucap Naya mengganggu lamunan Kubo.
"eh Naya, gimana? Ibumu baik baik saja kan?" Tanya Rio saat melihat Naya yang sudah berdiri didepannya.
"Masa kritisnya sudah lewat, hanya itu saja" Jawabnya singkat.
Rio tersenyum kecil dan mengangguk, ia segera merapihkan tasnya lalu berdiri mengikuti langkah Naya.
"Dari kecil, Kubo sudah lahir dari keluarga berada. Tanpa kekurangan, dan selalu dapat apa yang dia mau" Jelas Naya.
"Jadi, jangan merasa tersinggung dengan apa yang dia pikirkan. Kita kita ini yang biasa, nggak sepadan sama mereka" Tambah Naya.
Rio tertawa kecil, ia mengikuti Naya sampai ke ruangan. Hari ini sedikit mudah bagi Rio karena Kubo tak ikut kedalam rapat dan hanya beberapa timnya saja yang ikut.
Berkecimpung dalam dunia design grafik membutuhkan waktu yang lama, masing masing dari mereka hanya diam menatap layar komputer. Beberapa orang pulang pergi kedalam ruangan sembari membawa kopi, sedangkan Rio masih serius menatap layar komputer nya dengan earphone yang terpasang. Diputarnya berkali kali musik hasil kerjanya. Setelah memastikan semuanya sesuai, ia menyimpan datanya ke sebuah memori kecil dan memberikan nya pada anak buah Kubo.
Laki laki paruh baya itu dengan serius mendengarkan aransemen musik yang sudah dikerjakan Rio semalam sampai ia kekurangan waktu tidur, kepalanya mengangguk angguk menikmati musik yang diputar, matanya terpejam sembari kedua tangannya dilipat didepan dada.
Ia tersenyum puas setelah musik selesai diputar, ditaruhnya earphone diatas meja.
"Sebenarnya Kubo cukup puas dengan konsep kemarin, dan aku sedikit tidak mengerti kenapa kalian harus merubah lagi konsepnya. Tapi, menurutku ini lebih bagus dari kemarin" Jelas laki laki itu.
Rio tertegun mendengar ucapan laki laki itu, masih teringat dipikirannya saat Kubo menatapnya tajam dan mengatakan bahwa hasil konsepnya tak begitu disukai. Namun ia memilih untuk diam, diam dengan segala pertanyaan soal perilaku Kubo kemarin.
Waktu makan siang telah tiba, Rio dan Naya beranjak pergi menuju kantin untuk makan siang. Ramai kantin membuat Rio kebingungan sampai akhirnya ia mengikuti Naya menuju sebuah meja diisi oleh beberapa orang yang sejak tadi sudah melambaikan tangannya pada Naya.
"Wahh, makanan kantin udah lebih enak ni" Canda Naya.
"Tentu, sejak Naomi datang semuanya berubah" Ucap seorang perempuan dengan rambut pendek.
"Berubah gimana?" tanya Naya.
"Sepertinya hanya Nomi yang bisa merubah Kubo menjadi lebih pengertian, orang orang disini sangat menyukainya. Kubo tidak lagi setegas atau segalak dulu. Dia jadi lebih sedikit tenang" Jawab yang lain.
"Saat masalah pernikahan nya yang gagalpun Kubo lebih santai, tak seperti biasanya, Naomi itu yang terbaik" Timpal yang lain.
"Aku yakin, mungkin nanti akan ada gosip soal hubungan Naomi dengan Kubo"
"Mungkin"
"Aku bisa tau, Kubo menyukai Naomi dari tatapan dan senyumannya pada Naomi"
"Biarlah, lagipula mereka terlihat sepadan. Naomi pintar dan Cantik, kita juga tak bisa meragukan wajah Kubo"
"Kubo sendiri kaya raya, kehidupannya sekarang adalah kehidupan yang kita impikan. Dan pasti Naomi juga akan berpikiran hal yang sama"
Rio dan Naya hanya terdiam mendengar pembicaraan mereka semua, sesekali ia tersenyum getir karena sedikit mengerti dengan ucapan mereka. Rio tak ingin menimpali meski ia ingin berteriak "Naomi itu milikku, dan dia pacarku".
"Naomi" panggil Naya.
Naya melambaikan tangannya memberikan tanda agar Naomi mau ikut bergabung dimejanya. Naomi dengan sumringah berjalan membawa makanannya, diikuti Kubo yang membuntuti nya dari belakang. Seketika semua orang di meja tersenyum dan menunduk menyapa mereka.
"Kami sedang membicarakan mu, kupikir kamu dan Kubo cukup cocok untuk menjadi pasangan" Ucap seseorang yang duduk disamping Naya.
"Aku setuju, tapi mungkin Naomi tak akan setuju" Canda Kubo.
Semua tertawa, diikuti dengan senyuman canggung Naomi.
"Tidak akan ada yang berkomentar kalau kalian memang resmi berpacaran, kalian sepadan. Cantik dan tampan" Ledek yang Lain.
*****
"Sepadan?" Pikir Rio.
Berkali kali itu mengulangi ucapan itu sembari tiduran menatap langit langit kamar.
Pikirannya benar benar terganggu meski hal ini adalah hal simpel dan kecil, mungkin orang lain akan berpikir bahwa Rio berlebihan. Tapi tidak baginya. Dirinya selama ini berusaha untuk ingin terus membahagiakan Naomi, tiba tiba seolah merasa bahwa mungkin ia tidak sepadan dengan Naomi.
Ucapan ucapan teman teman Naya, cara orang lain memperlakukan Naomi dan dirinya, dan bagaimana orang lain memandang mereka benar benar menurunkan kepercayaan diri Rio. Ia tidak lahir dari keluarga kaya raya, tidak mengenyam pendidikan tinggi, namun ia bertaruh diri dan perasaannya untuk mencintai Naomi.
"Ngelamun terus" Tegur Naomi.
Naomi kemudian naik keatas kasur, memeluk Rio sembari melihat lihat ponselnya.
"Kalau lagi sama kamu, aku selalu ngerasa ngga tau diri" Lirih Rio.
"Maksudnya?"
"Ya, nggak tau diri. Aku suka sama kamu, tapi ngga pernah berfikir apa aku pantes untuk suka sama kamu" Jelas Rio.
Naomi tersenyum,enggan untuk merespon.
"Makasih ya, udah mau sama aku yang biasa ini"
"Berlebihan" Canda Naomi.
Perempuan itu akhirnya tersenyum, menatapi wajah Rio dalam dalam.
"Kamu punyaku, ngga peduli orang mau bilang apa. Yang penting aku suka kamu" Ucap Rio lagi.
"Iya" Gumam Naomi setuju.
Rio memang pendiam, namun diam nya Rio bukan berarti tak memiliki arti. Sesekali ia memikirkan beberapa hal dengan sangat dalam dan serius. Pikiran yang simpel dan sederhana terkadang akan menjadi rumit dan dalam saat Rio sudah memikirkannya.
Ia hanya ingin mencintai, dan membahagiakan Naomi. Itu yang sederhana baginya. Sedangkan soal sepadan atau tidak dirinya bagi Naomi, dia hanya ingin menjadi tak tau diri selamanya. Selagi tak tau diri itu bisa membuatnya terus bersama Naomi. Terus bisa melihat senyum hangat Naomi disampingnya. Sesederhana itu.