"Pencipta … katanya?."
"Iya, itu kami. Maaf tapi, kami menginginkan teman kalian." Ujar Yuri mengejutkan mereka berenam
"Untuk apa?. Kelinci percobaan kalian?!." Ketus Galileo
Terdengar tawa Dara, wanita berambut pendek itu bangun kemudian mendekat dengan langkah kaki penuh keangkuhan
"Kalian mungkin mengiranya begitu. Tapi tidak sayang. Seperti yang gadis itu bilang, alasan dia menjadi semakin kuat karena minuman yang kami buat. Tapi apa pernah terbesit dalam pikiran kalian, kenapa hanya Juan yang seperti itu sementara lawannya tidak?."
Ucapan Dara membuat mereka terdiam. Eric pun bangkit dari kursinya
"Itu artinya Juan memiliki darah unik. Dan minuman itu memperkuatnya. Kami harus menjaganya." Ujar Eric
"Apa kalian berpikir bisa membawa Juan begitu saja karena dia anak yatim?." Celetuk Lya membuat ruangan hening
Galileo menggeretakkan giginya kesal dan menyadari Juan sudah sadar dari tadi
"Biarkan saja."
Semuanya menengok
"Juan."
"Lagipula aku tak punya siapa-siapa." Ujar Juan seraya menunduk
"Hey kau punya aku!. Aku masih menganggapmu adikku!." Seru Galileo seraya menggoyangkan pundak Juan
Juan menatap datar dan melepaskan tangan Galileo, dia turun dari kasur dan tiba-tiba berjalan ke ruangan sebelah bersama para petinggi NJW
"Kami harap kalian bisa merahasiakan hal ini dan merasa beruntunglah bisa bertemu dengan kami." Ujar John
Ruangan itu pun tertutup oleh dinding polos. Para bodyguard pun segera menyeret mereka berenam keluar. Saat di jalan menuju keluar, mereka melihat ruangan lainnya yang hanya berdinding kaca hingga terlihat dalamnya. Dan ada Tarot disana
"Rahasiakan apa yang baru saja kalian lihat atau kalian habis di tangan kami. Datanglah minggu depan lagi."
Mereka berenam saling tatap dan memutuskan untuk berpisah tanpa mengucapkan sepatah katapun. Dijalan Lya hanya melamun, dia bingung harus bereaksi bagaimana
"Hey!."
Lya terkejut dan menengok pada Lino yang duduk di motornya
"Bagaimana?."
"Hahh, mereka membawa Juan." Jawab Lya
"Juan nya mau?." Lya mengangguk kemudian mengambil helm
Lino tak lagi bertanya melihat wajah Lya yang kelelahan. Mereka berdua pun pergi
~•~
Pagi hari datang. Rania tak berniat membangunkan Lya karena adiknya itu pasti kelelahan, jadi dia membuat sarapan lalu pergi bekerja
KRINGG KRINGG
"Ck, siapa sih?."
Lya meraba meja di sebelah kasurnya dengan wajah mengantuk dan langsung mengangkat telpon tanpa membaca nama yang tertera disana
"Halo?."
"Lya!. Kau tak turun ngampus?!."
Dahi Lya mengernyit mendengar suara laki-laki dan baru membaca nama si penelepon
"Tidak. Aku capek. Sudah ya aku mau lanjut tidur lagi."
Tanpa peduli teriakan Brian, Lya langsung mematikan telpon sepihak dan hendak kembali tidur. Sayangnya itu tak terjadi beberapa menit kemudian
"Ugh, aku jadi tak bisa tidur. Kakak sudah kerja ya."
Lya bangkit untuk membasuh wajahnya kemudian turun untuk mengisi perut. Setelahnya dia mulai membersihkan meja makan dan bingung harus berbuat apa
"Baru kali ini aku tak hadir kan ya. Praktek sudah lewat juga sih, aman aja."
Gadis itu membawa segelas coklat panas dan kuenya keluar rumah. Dia duduk di meja luar sambil menonton di laptopnya
"Mana bisa begitu pak!."
Mata Lya memicing tak suka. Baru saja dia hendak santai-santainya didepan rumah malah mendengar suara keributan. Dia memang tinggal di komplek yang kampungan, orang-orangnya pasti ribut
"Tapi aku baru pertama kali melihat mobil sebagus itu." Gumamnya
Setelah menaruh barang-barangnya ke dalam, Lya memutuskan untuk mengunjungi kerumunan orang-orang tua itu
"Mbak Linda!. Itu kenapa?." Tanya Lya menahan seorang wanita yang seumuran kakaknya itu tapi dia sudah menikah dan memiliki toko sayur
"Ah itu dik Lya. Ada orang yang mengaku tanah pak Harto itu miliknya." Jawab Linda
"Kok bisa?!."
"Gak tau dik. Orang itu sudah datang dari kemarin lusa tapi ya tanah ini kan memang haknya pak Harto."
Terdengar teriakan bu Santi istrinya pak Harto membuat keduanya panik dan langsung berlari membelah kerumunan. Terlihat orang-orang suruhan pria kaya itu mengobrak-abrik tanah milik pak Harto
"Oy!."
Semuanya menengok. Linda mencoba menahan Lya tapi tak berani
"Hoo siapa gadis ini?."
"Siapa kau beraninya mengobrak-abrik tanah orang?. Memangnya ada bukti ini milikmu?." Ujar Lya
Seorang bodyguard menyerahkan surat-surat kepada Lya. Disana memang dikatakan kalau dulu tanah ini milik kakek pria kaya
SRAKK
"Apa-apaan kau?!."
Semuanya tercengang melihat Lya yang merobek kertas itu begitu saja
"Milik kakekmu?. Itu kan dulu. Pak Harto dan istrinya juga membeli tanah dari seseorang dan memiliki surat seperti sampah mu ini."
"S-sampah?!."
"Dan lagi, kenapa kau baru datang setelah pak Harto membuat tanah ini menjadi perumahan?. Kau benar-benar licik ya." Orang-orang setuju
"Kau-."
Lya membanting bodyguard bertubuh besar itu dengan enteng mengejutkan semuanya. Suruhan pria itu pun berdatangan menyerang Lya
"Hee kau sungguh mau menyerang?."
Lya berjongkok dan orang-orang itu langsung dilempari tomat oleh warga komplek
"Lya maju!!." Pekik Linda
"Terimakasih!."
Lya berlari dan menghajar siapa saja yang menghalanginya, hingga di hadapan pria kaya itu dia melayangkan tinjunya dan hidungnya berdarah
"Mau ku katakan dua kali?. Pergi atau aku sendiri yang akan memulangkanmu dengan caraku."
Pria itu menelan ludahnya melihat mata Lya yang bersinar menyeramkan
"O-oke aku pergi."
Pria kaya itupun pergi dengan antek-anteknya. Warga komplek bersorak senang
"Lya, terimakasih banyak nak." Ujar bu Santi. Lya mengangkat jari lingkarnya
"Bagaimana kalau kita makan-makan?. Biar saya yang traktir." Kata pak Harto
Anak-anak berseru senang dan menarik Lya bergabung. Tanpa mereka tahu ada sebuah mobil yang dari tadi disana dan memerhatikan
"Hari ini cukup. Ayo kita pulang."
TO BE CONTINUE>>>