[136 tahun sebelum masa kini]
Raja Artha raja Kerajaan Nebura, seorang raja tampan, kuat, dan sangat dihormati. Ia dihormati oleh rakyat Kerajaan Nebura dan rakyat dari kerajaan lain. Namun, kehidupan mereka yang damai terganggu saat para iblis dari dunia lain muncul dan menyerang dunia ini dengan tiba-tiba. Dengan inisiatif yang sangat berpengaruh, Raja Artha memimpin kemajuan signifikan selama pertempuran antara dua dunia. Raja Artha berhasil menyatukan sepuluh dari tiga belas Kerajaan di dunia ini untuk bersatu melawan serangan Iblis dari dunia lain. Selama delapan bulan pertempuran, Raja Artha akhirnya berhasil menghentikan pasukan Iblis dengan serangan balik yang mendorong musuh tersebut mundur dan membuat mereka menghentikan serangan terhadap dunia ini. Ini menandai berakhirnya ancaman terhadap dunia mereka yang telah berlangsung selama delapan bulan. Namun, Raja Artha menderita luka serius saat bertarung melawan salah satu pemimpin iblis, dan segera setelah perang berakhir, ia menghembuskan napas terakhirnya.
Namun, tragedi tidak berakhir di situ. Ratu Marin, istri Raja Artha, diserang dan dibunuh oleh salah satu iblis yang menyusup ke istana. Berita kematian Raja Artha dan Ratu Marin menyebabkan duka dan mengguncang tanah Kerajaan Nebura dan aliansi mereka.
Kisah Raja Artha menjadi legenda yang tak terlupakan. Rakyat Nebura dan kerajaan lainnya mendapat semangat baru untuk membangun kehidupan sejahtera. Meskipun para iblis masih merupakan ancaman, harapan untuk kemenangan dan keadilan tetap hidup di hati setiap orang di dunia ini. Raja Artha meninggalkan warisan keberanian dan martabat. Jejaknya tetap terukir di hati setiap individu di Kerajaan Nebura dan Kerajaan lainnya.
[Kembali ke masa kini]
Pada sore hari yang indah di dekat taman bunga yang penuh warna, terdengar tangisan seorang bayi yang menggema di sekitar area tersebut. Pasangan petani dari Kerajaan Nebura yang tengah berjalan di dekat taman bunga segera melirik sumber suara tersebut.
Mereka menemukan seorang bayi yang terlantar di antara bunga-bunga di taman. Khawatir bahwa bayi tersebut mungkin bayi yang hilang atau diculik, pasangan petani, yang bernama Laura dan Hans Garcia, membawa bayi itu dan melaporkannya kepada petugas keamanan Kerajaan Nebura untuk mencari tahu asal-usul bayi tersebut. Petugas keamanan Kerajaan Nebura segera memulai penyelidikan untuk mengetahui siapa keluarga bayi itu. Namun, setelah menyelidiki seluruh kerajaan dan mencari keluarga bayi sepanjang malam, mereka tidak menemukan siapa pun yang mengaku kehilangan bayi.
Setelah mendengar hal ini, Hans dan Laura bertanya apakah mereka diperbolehkan merawat bayi tersebut jika tidak ada keluarga atau siapa pun yang bersedia merawatnya. Setelah berpikir sejenak, petugas keamanan setuju dan menyatakan bahwa mulai saat itu, bayi tersebut akan menjadi bagian dari keluarga Laura dan Hans sebagai anak angkat mereka.
Karena mereka belum dikaruniai seorang anak, hati mereka menjadi gemas dan penuh kebahagiaan ketika menemukan bayi malang itu. Laura dan Hans Garcia, dua manusia baik hati yang merasa terpanggil untuk merawat dan membesarkan bayi yang berada di hadapannya.
Sesampainya di rumah mereka, Laura dan Hans merasa kebingungan untuk memberi nama pada bayi itu. Namun, kebingungan tersebut terpecahkan ketika mata Laura tertuju pada sepotong kain sobek dengan bentuk huruf 'K'. Dengan tegas, Laura mengatakan bahwa nama bayi itu adalah Key, sebuah nama yang penuh makna dan kekuatan. Key adalah anak dengan rambut berwarna hitam.
Tujuh tahun berlalu sejak saat itu. Key telah tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan kuat. Ia sering membantu orang tuanya dalam pekerjaan pertanian, terutama saat musim panen tiba. Suatu hari, setelah melewati sesi panen yang amat melelahkan, Laura, Hans, dan Key memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon besar yang rindang. Mereka menikmati bekal makan siang mereka dengan gembira, tak menyadari ancaman yang mendekati.
Tiba-tiba, sebuah bayangan besar muncul di hadapan mereka. Seekor harimau yang ganas telah mengintai dari balik semak belukar. Dalam situasi yang menegangkan ini, Hans memberi instruksi kepada keluarganya agar tetap tenang. Ia siap untuk melindungi mereka dengan sabit yang dipegang erat.
Namun, saat harimau itu menyerang dengan ganasnya, serangan Hans melenceng dan harimau itu berhasil menggigit tangan kanan Hans. Rasa sakit yang tak tertahankan membuat Hans berteriak kesakitan. Laura, tanpa ragu, melontarkan buah-buahan ke arah harimau dengan harapan bisa membebaskan suaminya dari cengkeraman sang predator. Namun, harimau itu tetap enggan melepaskan cengkramannya.
Ketika situasi semakin memanas, Key tiba-tiba melangkah maju dengan cepat. Dengan penuh keberanian, ia memukul harimau tersebut dengan tangan kirinya. Kejutan itu begitu besar sehingga harimau terlempar jauh dan menghantam pohon besar di dekatnya, mengakibatkan nyawanya terputus.
Tak dapat dipercaya, Key memiliki kekuatan luar biasa yang belum pernah terlihat sebelumnya. Ketika ia berbalik, urat di tangannya berpendar merah dan mata kirinya memancarkan cahaya merah yang memikat. Sang ibu, Laura, tidak bisa menahan diri dan langsung memeluk Key dengan erat. Sementara itu, Hans masih terkesima dan tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun.
Mereka menyadari bahwa Key bukanlah seorang anak biasa-biasa saja. Keberanian dan kemampuan luar biasanya menandakan bahwa takdir Key memiliki perjalanan yang luar biasa di hadapannya. Dalam cinta dan rasa terima kasih yang mendalam, keluarga petani ini bersiap mengarungi segala hal yang akan datang, dengan Key sebagai cahaya andalan di dalam hidup mereka.
Saat mereka kembali memasuki gerbang rumah, Key merasakan kehangatan kediaman yang familiar. Terik mentari sore menyapu pelan di jendela-jendela, menciptakan bayangan yang berdansa dengan gemerlap debu. Menjelang senja, suara langkah kaki Key bergema di lorong rumah yang luas. Sejenak, ia menghentikan langkahnya, menyadari kehadiran sang ayah di depannya.
Ayahnya, Hans Garcia, seorang pria tegap dengan rambut hitam, tersenyum padanya. Tatapan matanya dipenuhi kebanggaan dan penuh harapan. Dalam hatinya, sang ayah telah membuat keputusan yang sangat penting.
Sang Ibu, Laura, seorang wanita lembut dengan rambut hitam, juga ikut tersenyum.
"Key," gumam ayahnya dengan suara hangat, "Aku telah berpikir keras dan melihat potensi luar biasa yang ada padamu. Aku ingin menjadikanmu prajurit kerajaan Nebura."
Key terkejut mendengar kata-kata itu. Sebagai seorang anak yang masih muda, usianya belum mencapai 17 tahun, Key merasakan bercampurnya kegembiraan dan kecemasan di dalam dada.
Hans melihat langsung ke dalam mata Key, mencari kepastian dalam setiap detik yang berlalu. Dengan penuh kelembutan, ia bertanya, "Apakah kau ingin berlatih menjadi orang yang hebat, Key?"
Key tak ragu menjawab. Wajahnya berbinar-binar saat ia menganggukan kepalanya tegas, "Tentu saja, ayah."
Hans tersenyum bangga, merasa lega bahwa putranya telah menerima tawarannya. Dalam benaknya, ia merencanakan pelatihan intensif yang akan membentuk Key menjadi prajurit terbaik yang pernah kerajaan Nebura kenal.
Setelah berdiskusi penuh cemas dengan sang ibu, Hans teringat bahwa mencari seorang pelatih dan mengikuti pelatihan prajurit di usia muda tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Lalu sang ibu, dengan senyuman tipis di wajahnya, bertanya dengan penuh pertimbangan, ''Bagaimana jika kita mengantarkannya ke tempat Guru?''
Hans, terkejut oleh usulan tersebut, seketika merasakan lonjakan adrenalin dalam dirinya. Dia tidak bisa menahan gelombang kenangan yang membanjiri pikirannya. Ia teringat akan seseorang, temannya yang bernama Guru. Ah, dia adalah seorang ahli pedang yang sangat hebat dan sekaligus seorang veteran prajurit di Kerajaan Nebura.
Minggu berikutnya, Hans membawa Key ke sebuah kuil yang merupakan tempat dimana temannya yang bernama Guru berada. Kuil tersebut menampakkan kesan sunyi, seperti kisah-kisah yang terlupakan. Saat mereka berdua memasuki gerbang kuil, dengan tiba-tiba, dua anak muncul dari kegelapan dengan pedang terhunus, menghalangi langkah mereka.
"Berhenti!" seru anak pertama dengan suara lantang, wajahnya digambarkan oleh keberanian yang tak tergoyahkan.
Anak kedua, dengan mata berkaca-kaca yang penuh dengan semangat, menambahkan, "Kalian tidak boleh melangkah lebih jauh. Kuil ini adalah milik kami."
Pada wajah Hans, terbaca kejutan dan penasaran. Namun, Key merasa ada yang tidak beres. Ada aura misterius yang membuatnya merinding, seolah-olah kuil ini menyembunyikan rahasia gelap yang belum terungkap.
"Dengarkan," kata Hans dengan penuh kehati-hatian, "Kami tidak memiliki niat buruk. Kami datang ke sini atas permintaan Guru. Dia mengajarkan banyak hal penting kepadaku dan sekarang saatnya untuk kembali bertemu dengannya."
Kedua anak itu saling pandang sejenak, tidak yakin akan perkataan Hans. Namun, setelah pertimbangan singkat, mereka memasukkan kembali pedang mereka ke dalam sarung pedang, memberikan jalan bagi Hans dan Key untuk masuk.
"Ikutlah dengan Kami!" ucap anak pertama kepada Key dan Hans.
Matahari terbenam perlahan, mewarnai langit dengan sentuhan jingga yang mempesona. Suasana ruangan yang dipenuhi oleh kehadiran mereka terasa khusyuk dan penuh harap. Di ujung ruangan, seorang master bertubuh tegap duduk dengan sikap tenang yang menghiasi wajahnya. Dialah Guru, seorang Master yang disanjung dan dihormati oleh murid-muridnya.
Hans, penuh antusiasme, menatap Guru dengan harap-harap cemas. Melalui tatapan yang tajam, Guru pun menghela nafas dalam, lalu berkata dengan suaranya yang penuh kebijaksanaan, "Sepertinya kau berhasil ya,....!! Selamat untuk itu."
Dalam kilat, sebuah flashback menghampiri mereka. Kenangan saat Hans dan Laura yang baru saja memisahkan janji suci pernikahan mereka, tampak jelas memenuhi pikiran mereka. Guru yang hadir sebagai saksi testimoni cinta ini pun tak bisa menyembunyikan senyumannya.
"Jika kau sudah memiliki seorang anak, bawalah dia ke tempatku, dan akan kuhadirkan padanya kesempatan untuk menjadi orang hebat," ucap Guru dengan tulus di hari itu. Suaranya begitu terkesan lembut namun penuh niatan yang dalam, seakan gelombang kesaktian yang membangkitkan semangat para pendengarnya.
Hans tertawa riang, sambil menepuk pundak Guru dengan penuh kehangatan. "Hahaha, terima kasih, kawan. Namun, jika anakku perempuan, aku tidak akan melakukannya."
Guru menggertakkan giginya dalam tawa yang mengalun di ruangan itu. "Hahahahaha, perempuan pun bisa menjadi hebat jika diberikan latihan di bawah asuhanku," ujarnya dengan keyakinan dan kebijaksanaan yang tak tergoyahkan.
Keduanya saling melepaskan tawa penuh kebahagiaan. Tampak jelas, di antara gelak tawa mereka, bahwa tak ada batasan atau pemisah yang kuat antara laki-laki dan perempuan dalam mencapai kehebatan.
Kisah berlanjut ke masa kini. Hans, dengan tatapan penuh kebahagiaan, tersenyum pada Guru yang berdiri di hadapannya. "Terima kasih, kawan," ucap Hans dengan rasa terima kasih yang mendalam.
Guru dengan penuh keingintahuan menatap Key, yang berdiri di sampingnya. "Siapa namamu, nak?" tanya Guru dengan suara tenang namun tegas.
Key dengan sikap hormat yang tulus menjawab, "Namaku Key Garcia. Merupakan suatu kehormatan dapat bertemu dengan teman ayahku yang hebat."
Guru tertawa ringan, sementara matanya bersinar penuh pemahaman. "Baiklah, Key, tapi mulai saat ini, kau harus memanggilku Master." ucap Guru dengan tegas namun penuh kebaikan.
Key tersenyum, mengerti bahwa dalam perjalanannya menuju kedewasaan, ia akan mendapatkan wawasan yang berharga dari sosok Master yang sangat hebat.
"Key," ucap Guru dengan mata yang tajam, "Aku akan memulai latihan pertamamu sekarang. Apakah kau siap?"
Key mengangguk mantap. "Aku siap," jawabnya, menyimbolkan tekad yang berkobar di dalam dirinya. Sementara itu, Hans melihatnya dengan bangga.
"Untuk melihat potensimu yang tersembunyi, aku akan mengadakan duel 1 lawan 1," lanjut Guru dengan tegas.
Key mendengarkan kata-kata tersebut dan hatinya berdegup kencang. Rendou, lawan yang terhormat, ditunjuk untuk menjadi lawannya. Key melihat Rendou mengangguk hormat, wajahnya dipenuhi keyakinan akan ujian yang akan datang.
"Mereka adalah dua muridku," terang Guru sambil menatap Key dengan tajam, "Rendou dan Newth. Keduanya telah cukup lama berlatih disini."
Key mendengarkan dengan perhatian menarik setiap kata yang terungkap. Tangannya yang bergetar menunjukkan ambisi menyala dalam hati, namun ketidakpahaman akan pedang membuatnya ragu.
"Master," Key berkata dengan rasa takjub, "Aku belum pernah menggunakan Pedang sebelumnya."
Guru tersenyum. "Maka, kau akan melawan Rendou tanpa pedang."
Rendou, dengan ragu-ragu bertanya, "Master, apakah itu berarti aku juga tidak akan menggunakan pedang?"
Guru mengangguk. "Kau akan menggunakan pedang kayu yang ada di sana," tunjuknya ke arah pedang itu.
"Apakah kau keberatan jika Rendou menggunakan itu, Key?" Guru berkata dengan kelembutan, mencari persetujuan.
Cepat tanpa ragu, Key menyingkirkan keraguan dalam dirinya. "Tidak sama sekali," jawabnya mantap, mengirimkan pesan di hadapan mereka bahwa tekadnya tak akan bergoyah.
Key dan Rendou berdiri di tengah arena yang penuh dengan ketegangan.
Guru menatap keduanya dengan tekad yang serius. "Baiklah, Mulai," Ucapnya dengan tegas.
Dalam sekejap, Rendou, dengan tatapan penuh determinasi, segera melontarkan serangan ganas ke arah Key, melayangkan pedang kayu dengan kecepatan kilat. Serangan itu melintas seolah menabrak angin, menciptakan riak-riak kekuatan yang tak terduga.
Hans yang mengamati dari pinggir arena tercengang oleh kecepatan luar biasa ini. "Huh, cepat sekali..." gumamnya dengan kagum, tetapi juga kekhawatiran yang samar terlukis di matanya.
Namun, Rendou tak memberi ruang bagi Key untuk bernapas. Tubuhnya terus meliuk dengan keanggunan, pedangnya meluncur dan bersiul di udara. Dalam hati Key, ia merasakan desiran angin menyapu di sekelilingnya ketika Rendou dengan sigap mengarahkan serangannya.
Lalu, seperti angin yang berubah arah dengan cepat, peristiwa tak terduga menerpa. Rendou terlempar jauh ke belakang, tiba-tiba berhenti di dekat tepi arena. Suaranya yang penuh dengan rintihan kesakitan melintas kedengaran.
Key tersentak pada saat itu, terhuyung dengan celaan dirinya sendiri, "Oh, tidak, maafkan aku! Apakah kau baik-baik saja?" Suaranya dipenuhi oleh penyesalan dan kekhawatiran yang mendalam.
Keduanya, Hans dan Guru, terpaku setelah melihat apa yang terjadi. Mata Guru memancarkan keheranan yang mendalam.
Guru terperangah oleh kemampuan Key yang tak terduga ini.
Newth, dengan sigap mendekati Rendou yang terbaring di tanah. Ia mengangkatnya dengan lembut, sambil bertanya dengan khawatir, "Apa yang terjadi?"
Rendou menggelengkan kepalanya, geram terpancar dari wajahnya yang menahan sakit. "Aku tidak tahu... dia sangat cepat," gumamnya dengan sedikit kesakitan dalam suaranya."
Guru, yang sebelumnya tenang dan penuh kepercayaan, kini berkeringat dengan gejolak dalam dirinya. Matanya memperhatikan dengan seksama tangan kiri dan mata Key yang berkilauan dengan warna merah yang tak biasa.
Diam-diam, Guru melangkah mendekati sang ayah dengan langkah hati-hati. Ia merapatkan bibirnya ke telinga Hans, dan dengan suara berbisik yang hanya mereka berdua yang bisa dengar, ia mengucapkan satu pertanyaan. "Di mana kau menemukannya?"
Hans terjaga oleh keheranan mendalam, batinnya berkata-kata tanpa kata-kata. Bagaimana Guru bisa tahu? Bagaimana ia bisa tahu bahwa dirinya menemukan Key?
Bab 1 berakhir dengan misteri yang mendalam melingkupi kisah ini, bagaimana Key mendapatkan kekuatannya dan siapa sebenarnya Key?