"Apa? Menikah lagi? Suaraku meninggi. "Apa Ibu tak bosan menjodohkanku? Lala akan sulit menerima wanita lain. Ibu sudah sering mengenalkanku dengan wanita, tetapi saat mereka bertemu Lala, pasti semuanya akan mundur perlahan."
"Kamu tenang saja, ibu yakin bahwa Lala bakal seneng."
"Ibu juga pernah mengatakan hal yang sama, tapi Lala tetap tak suka." Aku mengerlingkan mata, sedikit tak suka dengan aksi ibu yang semaunya.
"Kami, kan, ingin menjodohkanmu dengan Kinan."
Mataku melotot, kala telingaku mendengar nama gadis yang menurutku tak akan pernah masuk dalam daftar gadis yang kusukai. Petakilan, bar-bar, tak tahu aturan, dan sedikit bodoh.
"Apa Ibu tidak salah? Kinan adik Kinara."
"Ya, justru karena Kinan adik Kinara sehingga kami sepakat untuk menikahkan kalian. Toh, Lala juga sudah akrab dengan Kinan. Tak akan ada alasan, seperti yang sering kau ucapkan saat menolak wanita yang ibu kenalkan."
Aku memijat pelipis dengan kuat. Orang tuaku benar-benar bersikap semaunya. Apa mereka tak pernah jera melihat perlakuanku dengan Kinara dulu? Aku tak suka dengan keputusan mereka yang kerap menjodohkanku. Mengapa para orang tua harus menikahkan anaknya dengan cara dijodohkan? Apa mereka tak percaya dengan pilihan anak sendiri? Padahal, sebelum menikah dengan Kinara aku memiliki kekasih yang telah menemaniku selama tiga tahun. Gadis itu harus menelan pil pahit, saat aku memberi kabar bahwa orang tuaku telah memilih pasangan untuk kunikahi. Sungguh hatiku kecewa dengan keluarga sendiri.
"Aku tidak bisa, Ma," tolakku lagi.
"Rangga, kamu tidak memikirkan Lala? Dia butuh sosok wanita yang bisa dijadikan tempat berkeluh kesah saat ia bertumbuh nanti. Sekarang zaman semakin penuh dengan drama. Dunia anak-anak makin kejam, pembulian di mana-mana, dan ibu tak mau jika Lala harus menanggung semua cemoohan teman-temannya."
"Aku ada. Aku bisa menjadi ibu sekaligus ayah buat Lala."
"Jangan egois, Sayang. Kau mungkin bisa melakukan semuanya, tapi pikirkan lagi bagaimana perasaan Lala. Di saat teman-temannya yang lain menerima rapor bersama ibunya, ia malah harus ditemani oleh neneknya karena ibunya sudah tak ada, dan ayahnya sibuk bekerja."
Perkataan ibu memang ada benarnya, tetapi bagaimana bisa aku menikahi Kinan, gadis yang … ah, membayangkan saja aku tak pernah. Gadis itu terlalu sering bersikap frontal. Tak ada satu sifat pun yang membuatku bisa hidup bersamanya.
"Ayolah, Rangga." Ibu meraih tanganku. "Demi cucuku."
Aku mendongak, menatap langit-langit rumah lalu memejamkan mata sejenak. Keputusan ini sangatlah mendadak dan membuatku sedikit syok. Kutatap wajah sendu ibu, beliau sudah pasti berharap lebih dengan pernikahan ini, tetapi bagaimana aku bisa menjalani hari-hari dengan gadis yang tak kusukai. Bagaimana mungkin kisahku dengan Kinara akan terulang lagi dan nahasnya gadis itu adalah adik Kinara. Menikah dengan adik ipar adalah hal yang tak pernah terlintas dalam pikiranku barang sejenak.
"Baiklah, Bu," cicitku pelan, terasa seperti ada puluhan godan yang menghimpit dadaku.
Ibu bertepuk tangan, seolah memenangkan jackpot atas aksinya memohon persetujuan dariku. Apa keluarga Tante Nita sangat berarti baginya? Sehingga aku harus menikahi kedua gadis tersebut. Dan lagi, apa Kinan juga menyetujui hal ini, mengingat kami tak pernah berinteraksi layaknya kakak dan adik ipar seperti yang lainnya?
***
Sudah kuduga, gadis petakilan itu akan datang ke ruanganku dan membicarakan tentang perjodohan kami. Dari yang kutangkap, ia tak setuju dengan perjodohan ini, dan ingin membatalkannya saja, tetapi apa boleh buat, aku sudah menyetujui perihal perjodohan yang tiba-tiba. Bagiku pernikahan itu hanya sebuah ikatan yang tak memerlukan cinta. Membicarakan tentang cinta, aku telah lama tak merasakan perasaan yang menggebu-gebu setelah kehilangan Ayana. Gadis pujaan hatiku yang telah pergi ke luar negeri untuk berobat setelah mengalami kecelakaan tunggal akibat mabuk. Salahkan aku yang harus memberitahukan tentang pernikahanku yang secara mendadak di saat dia juga sedang frustrasi akibat perceraian orang tuanya.
Kami memang tak memiliki kepercayaan yang sama. Oleh sebab itu, ibu dan ayah tak menyetujui hubunganku yang sudah berjalan selama tiga tahun. Namun, karena hal itu pula, aku pernah membenci orang tuaku sendiri. Aku pernah menyalahkan mereka terkait kecelakaan yang menimpa Ayana. Mungkin karena itu pula aku tak pernah mencintai Kinara, karena merasa bahwa dirinya juga yang menghancurkan hubunganku dengan Ayana. Meski kutahu bahwa Kinara juga terpaksa menjalani hubungan ini. Akan tetapi, aku mencari pelaku yang bisa dijadikan kambing hitam atas segala kejadian yang terjadi.
Kehamilan Kinara adalah sebuah kesalahan yang tak pernah kuinginkan sebelumnya. Lala tercipta bukan karena cinta, melainkan ketidaksengajaan. Saat itu aku pulang dari kampus di malam hari dan entah apa yang Kinara masukkan ke dalam minumanku, membuat tubuhku memanas dan seketika wajah Ayana muncul di hadapanku. Aku mengira Ayana datang mengunjungiku di mimpi, tetapi ternyata dia bukanlah Ayana, melainkan Kinara. Aku menyebutnya gadis licik yang dibutakan oleh rasa cinta. Kinara mencintaiku setelah tiga bulan pernikahan kami dan ia ingin memilikiku seutuhnya dengan cara yang instan. Dia pikir, setelah tidur dan memiliki anak dariku, semuanya akan berubah dan membuatku mencintainya. Namun, sayang sekali, aku tak semudah itu untuk jatuh cinta. Setelah kepergian Ayana, aku tak pernah lagi melihat wanita yang memesona. Aku buta akan cinta, dan aku mati rasa.