Chereads / RE-Modified / Chapter 65 - Evakuasi | Chs.5/Ep² | SOAL

Chapter 65 - Evakuasi | Chs.5/Ep² | SOAL

Tapi hal paling manusiawi dari manusia adalah berkeluh. Tergantung seberapa seringnya mengeluh atau bersyukur.

Berkeluh-kesah wajar saja jika dibarengi ambisi untuk beranjak memperbaiki.

Namun, tak sedikit pula yang menikmati keterpurukan.

Sudah tahu dalam kecewa, malah berada di zona nyaman.

Padahal banyak jalur evakuasi, banyak tawaran pula pada pilihannya.

Pertanyaannya adalah mengapa mempertahankan kondisi yang setengah mati?

Apakah alasannya untuk diperhatikan?

Orang-orang memang cenderung tak perduli secara menyeluruh. Seleksi alam juga ikut ambil alih, mengangkut segelintir orang yang tertawan oleh ringkihnya kekecewaan.

Mereka punya masalahnya masing-masing, wajar pula jika tak mau perduli.

Jadi, jangan malah emosi sendiri kalau tidak didengarkan.

Kecuali, kalau mereka punya tenggang rasa, maka pasang telinga lebar untuk menjadi pendengar.

Besoknya, aku sudah pasti bertemu orang ini. Manusia separuh baya yang jadi jagoan pada masanya. Melihat gaya jagonya, aku tidak akan melukai kulit walau hanya sedikit.

Aku justru banyak malu, terlepas dari perbedaan fisiknya sehabis kecelakaan kala itu, yang banyak dikasihani saat ini.

Tapi, karena daya tahan tubuh manusia pasti akan berbeda pada lanjut usia.

Aku jadi malu sendiri, kalau muncul gaya premannya.

Yaaa.... dia sih memang banyak disegani masyarakat sini, namun setelah berpikir dua-tiga kali, sebenarnya mereka bukan segan bahkan takut dengan orang ini. Mungkin mereka rasa sia-sia meladeni orang ini yang tak sebanding dengan mereka. Jangankan untuk melawan dengan otot, menyanggupi celotehannya pun tak mau diladeni. Karena sering kali orang ini hanya berani menggerutu sendiri di belakang muka aseli lawannya. Maka dari itu orang ini banyak disegani masyarakat sekitar sini.

Untuk menjadi sabar itu cukup sukar, terlebih goreaan luka beserta kecewa luar biasa menjadi pertahanan paling kendur. Lantas tak berarti untuk tidak mencoba, walau urat syaraf mengencangkan kulit tiap kali orang ini bicara senonoh.

Kita sama-sama tahu bahwa perbedaan pendapat itu sah-sah saja dalam berargumentasi. Tapi dalam percakapan ada perbedaan pendapat, orang ini mau menang sendiri. Padahal belum tentu sanggahannya selaras dengan makna yang sebenarnya.

Agak dongkol sesekali waktu mendengarkan argumen yang dibuat-buat sendiri. Betul sekali kalau itu adalah hak berpendapat. Tapi, apakah pantas mencerca dengan dalih pembenaran?