Bulan di langit berkubah biru tua. Alessa baru saja tiba di rumah Jose dan akan membunyikan bel pintu ketika Alessa melihat bahwa pintu itu tidak terkunci.
Alessa dengan hati-hati berjalan masuk menuju lorong dan berhenti. Di lantai atas, Alessa mendengar desahan mesra pria dan wanita.
Jantung Alessa berhenti berdetak. Kemudian, dengan hati-hati dia menaikki tangga menuju kamar tidur..... dan membeku.
"Sayang, aku senang melihatmu." Alessa mendengar Jose berkata. "hari ini benar-benar hari yang buruk."
Dia mendengar gadis itu menenangkannya.
"Tunanganku, dia meninggalkanku.... Dia meninggalkanku, Sayang. Sial." Dia mendesah. "Dan kemudian, hah! Pamanku memutuskan untuk tidak berinvestasi di perusahaanku, aku merasa seperti orang bodoh."
"Sayang, aku selalu di sini." Suara genit Mandy terdengar.
"Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpamu, sayang. Aku benar-benar membutuhkanmu sekarang."
Lalu terdengar suara ciuman. Alessa menatap mereka berdua melalui celah pintu.
"Kenapa Alessa meningalkanmu? Dia gadis yang sangat baik." Dia menatapnya. "Selalu penurut dan dia takut membuatmu marah," tanyanya setengah bercanda. "Apa yang kau lakukan?"
Dia mendengus. "Tidak ada. Gadis itu brengsek. Terlalu bodoh untuk mengetahui bagaimana dunia bekerja dan itu membuatku gila, Bagaimana bisa?" Dia mendengus. "Aku tidak ingin membicarakannya lagi."
"Maafkan aku." Ucapnya menenangkan sambil melingkarkan lengannya di leher lelaki itu.
"kau sangat manis, paling lembut, paling bijaksana, dan penuh perhatian.... Aku mencintaimu."
"Bagaimana dengan...."
"Alessa?" Jose menggeram. "Aku benci dia." Jose meludah.
Suaranya dingin, jahat, dan menghunus dada Alessa.
"Dia berjalan seperti seorang putri, seperti dia sangat spesial. Apa yang telah dia lakukan?"
Gadis itu memeluknya lebih erat dan berbisik ke telinganya. "Lalu bagaimana denganku?" dia lalu menanggalkan pakaiannya yang terakhir, memperhatikan lekuk tubuhnya, dan naik ke atasnya.
Jose mengerang.
"Jika aku membiarkanmu memilikiku sekarang, lakukan apapun yang kau inginkan, apakah itu akan membuatmu senang?"
"Pasti," Jose mengangguk, menatap payudaranya yang seputih mutiara.
"Lalu mengapa kau tidak menikah denganku?" tanyanya, menopang dirinya dengan kedua tangan pria itu. Alessa melihat bahwa dia sedang berusaha keras sekarang.
Mata Alessa tertuju pada apa yang disebut tunangannya.
Betapa bodohnya dia?
Dia hanya berpikir untuk kembali pada si brengsek itu?
Gadis itu menunggangi kemaluannya dengan liar. Erangan mereka menjijikkan.
Setelah beberapa saat, Jose terjatuh dan mendesah. Mereka terdiam sesaat sebelum Jose berbicara lagi. "Aku tidak punya pilihan untuk menikahinya. Itu adalah ide kakekku, bertahun-tahun yang lalu, untuk mengikat keluarga kami. Dan jika aku menentangnya, aku akan kehilangan segalanya. Dan aku tidak bisa kehilanganmu, Mandy." Dia mengankatnya ke bibirnya.
Alessa terkesiap dan menutup mulutnya.
Itu sepupunya, Mandy. Dia berselingkuh dengan tunangannya.
Fakta yang tampak konyol, tetapi sekarang Alessa dapat melihat wajahnya dengan jelas saat gadis itu memiringkan kepalanya melalui celah pintu dan itu adalah Mandy. Ramput pirangnya yang panjang terurai di bahunya dan dia berada di dalam pelukannya.
Mandy datang kesini untuk menghiburnya, Alessa menyadarinya. Ia bertanya-tanya sudah berapa lama dia menghiburnya dengan cara seperti itu..
Sekali lagi, dia ingin muntah. Kemarahan yang familiar muncul di tenggorokannya. Dia ingin melepaskan diri tetapi dia tertegun seperti batu. Lalu, tiba-tiba, Jose berada di atas dan memasukkan kejantananya ke dalam kewanitaan Mandy. Sebuah tangan mencekeram lehernya dan Jose mendorong keras pinngulnya supaya masuk lebih dalam. Mandy mengerang, menancapkan kukunya ke bahu Jose.
Itu sudah cukup. Alessa tidak tahan lagi.
Alessa harus pergi dari tempat ini. Jadi dia berlari menuruni tangga, keluar rumah dan diluar sedang hujan lebat. Dia terus berlari di jalan dengan putus asa.
Alessa tidak yakin apakah dia lelah atau sedang mengalami serangan panik. Dia kemudian jatuh ke dalam genangan air, terengah-engah.
Alessa basah kuyup dan rambutnya terurai seperti rumput laut, gelap dan kusut, matanya merah. Seyum sinis mengembang di bibirnya. Dasar brengsek, pikirnya sambil menendang sepatunya. Dasar gadis bodoh. Bagaimana mungkin kau bisa mempertimbangkan untuk memberinya kesempatan lagi?
Alessa sudah siap untuk memaafkanya atas kejadian tadi malam, untuk paman dan keluarganya, tapi sekarang? Mustahil. Alessa menggelengkan kepalanya. Dari semua gadis, pikirnya, kenapa harus Mandy, sepupunya. Alessa tertawa terbahak - baka dan kemudian air mata mengalir dari matanya.
Pikirannya berpacu. Semuanya mulai masuk akal. Itu sebabnya Jose mengirimnya ke pria lain. Jose ingin Alessa pergi! Sudah berapa lama dia selingkuh dengan Mandy? Tapi itu pasti sudah lama sekali. Itu tidak masalah. Jose membecinya, itu sudah jelas.
Alessa bangkit, melihat sekeliling dan berjalan pulang.
Pada saat yang sama, di sebrang jalan.
Lamborgini hitam berhenti di kegelapan.
Di kursi pengemudi, Garwood berkata, "Nona Schultz sepertinya datang dari rumah Tuan Yonts."
Mata Brian berbinar, menatap Alessa yang meringkuk di tepi jalan.
"Ikuti dia." Brian memerintah.
Hujan terus turun.
Alessa tidak menyadari bahwa mobil hitam itu terus mengawasi dirinya, lampu depan meredup dan mesin masih menyala di bawah gemuruh hujan.
Dan kemudian, entah bagaimana, hujan turun semakin deras. Rasanya seperti lautan dijatuhkan di atasnya, air terjun bebas menghancurkannya dengan bebannya yang luar biasa. Alessa tidak yakin apakah dirinya harus terus berjalan atau mulai berenang, Sekarang, hawa dingin telah merambati jari- jarinya, di sepanjang lengan dan kakinya, merambat ke dadanya. Ketika Alessa melewati persimpangan lain di jalan lain yang sepi, dia merasakan kepalanya berputar. Alessa memantapkan dirinya ke pohon sejenak tetapi, secara tiba-tiba semuanya berubah menjadi gelap.
Alessa jatuh ke pelukan Brian. Garwood melindungi mereka dengan payung besar saat itu.
"Rumah sakit?" tanya Garwood, "Dia demam."
"Beverly Hills." Suara Brian rendah dan dalam.
Mobil itu berjalan dengan kecepatan tinggi dan melesat menembus derasnya hujan.
♡♡♡♡
Pagi-pagi sekali, di kamar tidur.
Alessa berbaring, seprai yang lembut.
"Hmm..."
Alessa mengerang, membuka matanya. Ruangan itu besar dan dilengkapi dengan warna cokelat dan emas.
Dimana aku?
Alessa berpikir, merentangkan tangannya.
Dia duduk dan menatap sekeliling.
Alessa tiba-tiba teringat beberapa pecahan ingatan Jose dan Mandy, lalu dia pingsan di tengah hujan. Ini bukan jenis rumah sakit yang dikenalinya. Terlalu sepi untuk dirinya sendiri, pikirnya. Dan Alessa belum pernah melihat rumah sakit yang tampak seperti villa.
Melihat ke bawah, Alessa melihat kaki telanjangnya terbungkus seprai. Dia melompat bangun dari tempat tidur.
Dan apakah aku mengenakan... kemeja pria? Apa-apaan ini?
Kepalanya mulai berputar lagi. Dia meraih lemari samping tempat tidur, menenangkan dirinya sebelum menjatuhkan vas bunga.
Benda itu jatuh ke lantai dan pecahan kaca di mana-mana.
Pintu terbuka.
Seorang wanita paruh baya dengan rambut diikat ke belakang membuka pintu. Alessa bisa melihatnya dengan sopan menatap tubuhnya setengah telanjang sejenak sebelum melihat pecahan kaca di mana-mana. "Kau sudah bangun!" Dia menatap Alessa berseri-seri. "Kau sudah terlihat jauh, jauh lebih baik daripada saat kau datang tadi malam. Aku memberi tahu mereka. Aku berkata itu hanya demam ringan. Beri dia waktu istirahat dan dia akan baik-baik saja. Aku memberi tahu mereka dan kau. Astaga, kau tampak sehat."
Wanita itu mengenakan gaun bunga cantik yang berayun di tumitnya. Dia sudah tua, Alissa tahu, tapi dia telah menua dengan anggun. Wajahnya memancarkan kehangatan.
"Siapa kamu?" Tanya Alessa, tiba-tiba teringat untuk menutupi dirinya. "Dan bagaimana aku bisa sampai di sini?"
"Kamu aman, itu yang penting, sayang." Dia mengambil pengki dan sapu untuk membersihkan pecahan kaca di lantai. "Kau harus kembali ke tempat tidur, kau masih belum cukup sehat untuk berjalan- jalan. Apalagi dengan semua pecahan kaca ini!" Dia bercanda, sambil berlutut untuk menyapu.
"Dimana aku?" tanyanya lagi. "Aku benar-benar ingin tahu."
"Seperti yang kukatakan..."
Inilah saatnya. Wanita itu terkesiap saat Alessa melompatinya. Lalu, rasa sakit menusuk di kakinya saat Alessa mendarat. sial! Dia lupa tentang pecahan kacanya. Atau tidak benar-benar menganggapnya sebagai masalah. Dia ragu-ragu sejenak, berbalik untuk melihat apakah wanita itu mengikutinya.
Syukurlah, dia tidak seperti itu.
Namun kemudian Alessa menabrak sesuatu yang keras. Dia mundur beberapa langkah dan menatap wajah tegas yang mencibir ke arahnya.