Buku-buku jari Alessa memutih memegang telepon, suaranya bergetar,
"Jose?"
Alessa mendengarnya berdeham.
"Alessa? Apakah itu kau?"
"Tahukah kau? Apakah kau memberikanku kepada laki-laki lain?" Suara Alessa bergetar karena marah.
Tidak ada Jawaban.
"Apa-apaan ini, Jose!"
Alessa tidak pernah meneriaki Jose sebelumnya, bibinya menyuruhnya untuk bersikap hormat. Alessa ingin tertawa terbahak-bahak memikirkan hal itu sekarang.
"Itu hanya bisnis, sayang. Dan jika kau akan menjadi istriku, yah, itu tugasmu untuk membantuku," jawabnya dengan percaya diri.
"Apa perlu menanyaiku dengan nada seperti itu?" Jose melanjutkan. "Di mana Alessa-ku yang cantik dan baik hati? Kemana dia pergi?"
Alessa merasakan bagaikan pisau menancap di perutnya dan di koyakkan.
Sudah biasa bagi Jose sesekali menyewa pendamping atau membeli hadiah mahal untuk mengesankan klien, tetapi Alessa tidak pernah menjadi salah satu dari mereka.
Jose tidak mendengar jawaban di telepon untuk waktu yang lama sehingga suaranya melunak. "Alessa, kenapa? kau pergi begitu cepat? Apa kau melakukan sesuatu yang menyinggung perasaannya?"
Alessa tidak percaya bahwa ayahnya telah menikahkannya dengan pria vulgar ini. Dia membencinya dan kata-katanya yang gamblang menjadi kebencian yang menusuk hatinya.
"Jose," panggilnya, suaranya bergetar, "kita putus."
Jose meremas gagang telepon di tangannya. Dia tidak percaya bahwa Alessa berani meninggalkannya.
"Berakhir? Heyy!" Dia menggeram. "Beraninya kau putus denganku? Lihatlah dirimu sendiri Alessa, kau tidak punya keluarga, tidak punya uang dan tidak punya pekerjaan. Aku berbagi semua yang ku miliki dengan mu, semuanya!
Kau harusnya bersujud kepadaku dan bersyukur aku membiarkan mu. Dan sekarang kau akan pergi meninggalkanku? Bengkel pamanmu seharusnya sudah lama tutup tapi karnaku sampai sekarang masih berjalan. Jika kau ingin meninggalkan ku, silakan!" Kata Jose panjang lebar
"Aku tidak akan mengemis. Aku membuatmu tidur dengan seorang pria, bagaimana dengan itu? aku tidak keberatan, tapi sekarang kau ingin meninggalkanku!"
Jadi begitulah cara dia melihatnya, lintah yang menjadi gemuk karena kerja kerasnya. Dia memilikinya, pikirnya. Betapa salahnya dia.
Rasa dingin merayapi tubuh Alessa hingga ujung hatinya. Alessa memaksakan senyum, "Itu bagus. Kita setuju, kita sudah berakhir. Pernikahan dibatalkan." kata Alessa.
Jose tersentak, "Kau sudah mengambil keputusan? Aku akan memberimu satu kesempatan lagi -."
"Tidak, terima kasih. Aku tidak butuh kesempatan itu Jose." Potong Alessa cepat sebelum Jose menyelesaikan perkataannya. Sesudah Alessa selesai bicara segera menutup telepon dan berjalan ke toko.
"Satu rokok Malboro, terima kasih." Alessa menyerahkan sebagian uang kembaliannya danĀ kembali berjalan ke samping, menyalakan sebatang rokok dan memerosotkan tubuhnya ke dinding dan menangis dalam diam.
***
Di luar 7-Eleven tan pelacur menjajakan tubuh mereka di sepanjang trotoar.
Sebuah mobil Lamborghini hitam mengilap berhenti di pinggir jalan, di dalam sosok gelap dan tampan bersandar di kursi belakang, menatap dengan dingin melalui jendela yang setengah terbuka ke arah perempuan dan laki-laki yang berciuman.
Setelah pagi yang liar di tepi kolam itu, Brian kembali ke dirinya yang kalem dan elegan, mengenakan setelan Armani hitam halus, rasa dingin bersembunyi di mata abu-abunya.
Dia telah bekerja dan bepergian ke luar negeri selama bertahun-tahun dan tidak peduli dengan keluarga. Dia juga tidak memperhatikan pernikahan keponakannya dan tidak tahu apa-apa tentang tunangan keponakannya. Itu semua membingungkan baginya.
Pengawalnya, Garwood, adalah pria berbadan besar. Dia mencodongkan tubuhnya ke telinga Brian guna membisikkan sesuatu, "Tuan, gadis itu bernama Alessa Schultz, berumur 21 tahun, dia bertunangan dengan Jose sebagai seorang anak untuk menyatukan bisnis keluarga. Tapi setelah pindah ke selatan setelah ayahnya meninggal dan dia diadopsi oleh pamannya, Patrick Schultz. Dia sekarang mencari nafkah sebagai model. Tuan Schultz menyarankan pernikahan mereka ketika dia sudah cukup umur, dan mereka seharusnya menikah bulan depan."
Dua puluh satu ... terlalu muda untuk keluar dari sekolah. Mengapa dia terburu-buru?
Brian mendengus, "Jadi, apa kesepakatan antara keluarga Schultz dan Yontz?"
Garwood mengangguk: "Insting yang bagus tuan. Patrick Schultz mendirikan bengkel yang bertahan hanya sebagai pemasok perusahaan Tuan Yontz. Saya kira itulah sebabnya Tuan Schultz sangat ingin menikahkannya dengan Jose bajingan itu."
Mata Brian sedikit menggelap. Jadi itulah yang memotivasi mereka. Semua yang dipedulikan Schultz adalah uang - uang keponakannya.
Dia sudah mendengar sebelumnya bahwa Alessa putus dengan Jose. Apakah dia telah mendapatkan satu poin? Brian tersenyum, mengingat tengkuk leher Alessa yang lembut saat dia menaikinya dari belakang. Dia keras kepala, pikirnya, dan tekad yang dilaporkan dia keluarkan sendirian membangkitkan ingatan tentang gadis lain yang pernah dia kenal.
***
Alessa turun dari bus di pinggiran LA yang rimbun. Saat itu gelap dan sejuk, pohon-pohon yang tinggi bergemerisik tertiup angin. Dia memeluk dirinya sendiri, menggigil di tubuhnya yang masih berpakaian basah.
Seluruh tubuhnya sakit, kakinya sakit dan bengkak, dan memar ungu di lehernya tempat pria itu memperkosanya.
Alessa tersandung, dia kelelahan.
Alessa mengetuk pintu, bibi dan pamannya menonton TV di ruang tamu.
Alessa tiba-tiba merasa kepercayaan dirinya hilang. Semua kemarahan dan kepahitan yang telah mendorongnya ke sana ke sini disingkirkan dengan satu desahan gemetar. Dalam sekejap dia menyadari bahwa dia harus menghadapi konsekuensi dari apa yang terjadi hari ini.
Pintu terbuka. Dia tersenyum lemah, air matanya berlinang. "Paman, Bibi, aku pulang."
Bibinya berdiri di ambang pintu dengan gaun tidur merah muda. "Itu dia! Apa kau putus dengan Jose? Apa yang kau pikirkan Alessa!"