Lily merasakan sakit saat orang yang dia cinta memperlakukannya dengan buruk. Seolah mengerti dengan tatapan tajam Satria, Lily membuka suara. "Kamu gak boleh dekat-dekat dengan cewek itu, kamu sudah dijodoh_"
"Diam! Aku dosen kamu, jadi harap bicara dengan sopan. Dan lagi, aku tidak ingin mendengar kata-kata itu keluar dari mulut kamu karena itu membuatku semakin jijik. Dasar gampangan!"
Saat Satria ingin beralih dari tempat itu, Lily mencegahnya. "Aku tidak peduli dengan kata-katamu. Satu yang pasti bahwa aku akan tetap menikah denganmu bagaimana pun caranya!"
"Gila!" Satria menghempaskan tangan Lily kasar hingga Lily tersungkur di tanah. Setelah mengatakan itu, Satria pergi meninggalkan Lily yang sudah berlinang air mata.
Lily termenung. Ia hanya ingin mengingatkan Satria supaya Satria tidak dekat dengan perempuan lain, karena Satria sudah menjadi miliknya. Ya, Satria sudah dijodohkan dengannya walaupun Satria tidak mau mengakui. Mereka akan menikah setelah Lily menempuh kuliahnya yang masih menempuh semester lima. Sedangkan Satria merupakan dosennya yang sangat banyak digemari oleh mahasiswi dan dosen yang belum menikah. Lily hanya tidak mau, kalau Satria dekat-dekat dengan perempuan lain. Tapi ia malah diperlakukan seperti ini. Sungguh hatinya sangat sakit.
Apalagi saat ia melihat banyak sekali cewek yang menggoda Satria saat keluar dari ruangan kelas. Ia tidak terima, miliknya diganggu oleh orang lain. Dan juga Lily takut Satria akan menaruh hati sama orang lain. Ia tidak akan sanggup saat hal tersebut tiba. Bahkan dengan egoisnya, Lily akan tetap mempertahankan perjodohan ini, sekalipun Satria mempunyai orang yang dia cinta. Karena hatinya sudah terletak pada Satria dan tidak bisa diubah lagi.
Saat punggung Satria sudah tak terlihat, Lily berdiri dengan susah karena kaki dan tangannya yang luka. Bahkan saat Lily menangis, Satria tidak menoleh atau hanya berhenti sejenak saja. Ia tetap berjalan cepat tanpa peduli dengan Lily yang sangat terluka.
Luka di badannya bukan apa-apa, dibandingkan dengan luka hatinya. Sudah lama Lily mencari perhatian dengan Satria tapi sekalipun tidak pernah hatinya luluh untuk Lily. Bahkan hanya untuk membantunya yang tergeletak tadi saja, tidak. Lupakan soal menolong, saat mendorong Lily saja, tidak ada yang tau apakah Satria merasa bersalah apa tidak. Tapi sepertinya tidak ada penyesalan terletak diwajahnya.
Lily merapikan bajunya yang kotor dan pergi ke UKS untuk mengobati lukanya. Ia tidak mau sampai orangtuanya tau bahwa ia sedang terluka. Pasti orangtuanya akan sedih dan yang paling penting, ia tidak mau bahwa orang yang dijodohkan dengannya lah yang menyebabkan ia terluka.
Dengan tekat penuh Lily segera bergegas pulang dan membuka pintu dengan keras. Tekadnya sudah bulat. Lagian cepat atau lama, sama saja mereka akan menjadi pasangan.
Ayah dan bundanya yang sedang menonton televisi di ruang tamu terkejut dengan suara pintu yang keras. Mereka melihat putri mereka yang sedang menangis. Bukannya marah, mereka malah gemas melihat putri satu-satunya itu yang terlihat sangat imut.
"Ada apa sayang?" Tanya Maya Leningrad bunda Lily.
"Bunda... " Rengek Lily menghampiri ayah dan bundanya dan duduk ditengah-tengah menjadi pemisah antara bunda dan ayahnya.
"Kenapa?" Tanya Maya lembut.
Fokus Lily sekarang pada ayahnya. Iya tidak peduli lagi dengan pertanyaan bundanya. "Ayah... "
"Hm?" Petro Leningrad mengalihkan pandangannya menuju putrinya.
"Aku mau nikah sama Satria!" Tutur Lily tegas.
"Kan memang iya!" Jawab Petro santai.
"Ihh... secepatnya Ayah!" Rengek Lily gemas.
"Kan dah janji tunggu kamu menyelesaikan kuliah mu dulu" Maya membelai rambut hitam legam panjang nan halus milik Lily.
"Gak mau Bunda! Satria banyak yang suka, nanti gimana kalau dia punya pacar?"
"Gak akan! Kalaupun ya, Ruben gak akan membiarkan itu karena janji harus ditepati dan Ruben bukan tipe orang yang akan melanggar janjinya. Sebelum Ayah yang membatalkan perjodohan, maka perjodohan akan tetap berlangsung"
"Lalu apa bedanya sekarang dengan nanti? Bukannya kami akan tetap menikah? Aku akan tetap lanjut kuliah kok!"
"Li... "
"Yah... aku ingin menikah dengan Satria secepatnya! Aku gak akan tenang jika dia belum menjadi milikku. Lily mohon Yah!" Lily memohon dengan suara serat karena tangis yang sudah tak bisa dibendung lagi. Ia sangat mencintai dosennya itu. Rasa takut akan kehilangan sangat melekat di hati Lily.
"Bahkan Lily bisa merelakan seluruh hidup Lily untuk Satria yah. Lily juga bisa mengakhiri hidup Lily jika Satria tidak menjadi milikku. Aku... Hiks... Aku sangat mencintainya. Kalau Ayah dan bunda tidak memberi izin sekarang, mending tidak usah selama-lamanya karena aku tidak akan pernah melanjutkan hidup ku lagi!"
Petro menghela nafas panjang melihat putrinya yang terlihat menyedihkan dengan air mata yang memandikan pipinya dan bibir bawah yang digigit untuk menahan isak.
Petro menghapus air mata putrinya itu dengan sayang. "Baiklah! Ayah akan memberitahukan Ruben tentang ini. Jangan sedih, Ayah tidak bisa melihat putri ayah menangis!"
Lily mengangguk dan tersenyum saat mendengar ucapan ayahnya. Entah karena ayahnya yang akan memberitahukan perjodohan yang dipercepat atau karena ayahnya yang tidak ingin dia sedih. Entahlah! Yang pasti, Lily bahagia dengan keduanya.
Petro mengambil handphonenya dan memilih kontak yang bernama Ruben. Tidak butuh waktu lama telponnya sudah terjawab. Tak lupa Petro memencet tombol speaker supaya istri dan putrinya bisa mendengarkan.
Percakapan yang lumayan lama dengan Ruben yang sedikit terkejut dengan keputusan Petro lebih tepatnya Lily. Perjanjian mereka akan dipercepat. Ruben tidak apa dengan semuanya tetapi ia ragu dengan anak laki-lakinya.
Obrolan yang panjang ditutup dan Ruben melanjutkan pekerjaannya dengan dokumen yang menumpuk di mejanya. Ia tidak terlalu memikirkan apa yang terjadi karena mau gimanapun, Satria harus mau dan wajib melakukan perjodohan ini. Tidak ada yang namanya penolakan.
...
Lily memeluk ayahnya bahagia. Mengucapkan rasa terima kasih berulang-ulang. Petro mencium kening putrinya sayang. Kebahagiannya terletak pada putri dan istrinya. Tidak ada yang lain. Ia tidak tau harus bagaimana lagi jika melihat mereka bersedih. Segala cara pasti Petro lakukan demi kebahagiaan mereka.
Tidak ada rasa lelah bagi Petro jika sudah menyangkut mereka berdua. Semua terasa ringan dan menyenangkan untuk dilakukan sesulit apapun itu.
Lily beralih dari ayahnya dan memeluk bundanya. Maya juga terlihat sangat bahagia melihat putrinya yang bahagia. Ia harap, ini menjadi titik awal kebahagiaan putrinya tanpa mereka. Semoga Satria menjadi tempat ternyaman bagi Lily karena mereka akan menyerahkan putri mereka dengannya.
Lily berlari dengan riang ke kamarnya karena sebentar lagi ia akan menikah dengan orang yang dicintainya. Seketika, perbuatan buruk yang selalu diberikan Satria terlupakan begitu saja. Memikirkannya saja, membuat Lily seakan melayang tinggi.