"ARRRRGGHHHH!!!" Gon menutup matanya dengan telapak tangannya, kesakitan akibat tembakan dari Kaizoku.
Cairan hijau yang menyelimuti semua bagian badan Gon menghilang secara perlahan, memberi peluang untuk Kaizoku menyerang dengan sesuka hati.
"Heh... Heh... Hehe..." namun tampaknya Gon tidak kehilangan penglihatannya, hanya menghilangkan inti dari pertahanan cairannya saja.
"Mata tersebut sangatlah menjengkelkan..."
Tiba-tiba sebuah kerangka manusia di belakang Kaizoku terbangun dari tanah dan langsung menutupi mata kiri Kaizoku dengan telapak tangan kerangka tersebut.
Kerangka manusia tersebut sangatlah tua, sudah diselimuti oleh lumut dan rumput-rumputan yang tumbuh di kerangka tersebut.
Tangan yang menutupi mata kiri Kaizoku tiba-tiba menciptakan sebuah lumut dan rumput-rumputan dan menyelimuti kepala Kaizoku dari belakang sampai depan dahi.
Kaizoku mencoba untuk melepaskan tangan tersebut, namun itu semua sia-sia dikarenakan lumut dan rumput-rumputan yang tumbuh di sekeliling kepala Kaizoku seperti mengunci tangan tersebut.
"Hehe... HAHAHAHA!! SEKARANG ADALAH WAKTU YANG TEPAT UNTUK BENAR-BENAR PERTARUNGAN TERAKHIR!" ucap Gon sambil berteriak, tertawa.
Kaizoku menyerah untuk mencoba untuk menarik tangan tersebut, berpikir akan membutuhkan waktu yang lama untuk melepaskan tangan tersebut dari mata kirinya.
Kaizoku mencoba untuk mengaktifkan
Kerangka manusia tersebut berubah menjadi pasir setelah tangan yang menempel di mata Kaizoku benar-benar terkunci dengan lumut dan rumput-rumputan.
"Berseker..."
"Chamenos..."
Keduanya saling memanggil senjata mereka masing-masing. Sabit bernama Chamenos terbang ke arah Gon, dan berhasil di tangkap oleh tangan kanan Gon.
Pedang besar yang bernama Berseker milik Kaizoku terbang dan mendarat tepat di genggaman tangan Kaizoku.
Gon tanpa cairan hijau penghancur, dan Kaizoku tanpa Deadeye akan bertarung dengan adil. Hanya mengandalkan kemampuan bertarung mereka dan kepintaran untuk memakai Spell mereka masing-masing.
Mereka berdua berlari satu sama lain.
Gon menciptakan kerangka manusia dari bawah tanah, melompat ke arah Kaizoku.
Dengan cepat Kaizoku menebas kerangka manusia tersebut dengan sangat kuat, sampai membuat kerangka manusia tersebut terbelah menjadi dua.
Dengan tangan kirinya Kaizoku ingin membalas serangan dengan cara menembakkan peluru ke arah Gon.
Namun peluru tersebut dengan mudahnya dihindari oleh Gon.
Saat Kaizoku ingin menembakkan lagi, ternyata isi silinder sudah kosong. Kaizoku perlu mengisi peluru lagi. "Sialan..."
Dikarenakan Kaizoku gagal menyerang Gon lagi, alhasil Gon berhasil melandaskan serangannya ke dada Kaizoku.
Dengan sabitnya Gon berhasil membuat luka ke dada Kaizoku.
"Guh!?" dengan cepat Kaizoku membalasnya dengan cara memukul kepala Gon dengan revolvernya dengan sangat keras.
Serangan balasan tersebut berhasil membuat Gon mundur sementara.
Bagian mata kanan Gon sedikit retak akibat pukulan Kaizoku menggunakan revolvernya.
Keduanya saling mundur, menahan rasa sakit mereka masing-masing.
Kaizoku menutup luka yang ada di dadanya dengan tangan kanannya.
Terjatuh duduk lemas, Kaizoku terlalu banyak menggunakan Spell
Sama seperti Kaizoku, Gon berlutut lemas dikarenakan terlalu lama menggunakan pertahanan cairan penghancurnya.
Namun Kaizoku masih belum menyerah, tekadnya sudah sangat kuat untuk tetap bertahan hidup dan menyelamatkan dunia.
Kaizoku menusukkan pedangnya ke tanah sebagai pinjakan Kaizoku untuk berdiri.
Sama sepeti Kaizoku, Gon menggunakan sabitnya sebagai pinjakan untuk berdiri.
"HHYAAAAAA!!!" Kaizoku berteriak sekencang mungkin sambil berlari ke depan.
Gon berdiam saja, sepertinya dia sudah memiliki rencana bagaimana caranya untuk mengalahkan Kaizoku.
Saat Kaizoku sudah dekat dengan Gon, tiba-tiba sebuah kerangka manusia membali muncul dari bawah melompat ke depan Kaizoku.
Namun alih-alih menebasnya, Kaizoku menghindari kerangka manusia tersebut.
"HUH?!!!!"
Gon terkejut dikarenakan pergerakan Kaizoku sudah keluar dari rencana Gon.
"Dengan dewa-dewi di dalam diriku, mengalir ke dalam pedang. Mengalir seperti sungai, berjalan bebas seperti angin, sebuah tebasan terakhir yang akan mengakhiri kegelapan. LIGHT'S SLASH! TEBASAN SINAR!!!!!" pedang dari Kaizoku menyala terang berwarna kuning.
Kaizoku mengayunkan pedangnya ke kepala Gon.
Gon ingin menghindar dengan cara melompat ke belakang, namun itu sia-sia saja. Rahang dari Gon masih terkena tebasan.
Sinar terang menyinari seluruh isi Underworld, secara perlahan rahang dari Gon mulai retak.
"HIYAAAAAAAAAA!!!!!!!" teriak Kaizoku sambil mendorong pedangnya lebih kuat lagi.
"GAAAAAHHHH!!!!" sudah mustahil untuk Gon kabur, sinar terang sudah terpancar ke seluruh isi Underworld dan membutakan penglihatan Gon untuk sementara.
"DUNIA AKAN AKU SELAMATKAN!!!" dorongan dari Kaizoku semakin kuat.
.
.
.
"Bagaimana caranya untuk menghancurkan tulang-belulang milik Gon? Tentu saja aku tidak cukup kuat untuk menghancurkannya hanya dengan pedang dan otot saja." ucap Kaizoku berbicara ke dalam kekosongan.
Sebuah suara yang sama saat Kaizoku tidur membalas perkataan dari Kaizoku. Sambil tertawa, suara wanita tersebut menjawabnya dengan semangat. "Untuk itu, kamu hanya perlu menghafalkan mantra Spell yang aku berikan."
Kaizoku berdiam sebentar, lalu menjawab kembali dengan wajah kebingungan. "Mantra Spell apa?"
Suara wanita tersebut tertawa sedikit, lalu menjawabnya dengan suara yang semangat lagi. "Dengan dewa-dewi di dalam diriku, mengalir ke dalam pedang. Mengalir seperti sungai, berjalan bebas seperti angin, sebuah tebasan terakhir yang akan mengakhiri kegelapan. Light's Slash, tebasan sinar."
"Dengan mengucapkan mantra tersebut kamu akan diberkahi oleh dewa-dewi yang sedang melihatmu. Berkah dewa-dewi sangatlah cocok untuk menembus semua pertahanan dari kegelapan ataupun kejahatan."
Setelah beberapa waktu berpikir, akhirnya Kaizoku paham apa sang wanita tersebut bicarakan. "Ah! Aku paham, aku pernah membaca di sebuah game dimana kekuatan yang sama seperti Gon akan lemah terhadap serangan yang bersifat suci."
"Benar sekali!" ucap seorang wanita tak kasat mata.
.
.
.
.
"SEMUANYA AKAN BERAKHIR DI SINI!"
Tebasan Kaizoku berhasil menghancurkan rahang bawah Gon sampai berkeping-keping.
Gon terlempar sangat-sangat jauh sampai ujung tembok Koloseum.
Bahkan tidak butuh waktu lama untuk tembok yang menahan Gon hancur berkeping-keping.
Runtuhan dari tembok tersebut ada yang terjatuh ke lautan jiwa, para jiwa-jiwa tersebutpun menarik runtuhan-runtuhan tembok tersebut ke dalam lautan.
Kaizoku sudah berada di puncak rasa capek dan lemas. Walau begitu, Kaizoku ingin memastikan jika Gon benar-benar mati atau masih hidup.
Dia berjalan ke dalam debu-debu pasir yang bertaburan.
Setelah sampai, Kaizoku melihat Gon tanpa rahang bawah sedang duduk melihat ke bawah, terdiam dan tak bisa berkata-kata lagi.
"Masih hidup ya... Ayo kita selesaikan ini..." dengan nafas yang berat, Kaizoku mencoba untuk mengangkat pedangnya kembali. Namun Kaizoku sudah terlalu lemas dan capek, alhasil dia gagal untuk mengangkat pedangnya kembali.
"Cukup..."
"Suara itu, terdengar sangat familiar."
Suara dari Gon sangatlah berbeda dari sebelum-sebelumnya. Kali ini benar-benar terdengar seperti suara manusia, laki-laki muda yang seumuran dengan Kaizoku.
Tidak terlalu berat seperti sebelumnya, maupun terlalu cempreng seperti sebelumnya.
"Mustahil... kamu bukanlah dia..." Kaizoku terlihat sangat terkejut namun sangat bingung di waktu yang sama.
Orang tersebut menggeser kepala naga yang pernah di sebut sebagai 'Gon' ke samping kanan.
Memperlihatkan sebuah tengkorak manusia, namun tengkorak kepala manusia tersebut menyisakan sebuah mata kanan dan kulit disekitarnya yang masih aktif layaknya manusia hidup.
Mata tersebut masih bisa berkedip dan melihat Kaizoku dengan penuh kesedihan.
"Mata hijau tersebut... aku mengenalnya, tidak... ini mustahil..." Kaizoku berjalan mundur masih tidak percaya apa yang dia lihat.
Orang tersebut berdiri. "Benar, Kai. Kamu mengenalku..."
"Dora... Doraziel?" ucap Kaizoku dengan wajah ketidakpercayaan.
Di kejauhan telinga Sylphy bergerak sedikit. Senyum kecil muncul. "Doraziel... Aku kangen nama itu." ucap Sylphy dengan nada lemas namun dengan kedua mata tertutup.
Kaizoku masih belum percaya, jika orang yang dia lawan adalah orang yang dia kenali.
"Benar, aku adalah Doraziel, teman sekelasmu." ucap Doraziel dengan mata yang serius.
Kaizoku menggeleng-gelengkan kepala, masih tidak percaya apa yang dia lihat. "Tidak... Raziel sudah mati, dia sudah mati!"
Secara perlahan Doraziel berjalan mundur. "Benar, aku sudah mati... Akhirnya aku tahu apa yang akan terjadi setelah mati, yaitu berpindah dunia di sini."
"Tidak... Tidak! Raziel tolong, jangan berbohong kepadaku. Aku meminta maaf!" Kaizoku mencoba untuk berjalan ke depan dengan wajah sedih.
"Semua sudah terlambat, kamu membunuh Raziel, dan sekarang kamu membunuh Gon. Teman satu-satunya dan pendamping setiaku, dan kamu juga membunuh salah satu pembantu yang paling loyal kepada ku." pada akhirnya Doraziel sampai di ujung tebing, di atas lautan jiwa.
"Tidak, Ziel. Ayolah, aku yakin masih ada waktu untuk memaafkan ku... tolong..."
"Semuanya sudah terlambat... Selamat tinggal Gon, selamat tinggal Kai..." Doraziel melompat dari atas tebing menuju ke lautan jiwa.
"Tidak!!" Kaizoku berlari dengan cepat berusaha untuk menolong Doraziel, namun itu sudah terlambat.
Doraziel jatuh di atas lautan jiwa dan badannya mulai di tarik oleh jiwa-jiwa ke dalam lautan tanpa batas.
Kaizoku memukul-mukul tanah dengan marah, menyalahkan diri sendiri akibat tidak bisa menyelamatkan orang yang dia kenal di dunia sebelumnya.
"Kenapa... KENAPA!! KENAPA AKU TERUS GAGAL MENYELAMATKAN ORANG YANG AKU CINTAI! RAZIEL, EVE, DAN SYLPHY... APAKAH AKU PANTAS SEBAGAI PAHLAWAN! SEBAGAI HERO!? JAWAB AKU DEWA-DEWI!!"
Kaizoku menangis sejadi-jadinya setelah melihat Doraziel yang di tarik ke dalam lautan jiwa.
Kedua tangan Kaizoku mulai berdarah, mata menjadi merah, dan air mata sudah habis.
Pada akhirnya Kaizoku berhenti memukul-mukul tanah dan menangis. Dia mengambil nafas berat-berat. "Sudahlah, tidak ada waktu untuk terus menangis... Lebih baik aku mencari jalan lain untuk keluar dari Underworld."
Kaizoku berjalan ke dekat Sylphy, lalu mengangkatnya dengan kedua tangannya.
Seorang pria misterius dengan sepatu boots hitam yang sama seperti saat Kaizoku dan Sylphy memasuki Underworld, sedang melihat Kaizoku yang sedang mengangkat Sylphy dari kejauhan, di atas bukit yang sangat tinggi.
"Heh... perjalanan mereka memang sangat menarik." orang tersebut mengangkat tangannya ke depan.
Tiba-tiba sebuah tangga yang terbuat dari bebatuan terbentuk di samping Kaizoku.
Kaizoku melihat ujung tangga tersebut, yaitu portal yang sama seperti saat Kaizoku dan Sylphy pertama kali sampai di Underworld.
"Apakah ini jawaban kalian? Huh, dewa-dewi! Tentu itu belum cukup untuk menambal luka milikku? Melihat teman sekelas ku jatuh ke dalam lautan yang kedalamannya tanpa batas!? Tapi tidak apa-apa, yang penting kita bisa keluar dari Underworld terlebih dahulu."
Kaizoku yang mengangkat badan Sylphy pun mulai berjalan ke atas tangga tersebut, berharap dia dan Sylphy berhasil keluar dari Underworld dengan selamat.
Kaizoku tidak kuat untuk melihat ke badan Sylphy yang sudah hancur dan di penuhi oleh darah, alhasil dia hanya bisa melihat ke depan dan ke atas saja.
Setelah beberapa waktu kemudian, mereka akhirnya berhasil keluar dari Underworld melewati portal yang sama saat Kaizoku dan Sylphy terjatuh ke dalam.
Matahari bersinar sangat terik, membuat mata Kaizoku cukup sakit untuk sementara.
Saat pandangan Kaizoku mulai normal lagi, dia melihat Gabriel dan Hizo yang sedang berdoa kepada dua kuburan di depan kamp kerja paksa.
Kaizoku mencoba untuk mendekati mereka.
"Oi, dimana bantuan kalian, hah!?" ucap Kaizoku dengan wajah yang sangat buruk, semua emosi sudah tercampur aduk.
"Ppsssttt... kita sedang berdo- AAAHHHH!!! HANTU!" ucap Gabriel setelah melihat Kaizoku dengan keadaan yang sangat buruk.
"Diamlah Gabriel, kita sedang berdoa kepada Kaizoku dan Sylphy... AAAHHHHH!!! BENAR-BENAR HANTU!" ucap Hizo setelah melihat Kaizoku dengan keadaan yang sangat buruk.
"Hargai dikit lah! Aku baru selamat dari Underworld, sialan!" ucap Kaizoku dengan penuh amarah.
"T-Tapikan tidak ada satu orang pun yang mampu keluar dari Underworld hidup-hidup..." jawab Gabriel sambil memeluk Hizo ketakutan.
Hizo melihat Sylphy yang badannya sudah hancur dan mulai mengambil situasi ini lebih serius. "Owh... maafkan aku Kai, kita tidak mengira jika kamu akan kembali. Jadinya kita membuat kuburan untuk mengenang mu."
Gabriel pun tersadar jika Kaizoku benar-benar serius atas situasi ini. "Maafkan aku Kai, maafkan aku jika tidak sempat membantu kalian di Underworld. Kami benar-benar kewalahan melawan Thomas dan pasukannya di atas."
Gabriel melepaskan pelukannya dari Hizo. "Sepertinya kita hanya perlu satu kuburan saja... maafkan aku tentang Sylphy."