Chereads / Nona Lavandula di Ambang Distopia / Chapter 3 - Ide Mr. Antshel

Chapter 3 - Ide Mr. Antshel

Berbagai pertanyaan berputar-putar di kepala Mala. Sejak Klump duduk di sampingnya, dia tidak bisa benar-benar fokus memperhatikan pengajaran guru-guru. Dia sibuk melamun, sudah beberapa kali guru menegur murid berpredikat teladan ini.

"Mala Ou! Ini sudah kedua kali! Melamun tidak membuatmu tambah pintar, kan!? Memangnya apa yang membuat pelajaran kimia membosankan, sampai kamu tidak memperhatikan?!"

Mr. Antshel berujar sebal. Dia memang agak sensitif, apalagi kalau murid teladan seperti Mala ikut-ikutan tidak memperhatikan seperti murid kebanyakan. Dia tidak tanggung-tanggung menegur di depan semuanya. Memang menyebalkan, tidak heran sih, Mr. Antshel kan termasuk jajaran guru killer di sekolah Mala.

Cara untuk mengatasinya, hanya satu, ikuti maunya dan jadilah murid yang baik.

"Iya pak, maaf. Saya teringat sesuatu yang penting."

Mala membuat alasan, tapi bodohnya, itu hanya akan memicu pertanyaan tambahan dari mulut sinis Mr. Antshel.

"Oh, hal penting apa? Sampai-sampai lebih penting daripada memikirkan pelajaran yang sedang saya terangkan ini?!" ujar Mr. Antshel tak membiarkan.

Mala berdeham, menyembunyikan rasa sebal dan sedikit malu. Seisi kelas memperhatikannya. Tumben sekali Mala seperti ini, ditegur guru sampai beberapa kali. Tidak biasanya.

"Ehm... Memang penting, tapi pelajaran bapak juga penting jadi saya akan mendengarkan dengan lebih fokus."

Mr. Antshel mendengus.

"Kalau sepenting itu, seharusnya kamu izin saja! Bereskan urusan itu secepatnya supaya tidak bersarang di pikiranmu dan ikut mengganggu konstentrasi yang lain!"

"Iya pak," Mala menatap Mr. Antshel tepat di mata, tapi diusahakannya agar tatapannya tidak terlihat kurang ajar atau menantang.

"jadi, saya boleh izin ke ruang tata usaha sekarang, pak?"

Darah Mr. Antshel terasa mendidih, naik hingga kepalanya, kesabarannya memang setipis tisu, tapi murid semacam Mala yang meladeninya dengan sangat menyebalkan sungguh membuatnya tidak tahan. Dia seperti terjerat kata-katanya sendiri. Ini seperti memberi saran kepada muridnya untuk bolos, dan dia sadar akan itu.

"Diam! Duduk kamu!" Mr. Antshel menahan diri untuk tidak membentak.

Tidak ada yang berani berbisik membicarakan mereka. Mr. Antshel itu galak, sedangkan keluarga Mala itu cukup berpengaruh, aliran uangnya sangat kencang.

Mala duduk, dia menghela napas. Kemudian berusaha fokus ke penjelasan yang dilanjutkan Mr. Antshel. Sungguh hari yang berat, tapi, kenapa ide Mr. Antshel tidak pernah muncul di kepalanya sekali pun, ya? Urusan Bartender K memang penting, dia harus membereskannya.

Tapi, kalau begitu, dia akan ketinggalan pelajaran. Dan meminta Isela mengirim foto catatannya tidak berguna banyak. Isela tipe murid pintar yang sedikit mencatat tapi menyerap banyak penjelasan saat diterangkan guru. Ya, di antara tiga tipe—visual, kinestetik, dan audio—dia adalah seorang yang cara belajarnya adalah dengan mendengar.

Tiba-tiba terlintas sebuah pemikiran di benak Mala, bagaimana kalau meminta catatan Klump...

Mala melirik buku catatan di sebelahnya.

Tidak, abaikan saja. Bahkan catatan Klump masih putih bersih, tiada bernoda tinta sama sekali. Mala melihatnya dan mengerutkan alis. Dia menoleh kepada Klump, menatapnya heran.

Klump balas menatap, mengangkat alisnya sebentar seolah mengatakan, "Kenapa?" dengan santainya. Sejurus kemudian dia kembali mengalihkan perhatiannya ke pengajaran Mr. Antshel.

Ya, Mala harus berjuang sendiri, padahal ini pelajaran yang paling tidak disukainya—kecuali bila ada percobaan kimia di laboratorium, eksperimen itu menyenangkan!

***

Usai pelajaran Mr. Antshel, Mala mendapat izin dari guru selanjutnya untuk mengurus surat 'bolos'-nya di ruang tata usaha. Ada dua surat, surat untuk guru yang sekarang sedang mengajar dan surat untuk diberikan kepada satpam penjaga gerbang, Mala harus mengisinya, ini seperti mengurus tiket.

Akhirnya... Mala bisa bebas. Dia tidak perlu menahan gelisah tetap duduk di samping Klump yang dicurigainya sebagai bartender K. Mala takut, benar-benar takut identitasnya sebagai anggota keluarga Verrel terungkap.

Mala pergi dari sekolah, beralasan ada urusan keluarga yang penting dan terjadwal hari itu dan pada jam itu. Dia pulang menaiki sepeda listriknya.

Di rumah, dia segera mengganti seragam dengan pakaian 'menyamarnya'—baju kasual yang modis dan masker serta kacamata bening berbingkai bulat. Tentu, untuk melengkapi penyamarannya, dia berias dengan aura sebeda mungkin dengan dirinya yang asli.

Dia melirik smartphonenya, seharusnya toko itu sudah buka. Sudah hampir jam tiga sore. Aplikasi di smartphone-nya menunjukkan kalau bus akan tiba di halte tujuannya dalam dua menit. Waktunya tidak banyak!

Mala berlari kecil menuju halte, pas sekali dia sampai tepat pada waktu pintu bus terbuka dan beberapa penumpang keluar dari dalam sana. Mala melewati dua persimpangan pertama, bus sempat berhenti di dua halte berikutnya, kemudian dia turun di halte ketiga.

Dia berjalan menuju gang sempit perumahan terpencil itu. Menuju tempat luas di balik bangunan-bangunan yang terlihat tak terawat. Ini seperti tempat yang sudah lama mati, tidak ada tanda-tanda kehidupan perkotaan yang ramai penduduk.

Mala berjalan melalui labirin gang-gang kecil itu hingga sampai di lapangan luas di mana salah satu sisinya terdapat toko itu, L' Arc Tu. Bersiap memasang topengnya, dia masuk.

Kling

"Apakah Bartender K ada?"