Chereads / Asteriós : Birth of Calamity / Chapter 2 - #1 - The Start of a Story

Chapter 2 - #1 - The Start of a Story

"Jika segalanya berputar hilang kendali, dan pemandangan ini terbelah membalik, aku sangat ingin melihat kalian berbahagia, meski untuk terakhir Kalinya"

- King Ruta, Book of History

~~~

"Buku itu tentang apa?" Tanya seorang gadis kepada kakak laki-lakinya

"Ini? Ini buku sejarah. Tentang peradaban kuno di Verden, dan Raja yang jatuh bersama rakyatnya. Kamu harus coba baca, ini seru loh!" Jawab kakaknya dengan lembut

"Tidak! Aku malas!"

Gadis kecil itu tersenyum, dia melompat ke pangkuan kakaknya dengan bahagia, disusul dengan kedua orang tua mereka yang datang. Ibu membawa sepiring makanan, ayah membawa kado yang sangat besar untuk anak-anaknya. Saat itu, dunia terasa lebih berwarna dari sekarang, semuanya bisa tersenyum dengan mudah, semuanya bisa tertawa.

~~~

Pasmall, Libert. 2478

10 Tahun kemudian...

"Sudah berapa hari? Tidak, sudah berapa bulan?" Pemuda itu menatap langit yang mendung, mengacungkan jari nya seperti sedang menantang awan

Hari biasa berjalan di Pasmall, sebuah kota terbelakang di kerajaan Libert. Libert adalah kerajaan besar, dengan militer yang sangat kuat di barat Verden, tapi kualitas hidup disini sangat buruk. Kemiskinan, kelaparan, hingga kriminal yang tinggi pasti terjadi, khususnya di kota Pasmall yang menjadi tempat tinggal bagi ratusan ribu penduduk menengah kebawah

"Setiap kali aku memikirkannya, rasanya seperti baru saja terjadi kemarin..." Pemuda itu berdiri, dan melangkahkan kakinya untuk berjalan. Dia menyusuri jalanan kumuh kota Pasmall, sepanjang jalan yang terlihat adalah gelandangan yang tidur di pinggir jalan, gundukan sampah yang tidak dibersihkan, bahkan peti jenazah yang tidak diurus oleh keluarganya ditinggalkan begitu saja di bawah jembatan. Sebuah suasana paling buruk yang bisa kamu bayangkan

Verden adalah planet yang luas, dengan banyaknya bentang alam, dan sejarah dibaliknya. Tidak menutupi kenyataan bahwa sebagian besar penduduknya tidak merasakan kebahagiaan sejak 300 tahun lalu. Bahkan menurut sejarah, hal-hal seperti ini sudah sering terjadi bahkan sejak zaman peradaban kuno ribuan tahun lalu, sudah menjadi hal biasa di planet yang besar ini.

"Kalau begini terus, aku tidak akan bisa berubah" Gumam pemuda itu

Dia sampai di depan sebuah rumah di pinggiran kota, melihat pintu yang terbuka sedikit, dia yakin ada orang di dalam. Tanpa memikirkan hal lain, dia hendak mengetuk pintu dan memanggil pemilik rumah, tapi tidak ada siapapun yang menanggapi. Di waktu yang bersamaan, dia mendengar seseorang yant berteriak memanggil namanya

"Noa! Aku disini!"

"...? Seseorang memanggil namaku?" Itulah nama Pemuda itu, Noa. Dia mengangkat dagunya dan melihat keatas, rupanya orang yang dia cari-cari adalah yang memanggil namanya dari tadi

"Dokter Adrian...? Kau sedang apa di atas sana?" Tanya Noa

Adrian menjatuhkan kotak peralatan, yang kemudian di tangkap oleh Noa dengan mudah. Dia menurunkan tangga dan menggunakannya untuk turun menghampiri Noa

"Ahh akhirnya selesai. Kau tau? Pagi tadi aku melihat jalur di langit, kurasa mereka melakukan uji coba roket lagi." Jelas Adrian

"Siapa? Maksudmu pemerintah Libert? Lawakan yang bagus, sejak kapan mereka peduli pada ilmu pengetahuan?" Mendengar ucapannya, Adrian tertawa terbahak-bahak sambil menepuk-nepuk punggung Noa

"Hahahaha... Kau memang lucu! Tentu saja bukan Pemerintah kita. Kemari, masuklah biar aku tunjukkan sesuatu"

Mereka masuk kedalam rumah. Hal pertama yang terpikirkan ketika masuk kedalam rumah Adrian pasti adalah masalah kerapian, barang-barang didalamnya benar-benar tidak tertata, buku-buku berserakan diatas meja, piring-piring menumpuk di teras, pria tua ini memang seorang Dokter, bukan seorang Ibu rumah tangga.

"Ughh kau yakin tidak ingin menikah?" Tanya Noa sambil menatap jijik kedalam rumah

"Tidak tidak... Itu terlalu berisiko, aku senang hidup begini" jawab Adrian dengan remeh

Di dalam hatinya, Noa tau pria ini sangat kesepian sama seperti dirinya, karena itu mereka selalu saling mengunjungi dan saling membantu. Tapi ketika Noa mencoba membantunya membereskan rumah, Adrian selalu menolak. Adrian membereskan tumpukan barang diatas sofa, lalu mempersilahkan Noa untuk duduk selagi dia mengambil minuman ke dapur.

Sambil duduk disana, Noa meraih sebuah foto yang terpajang di atas meja. Di dalamnya adalah Adrian muda, Seorang gadis, dan seorang pemuda lain. Ekspresi Noa berubah begitu melihat fotonya, dia tidak mengalihkan pandangannya dari Foto itu.

"Sudahlah jangan terus diperhatikan, itu tidak baik untuk kesehatan mentalmu" Adrian kembali dengan minuman yang ia suguhkan pada Noa

"Ah maaf, aku terbawa suasana" Noa mengembalikan foto itu ke tempatnya

Adrian menghampiri Noa, dan duduk di sampingnya. "Ini, minumlah. Aku akan memindahkan foto itu ke tempat lain, kurasa itu kurang bagus untuk mental mu"

"Tidak! Tolong, biarkan foto itu disini. Aku masih ingin melihat wajah orang tuaku" Dia memohon pada Adrian

"Huhhhh... Baiklah jika itu maumu" Adrian menghela nafas. Lalu mengangkat setumpuk berkas keatas meja, itu adalah sesuatu yang sebelumnya dia bilang ingin dia tunjukkan pada Noa. Sebagian besar berkas itu adalah surat kabar dari luar yang didapatkan Adrian dari penyuplai diluar Pasmall, berita yang disampaikan juga beragam, namun sepertinya ada berita khusus yang ingin ditunjukkan pada Noa

"Mereka mendapatkan banyak sekali hari ini, dan kau tau? Aku tidak perlu membayar hari ini hahahaha!" Adrian mengambang salah satu surat kabar terbaru yang baru saja ia dapatkan pagi tadi. Itu berisi tentang berita mengenai uji coba Roket di Zakhira, yang sepertinya menarik perhatian Libert selaku negara tetangga.

"Jadi... Ini yang ingin kau tunjukkan? Kurasa aku hanya buang-buang waktu saja" Noa menanggapinya

"Hhhhh... Bukankah kau selalu suka hal-hal seperti ini? Bahkan sejak kecil kau sangat ingin Ke Luar angkasa!"

"Hei! Kau kelewatan dasar orang tua!" Pipinya memerah, mendengar ucapan Adrian tadi.

"Hahaha baiklah, sebenarnya ada hal lain yang ingin aku tunjukkan, lihat ini" Adrian membuka halaman belakang dari surat kabar itu, dia menarik secarik kertas yang ternyata adalah sebuah tiket kereta untuk satu orang

"Itu... Sebuah tiket?" Tanya Noa

"Benar. Bukankah Minggu lalu kau bilang? Kau ingin menepati janjimu pada adikmu, dan memintaku untuk membantu mencarikan tiket kereta menuju Pelabuhan terdekat untuk berlayar ke Seberang" Jelasnya

"Ahh iya, jadi kau benar-benar membantuku... Tapi ini hanya satu?" Tanya Noa lagi. Setelah ia melihat tiket itu lebih dekat, rupanya itu tiket menuju pelabuhan Avancee di republik Damacia. Salah satu negara tetangga Libert yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Pasmall.

"Ya, aku tidak akan ikut, tapi jagan khawatir! Aku akan tetap disini."

Adrian mengambil sebuah peta, itu adalah peta jalur kereta yang melintasi benua ini. Salah satunya adalah kereta keberangkatan dari Stasiun Pasmall. "Pelabuhan Avancee tidak terlalu jauh dari sini, jika kau berangkat dari Pasmall di malam hari, kau akan sampai pada sore harinya, itu yang terdekat jika kau ingin ke pelabuhan."

"Tapi... Apa tidak ada pelabuhan lain? Maksudku, Benua ini luas kan?" Tanya Noa penasaran

Adrian menunjukkan jalur lain yang mengarah ke pelabuhan kota Fjalir Di Negara Utara Endavollr. "Pelabuhan Fjalir di Endavollr, itu lebih jauh dari Avancee jadi aku tidak merekomendasikan nya. Lagipula tujuan mu ke benua timur kan? Jauh lebih dekat jika berlayar dari Avancee"

"Baiklah, aku mengerti. Jadi langsung ke Avancee... Lalu berlayar dari sana"

"Tepat sekali" Adrian berdiri, dia berjalan kehadapan Noa

Dia jongkok di hadapan Noa, lalu menepuk pundak nya. Dengan suara nya yang lemah, dia menyampaikan pesannya pada Noa "Ingat, jika sudah berangkat, jangan kembali. Kembalilah jika janjimu sudah di tepati, tunjukkan cinta mu padanya, bukankah itu tujuanmu?" Ucapnya dengan lambat

".....Ya"

Noa adalah pemuda yang baik, saking baiknya dia sampai sering melupakan dirinya sendiri, karena ia selalu mementingkan orang lain. Baginya kepuasan adalah ketika orang yang ia cintai mencintainya kembali, tidak lebih ataupun kurang dari itu, setidaknya sebelum hari itu.

"Hari itu... Semuanya berubah. Benar-benar berubah" Pemuda itu pulang dengan keadaan yang lemah, lalu dia menjatuhkan dirinya keatas kasur yang berantakan, matanya menatap ke langit-langit ruangan yang rapuh dan dapat runtuk kapan saja, kedua tangannya diangkat seperti sedang mencoba meraih sesuatu, sesuatu yang jelas tidak bisa ia dapatkan kembali

Dia berbisik didalam hatinya "Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padanya selama aku pergi?" Dia mengerutkan keningnya, ekspresinya seperti oreng khawatir, tentu karena ia memang sedang khawatir

Dia berbisik sekali lagi dalam hatinya "bagaimana jika hal buruk itu terjadi padaku? Aku tidak akan memedulikannya, tapi jika itu terjadi padanya... Aku tidak akan bisa menerimanya"

Dari posisinya, matanya melirik ke sebuah kotak lalu ia mengambilnya. Sebuah kotak surat yang dititipkan adik perempuannya yang baru saja meninggal Minggu lalu, kotak itu adalah alasan utama ia ingin pergi ke benua timur. Ketika kotak itu di buka, yang pertama kali terlihat di dalamnya adalah sebuah surat yang dituliskan adiknya untuk seorang teman, sebuah surat yang ingin disampaikan langsung pada penerimanya, tapi takdir berkata lain. Penyakit yang buruk harus merenggutnya dari dunia

"Aku menulis ini untukmu :D! Surat ini aku dedikasikan padamu, satu-satunya temanku-"

"Kamu sudah susah payah menulis semua ini. Alia..." Dia meneteskan air mata, mengetahui betapa tidak adilnya dunia ini, sekaligus menyadari betapa luasnya dunia ini

"Alia... Sesuai janji kakak. Semoga semuanya berjalan dengan lancar" Dia memejamkan matanya, lalu tertidur

Di malam yang dingin itu, bulan bersinar dengan terang, cahayanya menyorot kedalam kamar, menyinari satu titik di ruangan yang berantakan itu, menyinari sebuah foto. Itu adalah foto Seorang gadis yang terlihat sangat bahagia bersama kakak dan kedua orangtuanya, dan di sampingnya adalah sebuah buku. Buku sejarah tentang peradaban Kuno di Verden.

***

Di Barat daya Pasmall. Sebuah iring-iringan kendaraan yang sepertinya adalah orang-orang kelas atas yang tinggal di ibukota. Iring-iringan mobil mewah bergaya steampunk memenuhi jalanan kotor Pasmall, seperti langit dan bumi. Roda kendaraan yang sangat mengkilap berputar diatas jalanan batu yang tidak sedikit dari ruasnya telah tertutupi genangan air kotor.

"Jadi... Ini adalah kota Pasmall?" Di dalam salah satu kendaraan. Seorang wanita berpakaian rapi selayaknya orang kelas atas bertanya kepada lawan bicaranya yang juga merupakan seorang wanita, lebih tepatnya seorang gadis muda berambut pirang yang pakaiannya terlihat lebih sederhana dari wanita itu

Sang gadis menoleh keluar, dia berbicara dengan suaranya yang lembut "Iya. Dulu aku menghabiskan masa kecilku disini, tempat ini masih belum berubah sejak dulu. Kau tau? Terlahir disini dan dibesarkan disini bukanlah hal yang mudah, tapi aku cukup menikmatinya"

Jika dilihat dari matanya, gadis itu terlihat seperti orang yang sedang terharu. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kota yang kumuh dan jorok itu, sebaliknya. Si wanita yang sebelumnya bertanya langsung melemparkan pandangannya kearah lain, dengan wajah jijik dia menoleh menatap sang gadis

"Bagaimana bisa orang rendahan sepertimu mengubah nasibnya! Bahkan sampai menjadi anggota keluarga Kerajaan, mereka pasti menyembunyikan sesuatu dari kami. Kan?!" Tanya wanita itu dengan ekspektasi sombong yang terpampang

"Tidak. Dari awal memang seharusnya seperti inilah hidupku, justru aku sangat sial karena tidak satupun dari mereka menyadarinya" gadis itu menghela nafas panjang begitu menjawab pertanyaan wanita di seberangnya itu

"... Tetap saja. Itu tidak adil!"

Kali ini ucapan wanita sombong itu menarik perhatian gadis itu. Begitu mendengarnya dia langsung menoleh menatap wanita itu sambil mengerutkan alisnya "Sekarang tatap hidupmu didepan cermin. Kau tidak mengerti apa itu keadilan. Tidak satupun dari kalian paham. Bahkan keluarga Kerajaan pun tidak pernah menanggapinya dengan serius. Kata keadilan di negara ini hanya sebatas formalitas, tapi tidak pernah benar-benar diberlakukan."

"...!" Mendengar ucapan gadis itu yang sepertinya mulai memanas, wanita sombong itu hanya terdiam dan menundukkan kepalanya. Pada akhirnya perjalanan iring-iringan ini mereka lewati tanpa sepatah katapun, sepanjang perjalanan suasana menjadi canggung. Bahkan sampai mereka kembali ke ibukota, keduanya tetap tidak saling berbicara seakan mereka tidak pernah bertemu di sepanjang perjalanan

***

Saat itu masih sangat pagi, mungkin sekitar pukul 2 atau 3 pagi. Noa memutar tubuhnya yang terbaring lemas diatas ranjang, lalu mengangkat tubuhnya dan terduduk dengan kondisi yang sepertinya masih ngantuk, hal itu dijelaskan dengan jelas oleh kedua mata nya yang masih tertutup rapat meskipun tubuhnya sudah bangun. "Akhirnya pagi juga... hoaaaam"

Pemuda itu menguap. Dia perlahan membuka kedua matanya, mengarahkan pandangannya kearah jendela yang masih ditinggal terbuka sejak malam.

Cahaya Mentari pagi bersinar melewati celah-celah rumah, cahayanya bersinar tepat kearah mata pemuda itu, membuatnya mau tidak mau berpaling dari tempat itu. Dia mengangkat kedua kakinya lalu menapakkan keduanya ke lantai, pagi yang cerah harus dijalani dnegan bahagia. Kan?

Dia berjalan keluar kamar. Menuruni tangga yang rapuh menuju dapur yang kosong. Tidak ada siapapun disana sejak kejadian yang baru saja menimpanya.

"... Begini lagi" ucapnya dengan lemas.

Diatas meja, sepiring roti sisa kemarin yang sepertinya masih layak dimakan terlihat begitu enak, roti bekas itu terlihat seperti makanan bintang lima. Entah seberapa lapar Noa, dia bergegas mengambil roti itu dan memakannya dengan lahap.

"Rasa yang tidak ramah. Tapi setidaknya ini gizi yang cukup untuk mengenyangkan perut."

Noa menduduki kursi kosong disana. Sambil memperhatikan tiket kereta yang kemarin diberikan oleh Adrian. Yang entah sejak kapan dipegangnya.

Dirinya bergumam "Avancee... Jadi dari sama aku bisa menaiki kapal di pelabuhan. Ya? Tapi pasti tidak mudah, apalagi aku tidak punya banyak uang untuk membeli tiket kapal. Mungkin aku harus meminta bantuan seseorang begitu disana..." Selain itu, dia juga tentunya harus memikirkan hal lain. Seperti bagaimana cara bertahan hidup di negeri orang, lalu mencari tempat untuk bermalam disana sampai mendapat kapal untuk berlayar ke benua timur, dan tentunya dia juga harus memikirkan tentang bahaya yang mungkin bisa saja menimpanya dalam perjalanan ataupun ketika berada di sana

Meski begitu. Noa punya alasan yang kuat untuk melakukan perjalanan ini, bagaimanpun juga itu adalah permintaan terakhir sang adik, dan janji terakhir yang dia berikan pada sang adik. "Ini... Akan kakak lakukan untukmu. Adikku"

***

Tiket yang diberikan oleh Adrian adalah tiket kereta untuk keberangkatan pukul 3 pagi. Seorang pemuda bernama Noa, pemuda yang baru saja kehilangan seluruh anggota keluarganya, dia berdiri di depan pintu rumah Adrian sambil memegang secarik kertas dengan kedua tangannya. "... Baiklah, sepertinya ini saatnya. Terimakasih banyak! ... Paman!"

Pemuda itu menyelipkan kertas yang sepertinya adalah ucapan selamat tinggal itu ke bawah pintu. Lalu Bergegas meninggalkan tempat itu, untuk menuju ke stasiun Pasmall.

Udara yang dingin, serta perasaan yang bercampur aduk antara takut, khawatir, dan senang. Membuat semua ini terasa seperti sebuah pelarian, sebuah rencanan kabur dari sebuah penjara dengan keamanan paling ketat. Karena secara teknis Pasmall sangat cocok dengan deskripsi itu. "Aku akan menepati janjiku" gumamnya.

Sebuah surat yang dia rangkul. Adalah alasan utama untuknya melakukan ini, setidaknya untuk saat ini. Dia tidak tau hal apa yang ada di luar sana, kekacauan apa yang sedang terjadi di sana, semua [][][][] dan hal buruk yang menunggunya di sepanjang perjalanan. Semua itu tidak salah, itu benar.

"..."

"... Sial"

"... Kenapa- jadi begini!"

Tubuhnya terbaring lemah. Itu adalah sebuah gerbong kereta, sebuah gerbong yang tidak lagi terlihat seperti seharusnya. Di malam hari yang sunyi, kegelapan menerkam kereta ini, menenggelamkan seluruh isinya kedalam lautan darah.

"... Kenapa- harus disaat seperti ini?!"

Di hadapannya. Sosok raksasa(?) Tidak, itu terlihat begitu besar karena rasa takut, serta tekanan yang saat ini sedang Noa rasakan.

"Dia... Akan membunuhnya?!"

"Yang benar saja!"

______________________________________________

Next : #2 Hijacked

To be Continued...