Chereads / Thorny Roses / Chapter 2 - Chapter 2

Chapter 2 - Chapter 2

Bug! Bug!

Untuk kesekian kalinya Kudo melihat ke arah arlojinya.

Sudah hampir dua jam Roman sibuk meninju dan menendang samsak yang tergantung pasrah di sudut ruang kerjanya.

Kudo kembali menatap Roman dan setelah melihat sorot mata dari bos sekaligus sahabatnya itu, dia bisa memastikan bahwa aktivitas tinju meninju tersebut masih akan berlangsung lama.

"Kau tidak lelah?"

"Tidak."

"Ayolah, Roman! Kau sudah seperti ini selama hampir dua jam! Aku saja yang dari tadi hanya memperhatikanmu sudah merasa lelah! Istirahat lah sebentar!"

"Pulang saja dahulu jika kau lelah."

"Tentu saja itu tidak mungkin, bukan?! Lalu apa kau lihat berkas yang menumpuk di sana itu?"

Roman pun melirik sebentar ke arah yang ditunjuk oleh Kudo sambil masih menganiaya samsak di depannya.

Tentu saja Kudo semakin dibuat gemas oleh tingkah laku bosnya yang acuh.

"Roman, serius! Berhenti sekarang dan segera baca semua ini!"

Roman lalu menghentikan laju samsak yang baru saja dia pukul dengan keras kemudian berjalan menuju meja kerjanya setelah mengambil salah satu berkas yang diberikan oleh Kudo dengan alis yang bersungut-sungut.

Hanya dibutuhkan waktu kurang dari satu menit bagi Roman untuk membaca berkas itu.

Tepat setelah Roman meletakkan satu set kertas tersebut, Kudo sudah bisa menebak apa yang dipikirkan oleh sang sahabat.

"August?"

"Benar."

"Mengapa? Bukankah sebelumnya mereka menolak penawaran kita?"

"Hal itu sebenarnya juga mengusik pikiranku, Roman. Aku telah menyelidiki August beberapa bulan belakangan ini dan sepertinya mereka sedang mengalami masalah keuangan yang cukup berat. Mungkin itu sebabnya mereka memutuskan untuk mengajukan penawaran kerjasama dengan perusahaan kita yang sebelumnya mereka tolak mentah-mentah."

Seutas senyum sinis pun tersungging di bibir Roman.

Senyum tersebut sontak mempengaruhi Kudo untuk menyunggingkan senyum serupa karena dia tahu persis apa yang saat ini sedang dipikirkan oleh sang sahabat.

"Lucu sekali, bukan? Aku akan segera mengirimkan surat penolakan terhadap penawaran ini."

"Kurasa mereka bisa lebih sukses di dunia komedi daripada otomotif."

"Hei.."

Kudo lalu melihat sekeliling untuk memastikan bahwa saat ini tidak ada orang selain mereka berdua.

"Ada apa?"

"Aku hanya memastikan bahwa pegawai yang lain tidak mendengar ucapanmu! Bagaimana jika ada yang mengadukan nya pada August?!"

"Terkadang kau terlalu berlebihan dalam menyikapi sesuatu, Kudo. Lagipula siapa yang berani mencuri dengar pembicaraan antara CEO dan manajernya? Mereka tak mungkin melakukan hal tersebut karena sama saja dengan bunuh diri."

Ucapan Roman terdengar menyebalkan bagi Kudo. Namun Kudo tak dapat menyanggahnya karena semua yang dikatakan oleh Roman adalah kebenaran.

Untuk sesaat Kudo melupakan siapa sosok yang tengah duduk tenang di kursi kerjanya itu.

Di usianya yang baru menginjak dua puluh tiga tahun, Roman tergolong masih terlalu muda untuk menjadi seorang CEO di perusahaan keluarganya setelah ayahnya meninggal dunia.

Namun di usia semuda itu, Roman bisa membuktikan bahwa dia adalah sosok yang berkualitas untuk memimpin perusahaan otomotif yang sekarang menjadi miliknya.

Selain itu banyak hal menyedihkan yang telah terjadi di masa lalu.

Itulah yang membentuk kepribadian Roman yang sekarang Kudo kenal sebagai seorang pria pekerja keras, dingin, dan teguh pada pendiriannya.

Namun di samping itu semua, Kudo masih menyimpan kekhawatiran yang begitu besar terhadap sang sahabat.

Manajer muda itu lalu membuka catatannya.

"Apa kau sudah memutuskan jadwal terapimu untuk minggu ini?"

"Aku tak ingin melanjutkannya."

"Apa?! Mengapa?!"

Roman tak serta merta menjawab pertanyaan tersebut.

Pikirannya lantas melayang kembali ke saat dimana dia menjalani terapi dengan seorang dokter wanita untuk menyembuhkan haphephobia nya.

"Ugh!"

Roman pun memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit. Hal tersebut tentu saja langsung membuat Kudo terkejut.

"Roman?!"

"Aku tidak bisa melakukannya, Kudo! Setiap sentuhan yang dia berikan justru membuatku takut! Aku takut dia tiba-tiba menikamku seperti apa yang dilakukan ibu terhadap ayah!"

Roman pun semakin tak terkendali. Peluh mulai membasahi seluruh tubuhnya dan dia gemetar hebat.

Melihat hal tersebut, Kudo langsung mendekap tubuh CEO muda itu.

"Sstt.."

Pemandangan seperti ini sudah biasa bagi Kudo sehingga dia tahu bagaimana cara untuk memberikan pertolongan pertama saat haphephobia itu muncul.

Kondisi Roman tersebut tentu membuat Kudo begitu terpukul.

Dia menyesal karena tak bisa berada di samping Roman saat tragedi memilukan itu terjadi dan penyesalan itu semakin tumbuh subur di hatinya ketika dia tahu bahwa trauma dari masa kecil sang sahabat membuat Roman terserang haphephobia.

Setelah dua puluh menit berlalu, Kudo akhirnya dapat merasakan bahwa gemetar di tubuh Roman telah berkurang sehingga dia melepaskan dekapannya.

Pria itupun lalu memberikan segelas teh untuk sang sahabat.

"Sudah lebih baik."

"Ya."

"Maafkan aku."

"Itu bukan salahmu."

"Tetap saja itu.."

Kudo tak kuasa melanjutkan ucapannya karena rasa bersalah yang dia rasakan.

"Sudahlah."

Roman pun berdiri lalu berjalan ke arah pintu.

"Kau mau kemana?"

"Aku perlu musik."

"Tentu."

Kudo dengan cepat menekan beberapa nomor di handphonenya. Setelah bercakap-cakap sebentar dengan seseorang di ujung telepon, manajer itu segera bergegas menyusul Roman yang sudah lebih dulu meninggalkan ruangannya.

Blam!

"Aku sudah memesan seisi Mars Autumn secara pribadi untukmu. Tentunya aku juga meminta sang manajer untuk memulangkan pegawai wanitanya lebih awal sehingga kau bisa menikmati waktumu di sana dengan tenang."

Tanpa menunggu jawaban dari Roman, Kudo segera memacu kuda besinya menuju klub musik paling terkenal di Orion.

Ckit!

"Tuan Kudo.."

Sang manajer sendiri lah yang menyambut kedatangan kedua pria kaya itu.

Mereka berdua pun berjabat tangan dan saling bertukar kabar karena sudah lama baik Kudo maupun Roman tak mengunjungi tempat tersebut.

Tak lupa sang manajer juga menyapa Roman yang lalu ditanggapi oleh CEO muda itu dengan sebuah anggukan kepala sambil tersenyum simpul.

"Suasana hatinya sedang buruk. Aku akan sangat berterima kasih jika kau bisa menyuguhkan musik akustik klasik yang mengalun lembut dan bisa menemani waktu malamnya di sini."

"Hmm.. Akustik klasik ya.. Aku tak yakin akan hal itu, Tuan Kudo. Walaupun terlihat mudah, akustik klasik sebenarnya merupakan instrumen yang cukup sulit untuk dimainkan karena itu berkaitan dengan emosi yang dirasakan oleh para pemainnya."

"Aku yakin kau bisa mendapatkan pemain yang sudah kau deskripsikan itu, Tuan Andreas."

Sang manajer pun melirik ke arah Roman yang masih menunggu di dalam mobil.

Sebagai tamu yang sudah menjadi pelanggan tetap di klub musiknya, Andreas tentu tak ingin mengecewakan Roman.

Dia lalu meminta salah satu pegawainya untuk mencari pemain akustik klasik secepat mungkin dan dia tak mau tahu entah bagaimana caranya.

Andreas kemudian tersenyum ramah sambil melihat ke arah Roman setelah pegawainya pergi.

"Masih melakukan serangkaian turnamen olahraga sambil menjalankan bisnis, Tuan Roman? Pasti aktivitasmu sangat lah padat hingga kau terlihat sedikit lelah."

Andreas lalu membukakan pintu untuk Roman dan mempersilahkan pria muda itu menuju ke tempat yang sudah dipersiapkan.

"Apakah kau tak ikut bergabung malam ini, Tuan Kudo?" tanya Andreas yang melihat Kudo justru kembali masuk ke dalam mobilnya.

"Sayangnya kali ini aku harus melewatkannya. Ada hal yang harus ku lakukan di kantor, Tuan Andreas. Jadi bisakah kupercayakan Tuan Roman padamu? Kau masih ingat pesanku tadi, bukan? "

"Percayakan padaku."