Indigo interdimensional, mungkin itu sebutan bagi jenis indigo yang kupunya, aku bisa melihat mereka, merasakan kehadiran mereka, bahkan jika aku mau, aku bisa berkomunikasi dengan mereka. Setelah pengalaman melihat sosok dibekas gedung sekolah itu, semakin sering aku melihat mereka.
Aku bisa melihat di dapur rumahku ada sesosok wanita bergaun merah panjang dengan muka yang menyeramkan sering hilir mudik dari arah dapur menuju gudang belakang, kadang sosok itu membuat suara-suara dan keributan di dapur, sampai-sampai ayahku sering mengira ibuku ada di dapur, padahal ibuku sedang tidak ada disitu.
Kondisi ini membuat frustasi, ayah dan ibu seperti tidak menganggap apa yang selalu kuceritakan, mereka malah menganggap aku bocah penakut, bahkan menduga aku punya masalah kejiwaan.
"Ayyaaaahhh ... Anterin ke kamar mandi dong Yah, aku takut, di kaca sering kelihatan ada ibu-ibu baju merah rambut panjang... " Seperti biasa aku merengek minta di atar ke kamar kecil kalau ingin pipis sebelum tidur malam. Sebenarnya aku sudah hafal kalau ayah akan marah dan membentak ku, tetapi aku benar-benar takut, karena itu aku selalu mencoba berusaha meminta bantuan lebih dulu.
"Aaahhhh.... Kamu itu sudah besar, lagi pula mana ada itu ibu-ibu baju merah rambut panjang, ayah tidak pernah lihat, itu karangan sama bisa-bisanya kamu saja, sana pergi sendiri sana. "Ayah menolak mengantarku. Sementara, aku lihat ibu malah pura-pura sudah terlelap tidur, Kadang aku merasa ayah dan ibu sebenarnya juga takut.
Hidupku sendiri mulai tidak tenang, saat tidur aku berusaha keras memejamkan mata, walaupun sebelumnya dari jendela aku melihat sosok tinggi besar, berbulu hitam dengan mata merah menyala dan bergigi taring panjang menatapku dari bawah pohon mangga. Sosok itu kadang berdiri di dekat jendela kamarku, hampir tiap malam yang ku alami adalah suasana horor, aku tidak berani sendiri.
Aku tidak berani melihat ke arah-arah tertentu karena aku tahu di arah itu penampakan mereka yang ku jumpai, kadang ada yang muncul dengan kepala terjuntai dari atas lemari, kepalanya panjang menjulur ke arahku, kadang ada yang menindihku berupa sosok nenek-nenek saat aku tidur, membuat napasku sesak setengah mati dan badanku kejang-kejang, persis sakit ayan, padahal bukan, ayah ibu membawaku ke dokter, tentu saja dokter tidak menemukan penyakit ayan di tubuhku.
Lama-kelamaan aku tidak hanya bisa melihat mereka, tetapi juga mendengar jelas suara mereka, suara seperti Geraman, desahan berat, cekikik tawa, dengusan napas, atau benda benda yang mereka gerakan bisa kudengar dengan jelas. Sampai pada titik itu aku merasa hidupku adalah mimpi buruk, mimpi buruk yang panjang dan melelahkan, aku mencoba lebih dekat dengan Tuhan, sayang nya hal itu tidak berpengaruh banyak, mereka memang seperti sedikit memberi batas padaku. Tetapi mata ini tetap bisa melihat mereka. Suara mereka juga masih bisa terdengar, bahkan semakin sering dan jelas. Bagiku mimpi buruk ini tidak akan pernah berhenti. Sampai pada satu titik aku merasa lelah, Mengapa hari ini rasanya bagai malam? Ada yang salah di dalam diri ini, mengapa hari ini aku begitu tegang? Hanya ketakutan yang kurasakan, Aku tak tahu apa yang mulanya membuatku tertekan, atau bagaimana tekanan itu bertambah besar, tapi ku tahu bagaimana rasanya. mendengar suara di dalam benakku Rasanya bak wajah yang disembunyikan, wajah yang bangkit saat ku pejamkan mata, wajah yang memperhatikanku tiap kali ku berbaring, wajah yang tertawa setiap kali aku jatuh, Rasanya tak bisa ku hentikan apa yang kudengar.