Chapter 6 - chp6. betulkah?

   "Ohoo, itu menarik, oke ayuk mgobrol kita di atas"

 

   Inyo tersenyum tertarik pada jawaban Abi, berjalan kearah gerbang kos, "oh iya, lu pada mau minum apa biar gua pesenin?"

  "Apa aja bang, samain aja"

  "Oh gitu, ya udah gua pesenin es teh manis aja ya?"

  "Iya bang, makasih"

  Kegugupan Abi semakin menarik dan membuatnya penasaran, atas dasar apa orang yang terlihat sepertinya sangat terdidik, cerdas, ganteng dan kaya, gugup seperti itu hanya karna perbincangan singkat dengan dia.

  "Bude.. Es teh manis tiga, bawain keatas ya" panggil Inyo pada seorang ibu pemilik warung baso, baksonya enak, pemiliknya ramah, ini juga termasuk makanan yang sering Inyo makan, yah walaupun tidak tiap hari.

  "Iya, nanti bude anterin" jawab bude santai, tidak terlalu mempedulikan kata-kata Inyo, karna ya Inyo juga terbilang santai pada makanan yang dia pesan, jadi bude biasanya menomor belakangkan pada pesanannya dan fokus pada pesanan orang lain.

  "Bude, jangan kelamaan ya, saya ada tamu" lanjut Inyo, mengerti pada kebiasaan bude.

  "Ya udah, bude bikinin langsung"

    "Makasih ya bude, saya tunggu diatas"

--------------------------------------------------------

   Balkon lantai dua, tempat yang memang disediakan pemilik kos untuk penyewanya bersantai ngopi, dengan beberapa meja kecil dan empat kursi tiap mejanya.

  Sekarang jam 9.30 pagi, jam para penghuni kos masuk kerja ataupun sudah berangkat kuliah, bisa jadi juga masih jam tidur bagi mahasiswa yang suka begadang, jadi balkon sepi tanpa ada yang duduk-duduk.

  "Duduk duluan aja ya, gua mau ke kamar dulu" Inyo muncul dari tangga dengan Abi dan Karina dibelakangnya.

  "Iya bang"

  Inyo lanjut naik ke lantai tiga, meninggalkan Abi dan Karina berdua di balkon.

  "Bi, kita ngapain sih disini? Juga kok kamu gak jelas banget dah? Emang itu siapa sih?" Karina bertanya dengan jengkel ke Abi, dia nurut apa kata Abi, jangan ikut campur, tapi tetap saja keanehan Abi perlahan membuatnya jengkel.

  "Na, ini seperti yang aku bilang tadi, tentang masa depan"

  "Tentang masa depan? Karir kamu? Tapi kan karir kamu gk kenapa-napa, masih bagus-bagus aja"

  "Nanti ya aku ceritain semua, biar sekalian, bakal sama kok nanti apa yang aku pengen ceritain ke orang tadi sama apa yang aku bakal ceritain ke kamu"

  Karina hanya bisa menggelengkan kepalanya, tidak memaksa dan hanya melihat Abi menyandarkan badannya kesandaran kursi memejamkan matanya.

  Lima menit seperti itu, hingga terdengar langkah kaki dari arah lantai bawah, Abi membuka matanya, menengok kearah langkah kaki terdengar, yang ternyata hanya ibu tukang bakso membawa tiga gelas Es teh manis.

  "Silahkan mas, es tehnya"

  "Makasih bu"

-----------------------------------------------------------

  Sementara itu dilantai tiga, Inyo berjalan santai menuju tangga, segar sehabis mandi, rambutnya yang basah terkuncir kuda, celananya ganti menjadi celana training panjang dengan baju yang sama, membawa kripik kentang di tangan kanan dan mangkok ditangan kirinya.

  "Silahkan mas, es tehnya"

   Turun dari tangga lantai tiga, bersamaan dengan bude datang membawa minuman yang dia pesan.

  "Makasih bude, nanti saya bayar" ucap Inyo kepada bude yang hendak turun kembali ke warungnya.

  "Iya, ini gak sekalian pesen bakso juga?"

  "Entar aja bude, saya pesen lagi"

  "Ya udah, nanti sms aja kalo mau mesen"

  "Iya budeh"

  Inyo menatap bude pergi menuruni tangga, berfikir sepertinya enak juga pagi-pagi makan baso, 'entar aja dah, mules makan jam segini mah', Inyo lalu berbalik kearah meja tempat Abi dan Karina.

   "Bang.." Abi berdiri dari kursinya seolah menyambut kedatangannya.

  "Duduk.. duduk, santai aja, diminum es tehnya" jawab Inyo sambil menarik kursi yang terlalu mepet ke meja.

  "Jadi gimana?" Tanya Inyo santai sembari menyuguhkan kripik kentang dengan tiga mangkok yang dia bawa.

  "Bang, saya orang yang kembali dari masa depan" kata-kata terucap dari mulut Abi.

  "Hahahahahahah" perkataan yang datang dari mulut Abi membuatnya tertawa terbahak-bahak.

  "Gini, mungkin abang gak percaya tapi saya bakal ceritain semua ke abang"

  "Gak, lu salah paham sama maksud gua, ahahah"  jawab Inyo menahan tawanya, "Gini, gua percaya sama lu"

  "Mak.. maksudnya bang?"

  "Biar gua cerita dulu kenapa gua percaya, Ini lebih ketebakan gua aja sih, jadi nanti bisa lu bantah, gimana?"

  "Silahkan bang, abang cerita duluan aja"

  "Oke begini, gua bakal cerita dari awal tebakan gua" ujar Inyo sambil memakan camilannya, "gua jam setengah lapan tadi baru tidur, semaleman kerja capek ngantuk, tiba-tiba pintu kos gua digedor-gedor, karyawan warnet gua, Cacan, bangunin gua pagi-pagi bilang katanya ada yang nyariin gua"

  "Gua gak tau siapa yang nyariin gua, yang ternyata emang pas ketemuan orang yang gak gua kenal" lanjut Inyo menatap dua orang didepannya, "satu cwo ganteng, kayaknya eksekutif muda masa depan cerah, satunya lagi cwe cantik manis, rambutnya panjang bagus"

  "Awalnya gua kira orang mau nanyain kosan, tapi kok makin gua peratiin makin aneh" Inyo menjeda kata-katanya, menyeruput es teh manis, "yang cwek bingung mau ngapain, seolah gak tau dia dibawa kemana, yang cwok natap gua gemeteran gak jelas, padahal kayaknya gua gak pernah ketemu orang ini"

  "Betul gak? Hmm.. siapa nama kamu?" Tanya Inyo ke Karina, yang dia lupa namanya.

  "Karina, mas, tunangannya Abi, orang yang pengen ketemu masnya, jadi saya gak tau kesini mau ngapain"

   "Oh iya, Karina sama Abi" jawab Inyo menggelengkan kepalanya, wajar orang bangun lupa, "lupa, masih ngantuk banget tadi pas kenalan"

  "Jadi Karina gak tau mau ngapain, padahal dari reaksi Abi pas ngeliat gua, kayaknya Abi tau betul mau ngapain, mau ngomong apa"

  "Gini, sebelum gua lanjutin tebakan gua, gua bakal ceritain siapa gua, gua tau lu berdua pasti bingung, Karina bingung, lu juga pasti bingung kan, Bi?"

  "Ya bang"

  "Oke, jadi siapa gua ini bakal jadi pencegah kebingungan lu pada tebakan yang bakal gua omongin nanti"

  "Gua Indra Dipta Wardana", Inyo melirik ke Abi, yang terkejut mendengar nama lengkapnya, "liat? Benerkan apa kata gua, baru nyebut nama aja lu udah kaget, jadi dengerin omongan gua"

  "Gua tuh tinggal sendirian di Jakarta, gua gak bakal cerita tentang kenapa gua bisa sendiri, kemana keluarga gua, bla bla bla, yang pasti gua tinggal sendirian di Jakarta"

  "Gua kerja disini, di kosan ini, bersih-bersih apa dah, anggep aja pembantu, sama jaga warnet dibawah"

   "Gua suka main game, nonton anime, film, baca komik macem-macem karya fiksi, kesenangan 2d didepan komputer"

   "Cuma tetep aja, kesendirian datang dengan segala rasa sakit yang lain, kesepian" Inyo mengubah nada bicara dan raut wajahnya, meminum lagi es tehnya.

  "Sebenernya kesepian tuh buat gua hal yang biasa, gua dari kecil udah ngadepin kesepian, ya caranya gitu, ngelakuin segala macam hal yang gua suka"

 

  "kesepian bukan lagi hal yang gua takutin, sesederhana pergi ke jalan raya, liat kendaraan lalu lalang, hilang rasa kesepian gua"

"Hingga akhirnya dateng masalah baru dalam diri gua, rasa bosen, ini gak cuma sekedar gua bosen kerja atau apalah itu, ini lebih ke gua bosen sama dunia yang gua rasa hiburannya gitu-gitu aja"

"Banyaknya hiburan yang gua nikmatin dari layar komputer, meningkatkan rasa imajinasi dikepala gua, ngerti gak sih lu kayak misalnya lu ngeliat poto suatu tempat atau vidio gitu lah ya, terus lu bisa mengimajinasikan diri lu di tempat itu, ngelakuin hal-hal seru kayak yang ada di vidio"

"Itulah kenapa gua bilang gua mulai berpikir dunia membosankan, karna ketika gua berimajinasi, gua gak merasa itu bakal semenyenangkan itu"

"Dari situlah gua mulai menjadikan sesuatu hal yang gak ada sebagai imajinasi gua" Inyo menghentikan ucapannya, memperhatikan Abi dan Karina yang mendengarkan dengan seksama.

"Sampe sini, lu bisa nebak gak kenapa gua bakalan percaya sama omong kosong lu tadi, kalo lu kembali dari masa depan?" Tanya Inyo ke Abi.

"Gak tau bang, saya bingung"

"Nah, gak papa kalo lu gak nyambung, pikiran gila gua, gua sendiri pun gak nyambung" saut Inyo sembari menjilat jarinya yang berlumuran bumbu kripik.

"Jadi gini, tebakan gua datang dari pikiran delusional gua, imajinasi yang berkembang karna rasa bosan dan pikiran yang dibiarkan liar tanpa batas" lanjut Inyo sambil tersenyum.