di suatu ruang berwarna putih ,alat mulai menyala yang menandakan siap di gunakan,
salah satu pintu terbuka dan terlihat ada 2 orang memakai jas lap membawa satu anak berusia 14 tahun .
Dengan rasa heran dan kecemasan, anak itu merasa tidak nyaman di tempat duduknya yang dikelilingi oleh berbagai alat yang mungkin tidak pernah dilihatnya sebelumnya. Suasana ruangan yang mencekam membuatnya merasa tertekan, dan nafasnya pun menjadi tidak terkontrol. "Tempat apa ini sebenarnya?" gumamnya.
Dengan penuh keberanian, anak itu bertanya pada salah satu orang di sebelahnya, ingin tahu tentang lokasi ini. Namun, jawaban datar dan nada tegas membuatnya terdiam. Ketika ia menoleh ke arah orang itu, terkejut melihat tatapan kosong dan wajah tanpa ekspresi, seolah-olah kehilangan kehidupan. Rasa ketidaknyamanan semakin merayap dalam dirinya.
Dengan keputusasaan yang membara, AI berjuang untuk membebaskan diri dari ikatan kursi yang terasa sangat kuat. "Lepaskan, cepat lepaskan aku!" teriaknya, namun suara keputusasaan itu hanya menciptakan gema hampa di ruangan tanpa respon dari orang-orang.
Tiba-tiba, dua pintu di depannya dengan ajaib terbuka lebar, mengungkapkan dua sosok anak yang memasuki ruangan dengan langkah berhati-hati. Mereka diawasi oleh dua orang dewasa yang mengenakan jas lap.
Dengan mata yang terbuka lebar oleh keheranan, AI merasakan kejutan menghantam dirinya ketika melihat dua temannya muncul di ruangan tersebut. Satu dari mereka tampak terkejut dan ketakutan, mempertanyakan dengan suara gemetar, "Ruang macam apa ini?" dalam kebingungan yang terlihat jelas di wajahnya.
Temannya yang lain terdiam, menerima keadaan dengan sikap pasrah. "Kita tidak akan bisa keluar dari sini," ujarnya dengan suara yang penuh putus asa.
"Apa maksudmu itu? Kita harus keluar dari sini sebelum terlambat!" Seruan ketakutan itu terdengar dari mulut kedua anak yang masih berusaha memberontak, tetapi upaya mereka sia-sia karena mereka tetap terkekang.
Dengan tangan yang terampil, orang dewasa berjas lap mulai memasang suatu alat di kepala ketiga anak tersebut. "Baik, alat-alat sudah terpasang," ujar salah satu dari mereka, memecah keheningan ruangan. Sebuah ketegangan menyelimuti udara ketika mereka mulai berhitung, bersiap-siap menekan suatu tuas secara serentak.
Setelah hitungan yang membuat jantung kedua anak itu berdegup kencang, tuas itu ditarik dengan tegas. Sebuah gelombang kejutan mengalir melalui ruangan, menyebabkan alat-alat di sekelilingnya beraktivitas dengan suara aneh yang menciptakan ketidaknyamanan dan kepanikan yang semakin merajalela di antara anak-anak itu.
Tiba tiba kepala ketiga anak itu merasakan goncangan yang sangat kuat dan menyakitkan"kepalaku ,sakit,sakit,sakit sekali,tolong hentikan"anak anak itu mulai berteriak kerena merasakan kesakitan yang luar biasa.
tak lama berselang anak anak itu terdiam dan tubuh mereka tidak bergerak sama sekali ,para orang ber jas lap di sana memeriksa suatu alat dan terlihat senang "akhir nya setelah percobaan berkali kali ,akhir nya alat ini berhasil juga."ujar dia sambil mengeluarkan senyum sinis nya.
Berpindah ke suatu daerah perbukitan yang sedang di Landa badai salju.
Ai perlahan membuka matanya dan melihat kalau dia berada di ruangan dengan penerangan remang, Saat dia menjelajahi area sekitarnya, lehernya tiba-tiba terhenti oleh sesuatu.
"Duh! Leherku hampir terputus. Tunggu, apa ini yang terikat di leherku?" Anak itu berbalik, terkejut saat menyadari dirinya terperangkap dalam rantai di kegelapan.
Dengan cermat, Ai mengamati tiang yang menahan rantainya, matanya terfokus pada setiap detail di sekitarnya. Saat pemeriksaan dilakukan dengan teliti, anak itu menemukan suatu objek tersembunyi, seperti gembok, yang mengunci rantai dengan erat.
"Gembok ini... Aku perlu mencari tahu cara membukanya atau bahkan menghancurkannya," gumam Ai, pikirannya berputar cepat, mencari solusi untuk melepaskan diri dari belenggu ini.
ia melihat sebongkah puing puing tembok yang hancur di ujung ruangan"mungkin puing itu bisa berguna untuk menghancurkan gembok itu.",anak itu pun Segera mengambil puing puing itu,anak itu terus berusaha untuk mengambil puing puing itu walau itu sangat sulit kerena dia tertahan oleh rantai ,tapi setelah usaha yang sangat melelahkan ,akhir nya tangan nya berhasil meraih puing puing itu.
Dengan tekad yang memuncak, Ai segera menghantam puing-puing itu ke gembok. Namun, seketika itu juga, anak itu terdiam mendengar bunyi jejak kaki yang semakin dekat dan keras. "Aku harus segera menghancurkan gembok ini," batinnya, seraya menyadari urgensi situasi.
Tanpa ragu, anak itu semakin mempercepat gerakan, menghantam gembok dengan puing-puing itu. Suara benturan logam dan batu memenuhi ruangan. Dengan tekad tak tergoyahkan, Ai terus menghancurkan gembok itu sampai puing-puing tersebut hancur.
kepanikan di wajah nya semakin meningkat. "Yang benar saja, apa yang harus kulakukan sekarang agar bisa bebas?" gumamnya cemas.
Tiba-tiba, pintu itu terbuka dengan suara yang menggelegar. Di ambang pintu, terlihat sosok pria berkacamata gelap dengan tubuh yang tinggi. "Saatnya kau pergi," ujar pria tersebut dengan nada tegas.
Ai terlihat bingung dengan perkataan pria itu, "Pergi?" gumamnya, memandang pria berkacamata yang kemudian melangkah menuju ujung rantai. Dengan kunci di tangannya, pria itu membuka gembok rantai.
Saat rantai itu terlepas, anak itu menyadari bahwa ini adalah kesempatannya untuk pergi. "Aku harus segera kabur dari sini, meninggalkan tempat aneh ini," pikirnya. Dengan langkah berani, Ai berlari secepat mungkin, membebaskan diri dari belenggu yang mengikatnya, dan rantai yang sebelumnya dipegang oleh pria berkacamata itu pun terlepas.
Namun, pria berkacamata itu tidak menunjukkan rasa panik dengan situasi tersebut dan hanya mengucapkan, "Diam." Anak itu mulai merasakan sensasi aneh di lehernya, yang membuat tubuhnya perlahan membeku. "Apa yang terjadi dengan tubuhku!" serunya, merasa kebingungan.
Pria berkacamata itu kembali mengambil rantai tersebut. "Percobaan kabur yang bagus, nak, tapi sayang tidak semudah itu untuk kabur. Sekarang, kembali lagi bergerak," ujar pria.
ia terdiam beberapa detik kebingungan dengan apa yang terjadi "bagaimana dia melakukan itu ,apa yang sebenar nya dia lakukan barusan ?"gumam nya.
"cepat bergerak atau kau mau merasakan hal yang lebih menyakitkan."ujar pria berkaca mata yang menarik rantai di leher anak itu.
ai kebingungan, tidak tahu mau dibawa ke mana oleh pria itu. Saat di perjalanan, terdengar suara teriakan yang menyakitkan, membuat dia ingin bertanya. Namun, rasa ragu menghentikannya, dan dia memilih untuk tetap mengikuti pria tersebut.
Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di suatu ruang. Di sana, terlihat seorang yang berbadan besar, penuh bekas luka di sekujur tubuhnya, dan memakai kalung emas yang sangat banyak di lehernya.
"Apa budak istimewa ini sudah siap? Untuk kita bawa," tanya orang berbadan besar tersebut dengan suara yang berat, menciptakan ketegangan di udara.
"sudah "ujar pria berkaca mata itu dengan nada yang sangat menghormati pria berbadan besar itu
"kalau begitu cepat bawa dia ke tempat ku dan ingat jangan sampai ketahuan dan jangan sampai pemerintahan kerajaan mengetahui kalau aku membeli budak istimewa ini ."ujar pria berbadan besar itu dengan nada serius,dia pun pergi dari sana.
"Kalian semua, persiapkan tempat untuk membawa budak istimewa ini. Kita akan mengambil jalan yang cukup jauh untuk menghindari pasukan Kerajaan," perintah pria berkacamata itu dengan tegas.
ia semakin bingung dengan situasi. "Kerajaan? Di negara mana aku sekarang berada?" gumamnya, mencoba mencerna keadaan.
Namun, anak itu baru menyadari sesuatu saat melihat pakaian orang-orang di sekitarnya dan bentuk ruangan itu. "Pakaian ini, ruang ini... Ini bukan seperti di tahun 2034," ujarnya dengan penuh keterkejutan, menyadari bahwa dirinya mungkin telah terlempar ke zaman atau tempat yang sangat berbeda.
Pria berkaca mengatakan sesuatu, 'Tidur lah,'" dengan nada yang menakutkan. Anak itu berusaha melawan efeknya, namun perlahan-lahan pandangannya tertutup dan tubuhnya tergeletak di lantai.
Beberapa saat kemudian, anak itu kembali terbangun dan mendapati dirinya berada dalam suatu kurungan besi yang tertutup kain. Namun, ketika menyelidiki lebih lanjut, dia menyadari sesuatu yang aneh — suhu di sini sangat dingin dan beberapa butiran salju tersebar di sekitar kurungan tersebut.
Berpindah ke tempat lain, terlihat sekelompok prajurit berkuda yang menunggu di atas pegunungan.
"Apakah komandan benar-benar yakin mereka akan melewati jalan ini?" tanya salah satu prajurit, merasa ragu.
"Kita sudah menunggu di sini selama 4 jam, dan seluruh tubuhku sudah hampir mencapai batasnya," ujar prajurit lain, meresapi dinginnya cuaca.
"Berhentilah mengeluh. Kalau kita berhasil menumpas tuntas mereka, kita akan mendapatkan bayaran yang besar. Maka dari itu, tetaplah bersabar dan percaya dengan instingku," jawab komandan dengan tegas, mencoba meredakan kegelisahan di antara pasukannya.
Beberapa saat kemudian, prajurit lain datang dengan berita, "Komandan, mereka sudah terlihat dan segera mengarah ke sini."
"Kalian dengar itu, persiapkan kuda kalian, dan ayo kita hancurkan orang-orang itu!" ujar komandan dengan penuh semangat. Seluruh pasukan langsung terbakar api semangat dan bergegas mempersiapkan serangan diam-diam. Keberanian mereka terpancar di tengah dinginnya udara pegunungan yang menyelimuti.
Kembali ke tempat anak itu, dia masih memikirkan cara untuk kabur, tetapi tidak ada satupun ide yang muncul di kepalanya. "Apa yang harus kulakukan? Kalau begini terus, aku akan menjadi budak dan terus menerus tersiksa oleh mereka. Ayolah, otak, pikirkan suatu ide!" Anak itu terus menerus merenungkan ide untuk melarikan diri.
Tiba-tiba, ledakan hebat terjadi, membuat kuping anak itu berdering. Disusul dengan ledakan lainnya yang membuat tempat kurungan berguncang ke mana-mana dan hancur.
Anak itu yang baru tersadar masih mencoba memproses apa yang terjadi. Terkejut dengan pertarungan di depan matanya, pertarungan yang pernah dia lihat hanya dalam video game dan film. "Sebenarnya aku sedang di mana? Kalau aku dipindahkan ke video game ini sangat mustahil. Aku bisa merasakan sakit, merasakan dingin ini, jantungku berdetak seperti biasa, dan aku masih bisa berdarah." dia masih mencoba mengerti situasi yang tak masuk akal ini.
Namun, dia sadar akan kenyataan, "Ini bukan waktunya untuk memikirkan itu. Aku harus segera kabur." dia pun bergerak cepat menuju area hutan, mencari tempat persembunyian dari pertarungan yang intens di sekitarnya.
Pria berkacamata terlihat kesulitan menangani para prajurit, tetapi matanya segera melihat anak itu berusaha kabur. "Anak itu! Kalian segera tangkap anak itu. Kalau kalian tidak bisa menangkapnya, bunuh saja dan bawa mayatnya."
"Baik, boss."
Komandan pasukan yang mendengar perintah tersebut langsung memberikan perintah kepada anak buahnya, "Kalian, kejar anak itu juga dan bawa dia hidup-hidup."
"Baik, komandan."
"Sepertinya anak itu sangat penting," ujar komandan dengan muka sombong.
"Sialan kau!" seru pria berkacamata dengan ekspresi kesal.
Berpindah ke anak itu, dia masih mencari jalan di hutan yang semakin terasa gelap. Tanpa mengetahui arah pasti, dia terus berjalan, Salju yang semakin tebal membuat penglihatan di hutan semakin tipis, dan dia hanya bisa berharap menemukan sesuatu yang bisa membantunya.
Namun, harapan anak itu pupus ketika dia tiba-tiba dikejar oleh anak buah pria berkacamata itu. "Ketemu kau, sekarang tidur lah," ujar salah satu anak buahnya.
Anak itu mulai merasakan melemah yang sama, tubuhnya perlahan-lahan menjadi lemah. Namun, kali ini dia mencoba tetap terbangun dengan cara menghantamkan tangannya ke dahan kayu yang runcing, mencoba menahan efek dari benda di leher nya.
ai berteriak,dia merasakan rasa sakit yang menusuk di bagian tangannya, dan darah mengalir begitu deras hingga membuat salju di sekitarnya berubah menjadi merah.
"Dasar merepotkan, cepat tidur lah," ujar orang itu dengan suara yang keras, tanpa belas kasihan.
Anak itu mulai merasakan kesadarannya kembali perlahan hilang, tetapi tanpa ragu, dia menusukkan tangan yang terluka ke ranting pohon itu lagi. Teriakan anak itu memenuhi hutan, kali ini lebih keras lagi, bahkan sampai dua prajurit yang berada di tempat yang jauh mendengar suaranya.
"Suara apa itu? Mungkin anak itu berada di sana," ujar para prajurit, dan tanpa ragu, mereka langsung menuju ke tempat sumber suara tersebut .
Kembali ke tempat anak itu. Setelah tindakan putus asa itu, dia hanya bersandar di pohon tersebut,napasnya mulai berat dan pandangan nya mulai melemah.
Orang itu tampak kesal karena ia gagal membuat anak itu tertidur untuk kedua kalinya. "Terpaksa aku harus membunuhnya dan membawa mayatnya," gumam orang itu, sambil menggunakan sihir untuk menciptakan pedang, lalu dengan tegas maju untuk menebas anak itu.
Anak itu mencoba menghindar, namun karena tubuhnya yang sudah melemah, upayanya tidak berhasil, dan dia ter tebas oleh pedang itu berkali-kali. Rasa sakit dan keputusasaan menyelimuti anak itu.
Anak itu menjerit kesakitan, darah terus mengalir, dan perlahan-lahan matanya tertutup.
[Syarat Adaptasi Pertama: Jenis serangan sihir, berhasil]
[Syarat Adaptasi Kedua: Terkena serangan yang sama berturut-turut, berhasil]
[Syarat Adaptasi Ketiga: Sekarat, berhasil]
[Adaptasi Berhasil]
[Skill Baru: Tebasan]
Tubuh anak itu terbaring di tanah, tak bergerak. Orang itu mengambil rantai itu dan membawa tubuhnya dengan cara menyeretnya.
Tiba-tiba, di bagian luka tebasan itu, muncul asap dan luka tersebut menyembuhkan diri dengan sangat cepat. Anak itu mulai menyadari kehidupannya kembali dari ambang kematian yang nyaris terjadi.
Orang itu tiba-tiba heran karena merasakan rantainya bergerak. Dia berbalik dan sangat terkejut, hingga terdiam seperti patung. "Bagaimana bisa dia masih bisa hidup?" gumamnya.
Anak itu hanya terdiam, menatap tajam ke arah sesuatu di belakang orang itu, seolah melihat entitas misterius berdiri di sana.
Orang itu yang melihat anak itu terdiam, langsung mengeluarkan pedang sihirnya dan menebas anak itu berkali-kali. Namun, setiap tebasan itu menyembuh dengan sangat cepat.
Setelah serangan bertubi-tubi, anak itu masih berdiri, namun seketika dia melihat mahluk itu dengan lebih jelas — sesosok mahluk bertubuh besar dan memiliki dua tanduk, menatap ke arahnya.
"Habisi dia," ujar mahluk itu, yang tiba-tiba menghilang seakan ditertiup angin.
Tanpa diduga, anak itu merasakan tubuhnya mengarahkannya untuk melakukan sesuatu, dan dia pun mulai mengikuti instingnya.
Dia mengarahkan tangan ke arah orang itu, membayangkan tangan seperti pisau, dan dengan tegas mengatakan, "Slash!"
Tiba-tiba tubuh nya terhempas kebelakang bersamaan dengan hancur nya alat di leher anak itu, area di depannya terbelah, mengakibatkan tanah dan pepohonan hancur serta terbelah. Sebuah lobang muncul di tanah dengan ukuran yang luar biasa, bersamaan dengan tubuh orang itu yang terbelah menjadi dua dan tergeletak di tanah.
"Serangan macam apa itu barusan?!" ujar anak itu, terkejut melihat efek serangan yang sangat dahsyat.
Namun, beberapa saat kemudian, dia mulai merasakan sesuatu di dadanya, seolah-olah ada sesuatu yang pecah. Anak itu mulai memuntahkan banyak darah.
"Aku benar-benar harus cepat mencari tempat untuk mengobati lukaku, sebelum aku benar-benar mati di sini," gumam anak itu sambil berjalan kembali dengan kondisi tubuh yang sangat buruk. Berlalu beberapa menit, langkah demi langkah mulai melemah, kesadarannya perlahan memudar, dan akhirnya dia terjatuh dan terbaring.
Ketika matanya hampir menutup, dia melihat sosok seorang wanita mendekatinya. Dengan sisa tenaga, anak itu berkata, "Tolong aku." Anak itu pun pingsan, ditinggalkan dalam ketidakpastian dan harapan pada bantuan wanita misterius itu.